SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG NAHDLATUL 'ULAMA KECAMATAN SEMIN GUNUNGKIDUL

Sunday 24 May 2015

PAC IPNU IPPNU Kecamatan Semin Selenggarakan outbond


Gunungkidul NU Online
Guna memberikan penyegaran pengurus, Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU Kecamatan Semin menggelar kegiatan outbond di lokasi wisata air terjun ngluwur wonogiri Jawa tengah selama 1 hari penuh ahad 24 mei 2015.

Kegiatan yang diikuti 35 pengurus IPNU-IPPNU itu, menghadirkan dua Pengurus Cabang IPNU Kabupaten Gunungkidul untuk memberikan semangat pada rekan dan rekanita IPNU IPPNU Semin.

Berbagai materi game yang berhubungan dengan kerja sama kelompok, kebersamaan, memecah masalah dan  tanggung jawab sebagai pemimpin diperagakan peserta  dengan penuh kebersamaan dan kegembiraan. Apalagi di tengah puncak air terjun yang sangat indah ini,  menambah keasyikan tersendiri bagi peserta untuk bermain-main namun penuh makna.

Acara yang berakhir menjelang sore hari itu, lahir satu komitmen peserta untuk kembali aktif berorganisasi dengan satu semboyan yang sama yaiti Belajar,  Berjuang Bertaqwa.

Ketua PAC IPNU Semin Aziz Yulianto mengatakan acara ini dimaksudkan memberikan suasana baru bagi pengurus IPNU-IPPNU yang sedang mengalami kelesuhan berorganisasi. Terutama pada masalah kebersamaan, kesadaran tanggung jawab pada diri pengurus sekarang ini mulai melemah sehingga mempengaruhi kinerja organisasi.

“Makanya melalui kegiatan ini, diharapkan pengurus bisa fresh,  kebersaman maupun kesadaran akan  tumbuh  kembali. Dan Alhamdulillah, dalam acara ini telah muncul satu komitmen untuk semangat dan bertanggungjawab membesarkan IPNU-IPPNU.” ujar Aziz Yulianto usai acara.

Hal sama juga disampaikan oleh ketua PAC IPPNU Semin Desi Risnawati Menurutnya, kegiatan out bond semacam ini perlu dikembangkan setiap saat. Selain mempunyai nilai rekreatif juga ada  nilai pendidikannya terutama yang berkaitan kebersamaan dan kesadaran dalam berkelompok.

Selain itu Pembina PAC IPNU IPPNU Kecamatan Semin Marhaban Husni S.Ag menuturkan “Organisasi bisa besar bila selalu terjalin kebersamaan dan kerja sama semua pengurus, Untuk membangun hal itu, bisa melalui beberapa cara dan salah satu yang sangat efektif adalah melalui kegiatan-kegiatan out bond seperti ini.” . (Khairul Rasyid)

Read more ...

Tuesday 19 May 2015

Di Malaysia, Ustadz Idrus Ramli Pesan Jangan Gampang Mengafirkan

Selangor, NU Online
Ustadz Idrus Ramli menyerukan kepada segenap Nahdliyyin dan umat Islam pada umumnya untuk tidak gampang mengafirkan orang lain. Menurutnya, agama tidak menolak tradisi sama sekali. Ia menerima kearifan lokal, selama kearifan tersebut memang tidak bertentangan dengan subtansi ajaran agama.

Ia juga memberi contoh sekaligus memuji peran Wali Songo dalam penyebaran agama Islam. Jika di daerah Asia Selatan atau daerah lainnya, Islamisasi terjadi salah satunya melalui peperangan, maka Islamisasi di tanah Nusantara melalui jalan damai.

Dewan Pakar Aswaja NU Center Jawa Timur ini menyampaikan hal tersebut dalam peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad yang diadakan Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Malaysia di Selangor, Malaysia, Jumat (15/5).

Dalam kesempatan itu, Idrus Ramli juga menyampaikan bahwa Isra dan M’iraj mesti dimaknai ke dalam beberapa hal. Di antaranya, perjalanannya yang begitu cepat melukiskan betapa perubahan pada manusia akhir zaman juga berlaku begitu cepat seperti teknologi, norma sosial, dan aspek-aspek kemodernan lainnya. Makanya, tuturnya, umat Islam terutama Nahdliyyin harus waspada dan mampu menjaga diri dari tantangan modernitas tersebut.

