SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG NAHDLATUL 'ULAMA KECAMATAN SEMIN GUNUNGKIDUL

Monday 29 April 2013

Belajar Tafsir Tanpa Mengerti Tajwid


Seringkali kita mendengar pengajian dan ta’lim baik di masjid perkantoran, masjid komplek, maupun di mushalla-mushalla yang membahana, menyerukan Islam dengan lantang tanpa basa-basi. Pengajaran-pengajaran itu membahas berbagai ajaran Islam. Mulai dari fiqih, tauhid, hadits hingga tafsir.
Sebenarnya hal ini harus diapresiasi oleh kaum muslim, karena dapat dikatakan sebagai kemajuan dakwah Islam. Begitu hebatnya para da’i itu hingga mampu menjadikan para jama’ah betah mengikuti pengajian, baik dengan humor maupun dengan retorika yang mengagumkan.
Sayangnya, seringkali kelihaian retorika dan gaya penampilan tidak diimbangi oleh pemahaman. Ini dikarenakan keterbatasan penguasaan para da’i terhadap materi berbahasa Arab. Kebanyakan dari mereka mengambil pemahaman dari buku-buku terjemahan. Oleh karena itu menjadi agak janggal ketika para da’i dan ustadz itu dengan fasih menyampaikan berbagai materi, tetapi terkesan kurang percaya diri ketika mengutip ayat-ayat al-qur’an dan hadits. Imbasnya, telinga jama’ah malahan terbiasa mendengarkan potongan terjemah dari ayat al-Qur’an atau terjemahan sebuah hadits bukan lantunan ayat al-Qur’an. Padahal pahala yang ada dalam al-Qur’an itu ketika dibaca (al-mutaabad ditilawatihi), bukan ditulis apalagi diterjemahkan.
Tidak hanya itu, yang lebih aneh lagi adalah ketika materi pengajian itu ternyata adalah tafsir al-Qur’an. Bagaimana pantas seseorang mengajarkan tafsir al-Qur’an padahal ia tidak mampu membaca al-Qur’an dengan tartil sesuai aturan ilmu tajwid? Walaupun pada zaman sekarang ini banyak materi tafsir al-Qur’an yang tersebar dalam versi terjemahan. Hal ini mengingatkan kita pada sejarah lama kaum oreintalis yang mempelajari kandungan dan isi al-Qur’an tanpa membaca teksnya, mereka mempelajari al-Qur’an dengan tujuan menghinakan Islam. Naudzubillah min dzalik.
Maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah bolehkah membaca al-Qur’an tanpa tajwid? dan bagaimana hukumnya mengajarkan tafsir al-Qur’an tanpa berbekal ilmu tajwid?
Sebelum membicarakan tentang hukum membaca al-Qur’an tanpa tajwid, terlebih dahulu perlu dijabarkan apakah tajwid itu? Pada dasarnya isitilah attajwid yang dikenal sebagai ilmu membaca al-Qur’an adalah:
إعطاء كل حرف حقه ومستحقه
Artinya Memberikan hak dan mustahaq tiap-tiap huruf (dalam al-Qur’an).  Yang dimaksud hak-hak huruf adalah sifatnya yang dzatiyah yang lazim baginya. Seperti Jahr, Syiddah dan istila.Sedangkan mustahaknya adalah sifat-sifat yang timbul dari dzat tersebut, seperti tafkhim dantarqiq.
Adapun hukum membaca al-Qur’an dengan tajwid adalah fardhu ain. Dengan kata lain siapapun yang membaca al-Qur’an maka wajib baginya membaca sesuai aturan tajwid. Baik laki-laki maupun perempuan, baik ustadz, ahli tafsir, ahli hadits, ilmuwan maupun fisikawan, selama dia muslim maka membaca al-Qur’an harus dengan tajwid.
Sebagaimana difirmankan Allah swt
   ورتل القرأن ترتيلا
dan bacalah al-Qur’an dengan tartil. Dalam tafsir baidhowy diterangkan bahwa yang dimaksud tartil adalah:
أى جوده تجويدا
Tajwidkanlah bacaan (al-Qur’an)mu dengan tajwid yang benar 
Begitu juga yang diterangkan dalam Al-Mandzumatul Jazariyyah:
والأخذ بالتجويد حتم لازم * من لم يجود القرأن أثم
لأنه به الإلــــــه أنـــــزلا  * وهكذا منه إلينا وصلا
Menggunakan tajwid adalag wajib/lazim. Dan barang siapa tidak mentajwidkan al-Qur’an adalah berdosa. Karena dengan tajwidlah Allah turunkan dia (al-Qur’an) dan begitulah hingga ampai ke kita.
Pendapat ini senada dengan ancaman sebuah hadits yang berbunyi:
رب قارئ للقرأن والقرأن يلعنه
Terkadang kejadian orang membaca al-Qur’an dan al-Qur’an itu malah melaknatnya
Demikianlah dosa seorang pembaca al-Qur’an tanpa mempedulikan tajwidnya. Lantas bagimana dengan seseorang yang membahas tafsir tetapi tidak mengerti tajwid? boleh-boleh saja selama dia membahas tafsir tanpa membaca al-Qur’an, tetapi mana mungkin membahas tafsir al-Qur’an tanpa membacanya. Andaikan ada, itu sungguh tidak sopan.
(Redaktur: Ulil Hadrawy)
Read more ...

