SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG NAHDLATUL 'ULAMA KECAMATAN SEMIN GUNUNGKIDUL

Wednesday 28 October 2015

Sumpah Pemuda dan Muktamar NU 1928

Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada 28 Oktober 1928 hingga kini masih terngiang kuat di telinga masyarakat Indonesia. Sejarah Sumpah Pemuda selalu menarik dibaca. Setiap membacanya menghadirkan gambaran anak muda yang energik yang patriotik.
Generasi muda di era kini perlu mensyukuri kenikmatan Tuhan yang berbentuk kehidupan merdeka nan damai. Hanya dengan kondisi seperti ini terbuka kesempatan untuk merealisasikan cita-cita Sumpah Pemuda.
Deklarasi Sumpah Pemuda tentu tidak berdiri sendiri. Waktu dan momentum Sumpah Pemuda berkaitan erat dengan dinamika anak bangsa sebelumnya. Spirit Sumpah Pemuda terbangun dari sejarah bangsa besar yang sedang berproses mewujudkan cita-cita besar: Merdeka! Maka deklarasi Sumpah Pemuda boleh saja apa adanya dan dikreasi oleh anak-anak muda sederhana. Namun faktanya Sumpah Pemuda telah menjadi penggalan sejarah hebat yang mampu memberi jejak emas anak muda dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
Sumpah Pemuda termasuk bagian dari proses gerakan kebangsaan itu. Inilah warna perjuangan baru anak muda Nusantara menuju kemerdekaan: perang kebudayaan! Anak muda bersatu yang berupaya memelihara dan memupuk kekuatan rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air.
Agenda besar Sumpah Pemuda tentu kemerdekaan tanah air dari penjajah. Isu yang diusung pun sangat substansial: satu bangsa, bahasa dan Tanah Air. Perang kebudayaan yang tersimbolkan dalam Sumpah Pemuda ini berimbas sosial politik sangat besar sepanjang sejarah Indonesia.
Penggalan sejarah Sumpah Pemuda sudah banyak yang menulis dan hingga kini belum kering sumber sejarah itu. Sumpah Pemuda memang penting dan sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Karena itu tergelitik juga untuk bertanya, di manakah posisi dan peran Nahdlatul Ulama dalam konteks Sumpah Pemuda?
Pada kesempatan ini saya ingin menulis secuil catatan tentang para kiai Nahdlatul Ulama menjelang deklarasi Sumpah Pemuda. Sebagaimana telah banyak ditulis para sejarawan bahwa Nahdlatul Ulama dideklarasikan sebagai muara dari tiga gerakan aktivis pesantren, yaitu gerakan pencerahan (tashwirul afkar), gerakan nasionalisme (nahdlatul wathan) dan gerakan kemandirian ekonomi (nahdlatut tujjar). Kehadiran NU pada 1926 itu tak lebih dari tahapan dari proses gerakan kebangsaan yang makin menguat memasuki abad 20.
Pada saat momentum Sumpah Pemuda, NU masih memasuki umur tahun ke-3. NU belum populer sebagai organisasi berbasis massa apalagi hidup di era penjajah. Namun meski masih bayi, tokoh-tokoh NU era itu bukanlah orang asing di dunia pergerakan. Karena itu NU pun mampu bergerak cepat.
Pelaku sejarah, almarhum Ruslan Abdul Gani mencatat NU tumbuh cepat dan nyaris merata. Sehingga terasakan dalam kelahiran NU terdapat jiwa self help. Ruslan menambahkan, deklarasi NU itu wujudnya adalah gerakan sistematis muslim desa yang termasuk mata rantai kebangkitan rakyat secara nasional.