Kegiatan yang dihadiri sekitar 500 orang itu berlangsung meriah. Ketika penceramah datang langsung disambut dengan alunan rebana bertajuk thala’a al-badru ‘alaina. Ketua panitia, Saifuddin, menjelaskan, pihaknya dalam acara kali ini ingin memunculkan nuansa lebih akademis. Karenanya, acara inti yang pada acara-acara sebelumnya biasa diisi dengan ceramah monolog saja, kini disisipi sesi tanya jawab. Tahun sebelumnya, kegiatan yang sama juga dilaksanakan di kampung Payajaras. (Azis Ahmad/Mahbib)

Read more ...

Saturday 16 May 2015

Rasulullah, Raja, hingga Ulama Ternyata Juga Memakai Akik

Jakarta, NU Online
Kesukaan manusia terhadap batu mulia atau akik ternyata sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala, bahkan sebelum berkembangnya agama Islam. Hanya saja, fenomenanya mungkin tidak seperti demam akik yang sekarang melanda Indonesia.

KH Said Aqil Siroj menjelaskan, Rasulullah memakai akik Yaman. Karena itulah ada yang menganggap memakai akik sebagai hal yang mustahab, atau sunnah dalam tingkatan yang rendah. Kiai Said menjelaskan, sunnah bertingkat-tingkat, mulai dari sunnah muakkad, ghoiru muakkad sampai dengan mustahab.

“Rasulullah memang memakai cincin, bahkan beliau menyerukan mas kawin pakai cincin,” katanya. 

Selain Rasulullah para raja dalam sejarah Islam seperti Harun Al Rasyid, salah satu raja gemilang dalam Islam juga selalu memakai cincin. 

“Imam Syahrowardi, salah satu ulama berpengaruh dalam Islam juga memakai batu cincin,” paparnya.

Ia menambahkan, ada kitab yang secara khusus  membahas tentang cincin, yaitu Al Jawahir atau Book of Precious Stones karangan Imam al Biruni.  Al Biruni mengklasifikasikan setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan, serta beratnya.

“Saya belum membaca detail. Katanya kalau merah katanya berani. Kalau kuning pengasihan, kalau biru dan hijau itu dingin dan sejuk,” katanya.

Kiai Said mengungkapkan, mempercayai sebuah batu memiliki kekuatan lebih dibandingkan dengan batu biasa juga boleh karena proses pembentukan batu tersebut memang berbeda dengan batu biasa sehingga secara rasional pun, nilainya berbeda. Karena itulah, batu jenis tertentu dianggap sebagai batu mulia.

“Memandang batu sebagai bagian dari seni boleh, lebih dari itu juga boleh-boleh saja,” imbuhnya. 

Ia sendiri memiliki beberapa koleksi batu mulia, tetapi tidak banyak. “Saya memakai blue safir,” katanya sambil menunjukkan lingkaran batu indah yang ada di jarinya. Jenis lain yang dimiliki adalah zamrud. (mukafi niam)

Read more ...

Friday 15 May 2015

Menjawab Salam dari Televisi


Mengenai hal ini ada keterangan lanjutan yang berhubungan dengan musallam alaih yaitu pihak yang diberi salam. Apabila yang diberi salam adalah satu orang maka orang itu fardhu ain menjawabnya. Tetapi jika salam itu ditujukan orang banyak atau publik maka menjawabnya hukumnya fardhu kifayah.
Berucap salam bagi sesama muslim bukanlah sekedar basa-basi. Bukanpula sekedar pemanis pergaulan semisal sopan santun. Tetapi lebih dari itu, karena dalam salam terkandung hikmah dan do’a. Dalam hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Abdullah ibn Amr ra. Berliau pernah bersabda ketika menjawab pertanyaan seseorang mengenai macam amal yang terbaik, beliau menjawab:

تطعم الطعام وتقراء السلام على من عرفت ومن لم تعرف

Berikanlah makanan dan ucapkan salam kepada orang yang kau kenal dan orang yang tidak kau kenal (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadits lain beliau juga bersabda “wahai manusia, ucapkanlah salam, berilah makanan, sambunglah ikatan kekerabatan (silaturrahim) dan shalatlah ketika orang-orang sedang tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat.

Dari keterangan di atas ulama bersepakat bahwa mengucap salam hukumnya adalah sunnah, tetapi menjawab salab hukumnya wajib. Meski demikian mengucap salam tetap lebih afdhal dibandingkan dengan menjawab salam. Meskipun komitmen hukumnya lebih tinggi menjawab salam sebagai  sebuah kewajiban.