Saturday 20 April 2013

Menikahi Perempuan yang Hamil

Menikahi perempuan perawan maupun janda hukumnya adalah sah-sah saja. Bahkan jika dengan syarat yang benar dan niat yang baik bisa menjadi amal ibadah yang sangat besar pahalanya. Karena pada dasarnya pernikahan adalah ibadah.
Namun demikian, besarnya nilai ibadah dalam pernikahan tidak lantas dapat mempermudah semua urusan nikah, apalagi jika ternyata perempuan yang hendak dinikah sedang hamil, maka perlu keterangan lebih lanjut. Karena pastilah perempuan itu telah berhubungan dengan lelaki yang menyebabkan kehamilannya.
Jika wanita yang hamil itu ditinggal mati oleh suaminya, maka pernikahan dengannya hanya dapat dilakukan dengan sah setelah ia melahirkan. Begitu juga jika perempuan yang hamil itu telah dicerai suaminya, maka baru dapat dinikahi setelah ia melahirkan.
Hal ini jelas berdasar pada surat Thalq ayat 4:
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan wanita-wanita yang hamil, iddah mereka itu adalah setelah melahirkan kadungannya.
Berbeda jikalau ternyata perempuan hamil itu belum memiliki suami, atau hamil diluar nikah (hamil karena zina) yang dalam bahasa sehari-hari disebut ‘hamil gelap’ , maka hukumnya sah menikahinya saat itu juga dan juga boleh me-wathi-nya (berhubungan seks dengannya), tanpa menunggu perempuan itu melahirkan bayinya. Sebagaimana keterangan dari Hasyiatul Bajuri :
لونكح حاملا من زنا صح نكاحه قطعا وجاز وطؤها قبل وضعه على االأصح
Jika seorang lelaki menikahi perempuan yang sedang hamil karena zina, pastilah sah nikahnya. Boleh me-wathi-nya sebelum melahirkannya, menurut pendapat yang paling shahih.
Adapun mengenai nasab keberadaan si bayi tergantung pada lamanya jarak antara perkawinan dan kelahiran. Jikalau jarak antara pernikahan dan perkawinan lebih dari enam bulan walaupun dua detik, maka bayi itu bernasab pada bapaknya (lelaki yang mengawini ibunya dalam keadaan hamil). Akan tetapi jika jarak antara perkawinan dan kelahiran itu kurang dari enam bulan, maka nasab bayi itu kepada ibunya.  Demikian dai keterangan kitab yang di pinggir (hamis) Buaghyatul Musytarsyidin, begitulah teksnya
نكح حاملا من الزنا فأتت بولد لزمن امكانه منه بأن ولدت لستة أشهر ولحظتين من عقده وإمكان وطئه لحقه وكذا إن جهلت المدة ولم يدرهل ولدته لمدة الإمكان أولدونها على الراجح وإن ولدته لدونها لم يلحقه
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa perkara terpenting sehubungan dengan mengawini perempuan hamil adalah memastikan terlebih dahulu, bahwa perempuan itu sedang tidak memiliki suami yang sah baik karena ditinggal mati, dicerai atau karena hamil zina.
Namun, jika perempuan yang hamil itu masih memiliki suami yang sah, sudah barang tentu tidak akan sah akad nikahnya, selain itu juga bisa menyebabkan ‘perang’ dengan suaminya, karena itu sama halnya dengan menikahi istri orang. Wallahu a’lam
Read more ...

Belajar Al-Fatihah Selama 3 Bulan

Suatu ketika dalam rangka mengisi pengajian haul KH Abdul Qodir Munawwir, Gus Mus, yang juga alumni Krapyak, mengisahkan pengalaman dan interaksinya ketika nyantri dengan Kiai Qodir.