Pada kesempatan ini saya merujuk pada dokumen institusi NU saja. Setahun sebelum deklarasi Sumpah Pemuda, tepatnya pada tanggal 9 Oktober 1927, para kiai NU dalam forum tertinggi NU memutuskan menabuh genderang perang kebudayaan. Para kiai NU menyasar pada pelarangan budaya Belanda yang tersimbolkan dalam ornamen mode pakaian.
Ahmad Syalabi (sejarawan Mesir) mencatat bahwa keputusan NU tahun 1927 tersebut bentuk perlawanan budaya para kiai terhadap penjajah. Perang kebudayaan yang digelorakan para kiai NU itu dalam implementasinya berwujud boikot dan delegitimasi atas budaya yang bersumber dari penjajah. Perang kebudayaan tersebut secara ekstrem juga berwujud legitimasi para kiai NU untuk berperang melawan penjajah. Keputusan NU tahun 1927 tentang perang kebudayaan secara langsung memang melahirkan hukum kewajiban muslim Nusantara untuk berperang mengangkat senjata. Sebab untuk kali pertama, NU menggolongkan penjajah saat itu sebagai kaum kafir yang harus diperangi dan ditundukkan.
Keputusan NU tahun 1927 untuk perang kebudayaan cepat tersosialisasi ke tengah masyarakat. Muslim Nusantara meresponnya dengan patuh dan dipraktikkan. Segala macam asesoris, ornamen, simbol yang berbau penjajah mendapatkan penolakan keras dari masyarakat desa. Selama satu tahun NU melakukan perang kebudayaan dengan berbagai konsekuensi turunannya. Babak selanjutnya terjadi pada tanggal 9 September 1928 saat NU menggelar Muktamar sebulan sebelum deklarasi Sumpah Pemuda.
Saat Muktamar NU 1928 tersebut para kiai memutuskan untuk melanjutkan perang kebudayaan menghadapi penjajah. Para kiai pun menambah agenda baru konfrontasi dengan Belanda dengan memasukkan isu ekonomi dan politik. Pada isu ekonomi para kiai melakukan delegitimasi mata uang penjajah. Sedangkan isu politik digulirkan dengan mempertanyakan keabsahan kekuasaan penjajah di bidang keagamaan. Maka menjelang Sumpah Pemuda, perlawanan para kiai NU maju dua langkah: pertama, menyisir dari kelemahan mata uang penjajah. Kedua, menyisir dari kelemahan kekuasaan penjajah di bidang keagamaan.
Satu bulan paska Muktamar NU ke-3, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda dideklarasikan. Tema besar Sumpah Pemuda cepat direspons masyarakat mengingat Sumpah Pemuda adalah bagian dari babak perjuangan anak bangsa, termasuk Nahdlatul Ulama. Inilah yang dimaksud Ruslan Abdul Ghani bahwa NU adalah bagian dari gerakan sistematik kebangkitan nasional.
Catatan ini memang tidak populer di tengah masyarakat Indonesia. Saifuddin Zuhri, Menteri Agama RI era Bung Karno, mengatakan NU memang tidak populer dan baru dikenal empat puluh tahun setelah kelahirannya. Saifuddin menambahkan popularitas NU baru muncul saat menjadi organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Sumpah Pemuda memang selayaknya selalu kita jadikan spirit membangun negeri. KH Mustofa Bisri dalam catatannya di hari Sumpah Pemuda tahun ini mengajak pemuda Indonesia untuk bangga dengan Indonesia. Sama seperti para kiai tahun 1927, Gus Mus (begitu biasanya beliau dipanggil) juga mengingatkan bahwa tidak sepatutnya menganggap semua hal yang berasal dari luar bangsa kita itu lebih baik. Wallahu A’lam
Read more ...