Kasus seperti ini merupakan pengecualian (mustastsnayat) dari qaidah fiqhiyyah yang menyatakan bahwa perkara wajib lebih utama dari pada perkara sunnah. Pantas saja, mengingat jawaban salam ada karena ada orang yang mengucapkan.

Nah permasalahnnya kemudian bagaimanakah hukumnya menjawab salam yang dilontarkan dari dalam televisi, wajibkah di jawab? Mengenai hal ini ada keterangan lanjutan yang berhubungan dengan musallam alaih yaitu pihak yang diberi salam. Apabila yang diberi salam adalah satu orang maka orang itu fardhu ain menjawabnya. Tetapi jika salam itu ditujukan orang banyak atau publik maka menjawabnya hukumnya fardhu kifayah. Artinya sudah gugur kewajiban membalas salam apabila ada salah satu dari pemirsa yang menjawab. Tetapi jika tidak ada yang menjawab satupun semua pemirsa menanggung dosa.

Read more ...

Islam, Prostitusi, dan Pencegahan AIDS


Oleh KH MA Sahal Mahfudh
AIDS merupakan penyakit yang relatif baru dikenal oleh para ahlinya. Bahaya penyakit ini, seperti banyak dimuat media massa, sangat besar. Penderita penyakit itu kebanyakan berakhir dengan kematian, sebelum dokter sanggup mengobati. Belakangan, penyakit mematikan itu sangat tinggi tingkat penyebarannya. Sementara sarana penularan AIDS belum banyak diketahui secara jelas.

Mengetahui cara penularan ini sebenarnya menjadi penting dan berpengaruh besar bagi pencegahannya, selama pengobatan dan imunisasi secara medis belum mampu memberi jawaban atas bahaya penyakit itu terhadap manusia. Dengan menghindari cara penularan sejauh mungkin, penyakit AIDS diharapkan mampu dibendung.

Penularan AIDS pada umumnya melalui hubungan seksual. Penderita AIDS, banyak terdapat pada pria homoseks dan belum pernah ditemukan di kalangan wanita lesbian. Di samping melalui hubungan seks, sebab lain adalah tranfusi darah, jarum suntik yang telah digunakan pecandu narkotika dan sejenisnya, serta kehamilan atau persalinan. Yang patut mendapat pembahasan dari dimensi Islam adalah soal hubungan seksual, prostitusi dan kesehatan secara umum, kaitannya dengan pencegahan penularan AIDS.

Syari'ah Islam pada dasarnya mengatur hal ihwal manusia sebagai makhluk individual maupun sosial dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan alam. Syari'ah ini dalam konsep fiqih sosial dijabarkan dalam beberapa komponen. Komponen-komponen itu meliputi; 'ibadah -formal (terikat oleh ketentuan syarat dan rukun) dan non-formal (bebas dari ketentuan syarat dan rukun); mu'amalah, berkaitan dengan hubungan antar manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup jasmani; munakahah, tata cara pernikahan dan berkeluarga dengan segala aspeknya; mu'asyarah, mengatur tata cara pergaulan manusia dalam berbagai komunitas; jinayah, yang ada hubungannya dengan perilaku pidana beserta sanksi-sanksinya; qadla', mengatur tata cara pengadilan dan hukum acara sekaligus; terakhir jihad, berkaitan dengan pertahanan dan keamanan.

***

Dalam perspektif fiqih, persoalan AIDS akan ditinjau melalui pengaturan Islam terhadap kesehatan secara umum, khususnya soal hubungan seksual dan prostitusi. Manusua sendiri memang tidak dapat melepaskan diri dari tiga soal itu. Dalam kerangka takdir -ketetapan Allah- manusia diletakkan pada suatu proses, dalam keadaan sehat dan sakit, serta tahapan berikhtiyar memberi makna bagi cobaan Allah dalam hidupnya.

Dengan derajat yang berbeda-beda, semua orang memiliki pengertian tentang kesehatan bagi diri dan keluarganya. Namun sering kali pandangan masyarakat tentang kesehatan masih terlalu sempit dan terisolasi. Sebagian besar orang beranggapan, seseorang itu sehat bila ia berada dalam keadaan tidak sakit dan cacat secara fisik. Kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang alami, akan menimpa setiap orang, sehingga tak perlu dipermasalahkan lagi.