Kepada Kiai Qodir, Gus Mus belajar surat al-Fatihah selama tiga bulan. Gus Mus sampai sakit hati, karena santri-santri lain sudah khatam Fatihah dalam waktu yang tidak lama, tetapi surat Fatihah saja ngajinya begitu lama.

Karena merasa penasaran dengan lamanya waktu, Gus Mus akhirnya mencari tahu.Setelah dicari asal-usulnya, ternyata waktu itu, sang ayah (KH. Bisri Mustofa) menitipkan Gus Mus kepada Romo Kiai Qodir secara sungguh-sungguh.  

“Kiai, hari ini saya titip anak saya kepada Kiai. Tolong ajari anak saya bagaimana caranya membaca Al-Fatihah yang baik dan benar. Tapi ingat Kiai, kalau nanti shalat anak saya sampai tidak diterima oleh Allah subhaanahu wa ta’ala lantaran Fatihah yang Kiai ajarkan, saya akan tuntut Kiai nanti di Yaumil Hisab.” ujar Kiai Bisri kepada Kiai Qodir, rahimahumallah. (Rokhim)
Read more ...

Enam Kelompok yang Tidak Perlu Dihormati

Fiqih merupakan salah satu bentuk pengetahuan dalam Islam yang amat luas cakupannya. Fiqih dapat dibilang sebagai ilmu yang komprehensif , yang mengatur segala pranata kehidupan kehidupan seorang muslim lengkap dengan hukumnya. Baik berhubungan dengan sesama manusia (hablum minan nas) maupun berhubungan dengan Tuhannya (hablum minallah). Sebagaimana terlihat dalam tiga unsurnya yaitu ubudiyyah, muamalah dan munakahat.
Namun demikian, seringkali fiqih hanya difahami sebagai ‘kurungan’ hukum dan ubudiyah yang hanya membahas  tentang syah dan tidaknya shalat, zakat, puasa dan haji. Padahal di dalam fiqih juga terdapat moral yang memiliki nilai tidak kalah pentingnya dari hukum itu sendiri.
Hal in tercermin dalam salah satu pengkategorian kelompok terhormat dan yang tidak terhormat yang dilakukan oleh Syaikh Salim bin Samir Hadramy dalam kitabnya Safinatun Naja, sehubungan dengan masalah tayammum sebagai pengganti wudhu.
Dalam bab tersebut disebutkan bahwa ada tiga sebab yang memperbolehkan seseorang bertayammum pertama tidak ada air, kedua karena sakit, ketiga air lebih dibutuhkan untuk minum binatang yang terhormat (artinya air yang ada lebih baik dipergunakan sebagai minuman binatang yang terhormat dari pada digunakan untuk wudhu, dan sebagai wudhunya adalah tayammum). Demikian teks aslinya berbunyi:
أسباب التيمم ثلاثة فقد الماء والمرض والاحتياج اليه لعطس حيوان محترم
 Jika dibaca dengan cermat maka teks tersebut akan melahirkan sebuah pertanyaan kongkrit, siapakah kelompok ‘hewan’ terhormat itu dan siapakah yang tidak terhormat? Karena luasnya kelompok yang terhormat, maka Syaikh Salim bin Samir hanya menerangkan kelompok yang tidak terhormat yaitu; pertama orang yang meninggalkan sholat, kedua orang yang melakukan zina dan ia sudah menikah (zina muhshan), ketiga orang murtad (yang keluar dari islam), keempat kafir harbi (kafir yang terlibat perang dengan muslim), kelima anjing yang galak, dan keenam adalah babi.
وغير المحترم ستة تارك الصلاة والزانى المحصن والمرتد والكافر الحربى والكلب العقور والحنزير
Dengan demikian satu bab mengenai tayammum ini tidaklah berisi semata pembahasan bersuci thoharoh, tetapi termasuk juga masalah moral, yang tercermin dalam kategprisasi Syaikh Salim tentang mereka yang tidak berhak diberi penghormatan. Wallahu a’lam bis showab.
Read more ...

Tuesday 16 April 2013

Survei ISNU: Mahfud MD Capres Idola Nahdliyin

Surabaya, NU Online
Hasil survei PW Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Jawa Timur (Jatim) bersama Lembaga Survei "Suprimasi" mencatat mantan Ketua MK Mahfud MD menjadi calon presiden idola bagi Nahdliyin Jatim.