Tuesday 27 October 2015

Program Unggulan & kontak Lazisnu Gunungkidul

Nu’Preneur
Program pemberdayaan ekonomi mikro melalui pemberian modal usaha bergulir agar tercipta kemandirian usaha. Program Nu’Preneur dijabarkan dalam program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PPM).

Nu’Skill
Program pembekalan keterampilan untuk anak-anak yatim dan dhuafa yang putus sekolah yang masih usia produktif sehingga mereka memiliki bekal untuk bekerja. Program ini dijabarkan melalui pembukaan Pusat Pemberdayaan Ummat (PPU)

Nu’Smart
Program layanan mustahik untuk biaya pendidikan dan beasiswa kepada para siswa, santri dan mahasiswa yang tidak mampu. Program ini dijabarkan melalui program beasiswa pendidikan anak pemulung, beasiswa santri dhuafa, beasiswa guru terpencil, beasiswa guru TPQ/PAUD/MI, dan lain-lain.

Nu’Care
Program tanggap darurat untuk bencana, layanan mustahik untuk bantuan kemanusiaan, bantuan hidup, bantuan kesehatan, ibnu sabil dan bantuan aksi kemanusiaan lainnya. 


Donasi

REKENING BRI CABANG WONOSARI
NOMOR: 0153-01-010632-53-9
a.n. LAZIS NU GUNUNGKIDUL

REKENING BPD CABANG WONOSARI
NOMOR: 002.211.012504
a.n. LAZIS NU GUNUNGKIDUL
 

Kontak Kami

Kantor PCNU Gunungkidul, Jln. Tentara Pelajar Tegalmulyo Kepek Wonosari Telp. 085228075687

www.lazisnugunungkidul.blogspot.com



SMS Center & Layanan Jemput Zakat
085228075687

 
Read more ...

Apa Beda Zakat, Infak, Shadaqah dan Wakaf Uang

Infak adalah menggunakan atau membelanjakan harta-benda untuk pelbagai kebaikan, seperti untuk pergi haji, umrah, menafkahi keluarga, menunaikan zakat, dan lain sebagainya. Oleh karena itu orang yang menghambur-hamburkan atau yang menyia-nyiakan harta bendanya tidak bisa disebut munfiq (orang yang berinfak). Pengertian Infak ini sebagaimana dikemukakan Imam Fakhruddin ar-Razi:
وَاعْلَمْ أَنَّ الْإِنْفَاقَ هُوَ صَرْفُ الْمَالِ إِلَى وُجُوهِ الْمَصَالِحِ ، فَلِذَلِكَ لَا يُقَالُ فِي الْمُضَيِّعِ إِنَّهُ
"Ketahuilah bahwa Infak adalah membelanjakan harta-benda untuk hal-hal yang mengandung kemaslahatan. Oleh karena itu orang yang menyia-nyiakan harta bendanya tidak bisa disebut sebagai munfiq (orang yang berInfak). (Fakhruddin ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, Bairut-Daru Ihya` at-Turats al-‘Arabi, tt, juz, 5, h. 293).
Salanjutnya shadaqah, menurut ar-Raghib al-Ishfani adalah harta benda yang dikeluarkan orang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
مَا يُخْرِجُهُ الإْنْسَانُ مِنْ مَالِهِ عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ كَالزَّكَاةِ ، لَكِنِ الصَّدَقَةُ فِي الأْصْل تُقَال لِلْمُتَطَوَّعِ بِهِ ، وَالزَّكَاةُ لِلْوَاجِبِ
"Shadaqah adalah harta-benda yang dikeluarkan orang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Namun pada dasarnya shadaqah itu digunakan untuk sesuatu yang disunnahkan, sedang zakat untuk sesuatu yang diwajibkan". (Abdurrauf am-Manawi, at-Tauqif fi Muhimmat at-Taarif, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1410 H, h. 453)
Sedangkan zakat merupakan salah satu rukun Islam dan wajib ditunaikan jika sudah memenuhi ketentuan-ketentuannya. Para ulama mendefiniskan zakat sebagai berikut:
اسْمٌ لِقَدْرٍ مَخْصُوصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوصٍ يَجِبُ صَرْفُهُ لِأَصْنَافٍ مَخْصُوصَةٍ
"Zakat adalah sebuah nama untuk menyebutkan kadar harta tertentu yang didistribusikan kepada kelompok tertentu pula dengan pelbagai syarat-syaratnya". (Muhammad al-Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Marifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 1, h. 368)
Dari penjelasan di atas setidaknya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Bahwa Infak itu lebih umum karena mencakup juga shadaqah dan zakat. Sedangkan shadaqah adalah apa yang diberikan oleh seseorang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dan tercakup di dalamnya adalah zakat.
Bedanya, zakat itu merupakan shadaqah wajib yang diambil dari harta yang tertentu seperti emas, perak (atau harta simpanan), dan binatang ternak. Disamping itu zakat diberikan kepada kalangan tertentu yang jumlahnya delapan (al-ashnaf ats-tsamaniyah), dan pada waktu tertentu juga.
 