"Kami bertanya kepada 1.238 responden yang dipilih secara proporsional dengan metode terbuka, sehingga tercatat 26 calon presiden yang disodorkan responden," kata Wakil Sekretaris ISNU Jatim Faza Dhora Nailufar, di Surabaya, Ahad.

Didampingi Wakil Ketua PW ISNU Jatim Imam Syafii, Dhora yang juga Kepala Laboratorium Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang menjelaskan hasil survei menunjukkan ada lima nama yang memperoleh dukungan lebih dari tiga persen.

"Mahfud MD 21,08 persen, Jokowi 12,76 persen, Prabowo 11,15 persen, Dahlan Iskan 6,7 persen, dan ARB 5,33 persen, sedangkan nama lain di bawah tiga persen, di antaranya Jusuf Kalla, Anas Urbaningrum, Mohammad Nuh, Ahmad Dani, Saifullah Yusuf, dan sebagainya," katanya.

Menurut dia, hasil survei itu akan diserahkan ISNU kepada PWNU Jatim dan PBNU. "Ibaratnya, kalau NU selama ini menggunakan suara langit atau istikhoroh dalam pemilihan kepala daerah, ISNU melengkapi dengan suara bumi atau survei," katanya.

Ditanya alasan nama Mahfud MD menduduki posisi teratas di kalangan nahdliyin, ia mengatakan alasan responden umumnya menyebut Mahfud MD sebagai sosok yang tegas dan objektif dalam bertindak, meski ada beberapa pihak yang menentangnya.

Alasan yang terekam adalah 36 persen ketegasan, 31 persen bersih dan jujur, 15 persen pengalaman di pemerintahan, empat persen merupakan kader NU, dan 14 persen untuk alasan lain.

"Yang menarik, ARB tidak dipilih sama sekali di Sidoarjo. Bisa saja hal itu akibat lumpur Lapindo, namun yang menarik adalah banyak warga NU yang tidak terkena dampak lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, namun mereka memiliki solidaritas yang tinggi kepada korban lumpur," katanya.

Meski ditanya tentang figur capres, katanya, beberapa nahliyin memilih dengan menggandengkan dengan figur lain, di antaranya 29 dari 261 responden yang memilih Mahfud MD menggandengkan dengan figur lain sebagai cawapres.

"Sebanyak 20 dari 83 responden yang memilih Dahlan Iskan memasangkannya dengan figur lain, seperti Jokowi dan Mahfud MD, sedangkan 20 dari 158 responden yang memilih Jokowi juga memasangkan dengan figur lain," katanya.

Untuk peta lokasi pemilih/responden, ia mengatakan mayoritas dari 38 kabupaten/kota di Jatim memilih Mahfud MD, namun mayoritas dukungan untuk Mahfud MD dari pemilih Banyuwangi, sedangkan mayoritas pemilih Jokowi ada di Lumajang, Pasuruan, dan Pamekasan. Untuk ARB, mayoritas pendukung dari Pasuruan dan Jember.

Redaktur: Mukafi Niam
Sumber  : Antara
Read more ...

Thursday 11 April 2013

buletin jum'at "Memahami Hakikat Dzikir"

“ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu.”(QS.
al-Baqarah ayat 152)
Ayat di atas mengingatkan kita bahwa dalam
setiap tarikan nafas dan kesadaran manusia seyogyanya
selalu menempatkan Allah sebagai pelabuhan terakhir.
Berarti manusia dapat mengingat Allah di mana saja
dan kapan saja selama ia masih berada di atas bumi-
Nya. Kita pun sering melihat bermacam-macam
ekspresi manusia dalam mengingat Allah; menangis,
berdiam diri, menyanyi, menari, dan berkata-kata.
Dalam konteks ini umat Islam tidak pernah lepas
dari tiga hal; “doa” (permintaan kepada Allah); “wirid”
(bacaan tertentu untuk mendapatkan ‘aliran’ dari
Allah); dan “zikir”, yaitu segala gerak gerik dan aktivitas
yang berobsesi taqarrub kepada Allah. Termasuk juga
zikir adalah me lafadz kan kata-kata tertentu. Zikir
sangat penting karena ia merupakan langkah pertama
tapakan cinta kepada Allah.
Zikir merupakan bentuk komitmen dan
kontinuitas untuk meninggalkan segala hal yang
berbentuk kelupaan kepada Allah dan memasuki
Read more ...

Takbirotul Ihrom dan Takbirotul Intiqol

Tidak selamanya pertanyaan sederhana mudah dijawab. Tak ubahnya seperti pertanyaan terkait perbedaan takbirotul ihram dan takbir yang lain. Mengapa takbir di awal shalat dinamakan takbirotul ihrom, sedangkan takbir yang lain hanya disebut sebagai takbir saja? Padahal kalimatnya berbunyi sama; Allahu Akbar?

Dalam istilah shalat ada dua macam takbir, takbirotul Ihram dan takbirotul intiqal. Takbirotul Ihram adalah takbir yang dibaca pada permulaan shalat. Sedangkan takbirotul intiqal adalah takbir yang dibaca ketika berpindah dari satu rukun fi’li (gerakan shalat) ke lain rukun fi'li.

Namun secara filosofis takbirotul ihrom menjadi bacaan penggaris yang menjadi penyebab diharamkannya sesuatu yang tadinya dihalalkan. Artinya, apa-apa yang diperbolehkan sebelum pembacaan takbir, menjadi haram ketika takbir itu telah dibacakan. Misalanya, makan dan berbicara adalah dua hal yang diperbolehkan, tetapi ketika kita sudah membaca takbiratul ihrom di awal shalat makan dan berbicara itu menjadi haram.

Demikian yang diterangkan dalam Hasyiaytul Bajuri

Takbirotul ihrom artinya takbir yang menjadi sebab haramnya sesuatu yang tadinya dihalalkan, seperti Ulil Hadrawi)
makan, minum dan sebagainya. (
Read more ...
Jakarta, NU Online
Warga NU telah tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Mereka berdakwah dengan membangun masjid, musholla serta madrasah untuk meningkatkan kualitas ibadah dan iman umat Islam sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.

Dengan terbukanya Indonesia, bermunculan kelompok Islam baru yang berusaha mengembangkan ajaran mereka di Indonesia. Bukannya berdakwah kepada mereka yang belum berislam, mereka malah menyalahkan kelompok lain dengan menuduhnya bid’ah, khurafat, bahkan mengkafirkan dan mengklaim hanya aliran mereka sendiri yang benar. Mereka juga berusaha merebut masjid-masjid yang selama ini dirawat dan dipelihara oleh warga NU dengan tujuan mengganti amalan yang mereka yakini.

Dengan berusaha manarik simpati sebagai saudara sesama muslim, mereka berusaha memperdaya takmir masjid yang telah berkhusnudhon dan menyediakan tempat bagi mereka. Ketua Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) KH Abdul Manan Al Ghani menyampaikan beberapa modus yang mereka gunakan dalam proses mengambil alih pengelolaan masjid.

1. Terdapat orang yang datang atau sengaja mengontrak rumah di dekat masjid lalu aktif berjamaah sholat lima waktu di masjid tersebut dan memperkenalkan dirinya kepada jamaah lain serta pengurus masjid.

2. Lalu, orang tersebut mulai aktif ikut menjaga kebersihan masjid, sehingga mendapat simpati dari pengelola masjid.

3. Jika muadzin atau imam sholat kebetulan berhalangan, ia menawarkan diri untuk menjalankan tugas tersebut. Karena sudah dikenal, peran tersebut dengan mudah diterima pengurus masjid dan tidak dipertanyakan.

4. Ketika ada rapat pengurus, ia mulai aktif dan ikut memberi usulan, biasanya yang diusulkan adalah khotib Jum’at, yang berasal dari kelompoknya.

5. Langkah selanjutnya, ia akan semakin berusaha mendominasi dan mengajak teman-temannya membuat kegiatan di masjid tersebut. Ketika terjadi perubahan kepengurusan masjid, ia memasukkan orang-orangnya dalam kepengurusan.

6. Jika dirasa sudah mendominasi dalam kepengurusan dan kegiatan, ia akan menyingkirkan orang lama dan mengganti amalan ibadah masjid tersebut yang sesuai dengan alirannya. Di masjid tersebut, juga mulai kencang disuarakan bid’ah atau menyalahkan ajaran yang di luar alirannya serta melarang orang lain menjalankan kegiatan di masjid tersebut.

Kiai Manan mengingatkan agar pengurus masjid NU jika menemui modus-modus seperti itu dan menjaga eksistensi masjid tersebut. LTMNU siap membantu melakukan sertifikasi wakaf atas nama nadhir NU sebagaimana yang sudah dilakukan di sejumlah tempat sehingga kepemilikan masjid tersebut tidak berpindah tangan.


Penulis: Mukafi Niam
sumber : PBNU
Read more ...