Dengan kata lain, shadaqah itu ada dua. Yang pertama adalah shadaqah wajib yang disebut zakat. Kedua adalah shadaqah tathawwu` atau shadaqah sunnah. Shadaqah tathawwu` tidak harus diberikan ke delapan golongan yang wajib menerima zakat. Namun kata shadaqah kemudian lebih digunakan untuk shadaqah tathawwu` untuk membedakan dengan istilah zakat.
Hal lain yang juga membedakan shadaqah tathawwu` adalah shadaqah tathawwu` lebih utama diberikan secara diam-diam, sedangkan zakat lebih utama diberikan secara terbuka, agar bisa menjadi taulan bagi yang lainnya.
نَقَلَ الطَّبَرِيُّ وَغَيْرُهُ الإْجْمَاعَ عَلَى أَنَّ الإْخْفَاءَ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ أَفْضَلُ ، وَالإْعْلاَنَ فِي صَدَقَةِ الْفَرْضِ
"Imam ath-Thabari dan ulama lainnya telah menukil ijma bahwa diam-diam dalam memberikan shadaqah tathawwu` itu lebih utama, dan memperlihatkan dalam memberikan shadaqah wajib (zakat) itu lebih utama". (Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyah Kuwait, al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Bairut-Dar as-Salasil, cet ke-2, 1404 H, juz, 2, h. 287).
Demikian penjelasan singkat ini semoga bisa bermanfaat. Jadi kesimpulan sekaligus saran kami begini: Belanjakan harta benda Anda untuk hal-hal yang membawa kemaslahatan (Infak), tunaikan kewajiban zakat jika sudah terpenuhi semua ketentuannya, dan jika ada rezeki lebih bersedekahlah dengan cara diam-diam agar terhindar dari riya. (Mahbub Maafi Ramdlan)
Read more ...

Jenis-jenis Sedekah Menurut Rasulullah SAW

Sedekah termasuk amalan yang bersifat sosial (al-muta’ddiyah). Artinya, manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh orang yang mengerjakannya, namun juga dirasakan oleh banyak orang lain.  Selama ini sedekah dipahami sebatas pemberian sejumlah uang kepada orang miskin atau mereka yang tidak mampu. Sehingga, seakan-akan sedekah hanya “dimonopoli” oleh orang kaya atau kalangan tertentu yang mumpuni secara finansial semata.

Padahal sedekah bisa dilakukan oleh siapapun termasuk orang yang tak berpunya sekalipun. Sebab sedekah tidak selalu berati pemberian materi. Sedekah juga bisa bermakna pemberian yang bersifat non-materi. Semisal, membantu orang lain, menyingkirkan duri di jalan, berbicara dengan bahasa yang santun dan sopan, dan lain-lain. Pemahaman ini merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah berikut.

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anggota badan manusia diwajibkan bersedekah setiap harinya selama matahari masih terbit; kamu mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah; kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah sedekah; setiap langkah kakimu menuju tempat sholat juga dihitung sedekah; dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah.” HR Bukhari dan Muslim.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sedekah di sini adalah sedekah yang dianjurkan, bukan sedekah wajib. Ibnu Bathal dalam Syarah Shahih al-Bukhari menambahkan bahwa manusia dianjurkan untuk senantiasa menggunakan anggota tubuhnya untuk kebaikan. Hal ini sebagai bentuk rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah Subhahanu wa Ta’ala.

Penulis kitab ‘Umdatul Qari Badruddin al-Ayni berpendapat bahwa segala amal kebaikan yang dilakukan atas dasar keikhlasan, ganjaran pahalanya sama dengan pahala sedekah. Sebab itu, seluruh bagian dari anggota tubuh kita yang digunakan untuk kebaikan, dinilai oleh Allah SWT sebagai sedekah berdasarkan hadis yang disebutkan di atas.

Bahkan dalam kitab Adab al-Mufrad, al-Bukhari meriwayatkan, apabila seorang tidak mampu untuk melakukan perbuatan yang disebutkan di atas, minimal ia menahan dirinya untuk tidak menganggu orang lain. Karena secara tidak langsung, ia sudah memberi (sedekah) kenyamanan dan menjaga kesalamatan orang banyak.

Selama kita mampu melakukan banyak hal, peluang untuk bersedekah masih terbuka luas. Sedekah tidak hanya berupa uang, tetapi juga memanfaatkan anggota tubuh kita untuk orang banyak.

Para ulama mengatakan, amalan-amalan yang disebutkan dalam hadis di atas hanya sekedar contoh, bukan membatasi. Penafsiran hadis ini masih bisa diperluas cakupannya.

Singkatnya, segala bentuk amalan yang dilakukan anggota tubuh kita, akan dinilai sebagai sedekah oleh Allah SWT bila dilakukan dengan penuh keikhlasan termasuk sembahyang Dhuha.Wallahu a’lam(Sumber: NU Online, Hengki Ferdiansyah)
Read more ...
Designed By