Warga NU Diminta Hati-hati Manuver Politik PKS

Jakarta, NU Online
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Adnan Anwar meminta supaya warga NU berhati-hati kepada manuver politik simbolik seperti yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Adnan mengatakan hal itu dalam menanggapi Presiden PKS, Anis Matta yang berziarah dan tahlilan ke makam Sunan Kalijaga pekan ini.

Ia menilai Anis Matta, lulusan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), sebuah lembaga di bawah naungan Universitas Islam Imam Muhammad bin Sa'ud Riyadh Saudi Arabia melakukan manuver politik.

“Itu politik pengelabuan!” tegas Adnan di gedung PBNU, Jakarta, Rabu, (3/4).

Adnan menambahkan, politikus PKS itu melakukan amalan warga NU, tujuannya hanya meraih simpati dan mendulang suara di saat citra PKS rusak. Karena partai yang mengaku islami tersebut dilanda skandal korupsi yang melibatkan presiden partainya.

Lebih jauh Adnan mempertanyakan sikap PKS yang menolak asas Pancasila. Simak saja suara mereka dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ormas di DPR.

Di akhir pernyataannya, Adnan kembali meminta warga NU kalau memilih partai harus memahami prinsip, kebijakan, dan sejarahnya. Jangan sampai dikelabui partai yang ternyata malah membidahkan amalan-amalan Ahlusunnah wal-Jamaah.


Penulis: Abdullah Alawi
sumber : http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,43530-lang,id-c,nasional-t,Warga+NU+Diminta+Hati+hati+Manuver+Politik+PKS-.phpx
Read more ...

MWCNU Semin Gelar Latihan Kader Dasar

Gunung Kidul, NU Online
Dalam upaya membangun kader yang berkualitas, MWCNU Semin menggelar Latihan Kader Dasar NU yang bertemakan “Membangun semangat berorganisasi untuk menumbuhkembangkan kader militan yang rahmatan lil ‘alamin.

Kegiatan yang berlangsung dua hari (30-31 Maret 2013) tersebut bertempat di Balai Desa Pundungsari Kecamatan Semin kabupaten Gunung Kidul.

Kegiatan tersebut diikuti 200 peserta yang berasal dari dari 10 Ranting, Banom, dan dari RA/TK, SD/MI, SMP/MTs di bawah lembaga Ma’arif MWCNU se-kecamatan Semin, Gunungkidul

Secara simbolis  acara LKD tersebut dibuka oleh Camat Semin Huntoro Purbo Wargono. Dalam sambutan pembukaanya Camat Semin mengungkapkan.

“Peserta LKD sebagai kader NU diharapkan mampu menyuarakan aspirasi dan kepentingan kelompok masyarakat, mampu membangun program-program yang menjawab kebutuhan anggota dan tantangan yang dihadapinya.”

Enam pembicara hadir untuk mengisi sesi acara tersebut yaitu Dr Waryono dari UIN Sunan Kalijaga yang materi Mazhab Ahlussunah wal Juma’ah (Aswaja), H Zudi Rahmanto dengan materi Sejarah, Organisasi, Dasar Keagamaan dan Sikap Kemasyarakatan NU, Khoirul Anam dari Densus 26 dengan materi Islam dan Wawasan Kebangsaan, Nur Kholid Ridwan, dari Lesbumi PWNU DIY dengan materi NU dan Kebudayaan Lokal, dan sesi terakhir H Hafidz Asrom, anggota DPD RI dengan materi NU dan Gerakan Ekonomi.

Acara Penutupan LKD NU dilaksanakan pada Ahad malam (31/3) oleh Pengurus Cabang NU Kabupaten Gunung Kidul yang diwakili oleh KH Bardan Utsman.

“Saya berharap MWC NU menjadi pemersatu, dan dapat menciptakan iklim kondusif,” harapnya.
Setelah acara penutupan selesai, dilanjutkan pengajian akbar yang dihadiri oleh ribuan jamaah Nahdliyin sekitar kecamatan Ngawen dan Semin,

Pengajian akbar tersebut diisi oleh pengasuh pesantren API Tegalrejo Magelang KH Muhammad Yusuf Chudlori dan dimeriahkan oleh Hadroh Syifa’ul Qulub Lesbumi MWC NU Semin serta vokalis Ahbaabul Musthofa, Wahid Syarifudin Ahmad.


Redaktur   : Mukafi Niam
Kontributor: Khairul Rasyid
Read more ...
Designed By