Orang baru sadar akan pentingnya kesehatan, bila suatu saat dirinya atau anggota keluarganya menderita sakit atau mendapat kecelakaan yang menyebabkan cacat. Dengan kata lain, pengertian tentang kesehatan dipersempit sedemikian rupa, menjadi hanya upaya mencari pengobatan terhadap penyakit yang sedang diderita. Yang terjadi barulah kesadaran akan sakit dan berobat.

Kesehatan juga diperlukan oleh banyak orang seca ra statis belaka. Jarang ada orang yang secara sadar berpikir untuk menciptakan dirinya sehat dan secara antisipatif menjauhkan diri dari penyakit. Kalau toh seseorang sadar akan hal itu, tidak semua orang bisa melakukannya secara baik. Upaya-upaya untuk menangkal timbulnya penyakit, atau melestarikan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan pada saat seseorang merasa sehat, kurang diperhatikan Kendatipun masyarakat menyadari, kesehatan amat penting untuk menunjang ikhtiar mencapai taraf kehidupan dan keberagamaan yang baik.

Dalam pandangan yang sempit dan terisolasi, banyak orang tidak mengkaitkan aspek kesehatan dengan berbagai aspek kehidupan yang lain. Kadang-kadang hal itu hanya dikaitkan dengan aspek sosial ekonomi saja. Pemahaman agama Islam yang menyangkut kesehatan kurang diaplikasikan atau direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Terjadilah kesenjangan antara nilai ukhrawi dan duniawi. Sistem nilai ukhrowi yang diatur oleh agama di satu sisi, terpisah dengan sistem nilai duniawi. Suatu contoh sederhana, dalam promosi kesehatan mengenai kebersihan kurang atau tidak dikaitkan dengan anjuran agama tentang al-nandhafah (kebersihan jasmani, pakaian mau pun lingkungan), walaupun ia sebenarnya telah memahaminya.

Setiap manusia yang lebih mulia dari sekian banyak makhluk Allah yang lain, telah dibekali dua kekuatan sangat mendasar, sebagai sarana untuk mencapai puncak tujuan hidupnya, sa'adatud darain (kebahagiann duniawi dan ukhrawi). Dua kemampuan itu adalah quwwah nadzariyah (kekuatan berpikir) dan quwwah 'amaliyah (kekuatan fisik). Ini sebagai bekal untuk berikhtiar memenuhi berbagai taklifat (tugas) yang diwajibkan Allah.

Dalam kaitan memenuhi taklifat dan ikhtiar itu, aspek kesehatan dipandang sangat penting, sebagai prasyarat yang harus dimiliki semna mukallaf. Kesehatan untuk melestarikan dan meningkatkan kualitas dua kemampuan di atas, sehingga manusia mampu berilmu dan beramal sebanyak-banyaknya.

Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya 'Ulumuddin juz II mengatakan, tujuan hidup bagi orang-orang yang berakal adalah bertemu Allah Ta'ala di Dar al-Tsawab (surga), dan tidak ada jalan lain untuk mencapai tujuan itu, kecuali dengan ilmu dan amal. Dan ilmu serta amal tiada mungkin ditekuni atau dicapai tanpa kesehatan dan keselamatan badan.

Islam telah meletakkan bagi badan manusia, suatu tatanan syari'at khusus yang mengatur pemeliharaan badan jasmani dari penyakit, karena eratnya hubungan antara unsur rohani dan unsur jasmani. Dalam surat al-Baqarah ayat 247 Allah berfirman, "Sesunggahnya Allah telah memilih Thalut dan memberikan kepadanya dua kelebihan; keluasan ilmu dan kesempurnaan jasmani." Ini tentu saja tidak dapat meninggalkan aspek kesehatan.

Islam juga memperhatikan prinsip, memelihara kesehatan dan menangkal penyakit lebih baik daripada mengobati penyakit yang sudah menjangkiti tubuh. Dalam hal ini di dalam ajaran Islam ada empat pencegahan. Pertama, kebersihan (nadzafah) yang tercermin dalam wudlu', mandi, siwak (menggosok gigi), mencuci pakaian, memotong kuku dan rambut dan lain-lain.

Kedua, pelarangan makanan dan minuman yang tidak baik atau merusak kesehatan. Ini sudah ditegaskan dalam surat al-Baqarah ayat 172-173 dan surat al-Ma'idah ayat 90. Dalam ayat 30 surat al-A'raaf Allah menegaskan, "Dan, makanlah serta minumlah kalian, namun jangan melampaui batas". Batas kuantitas mau pun batas kualitas dalam arti, keseimbangan antara kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang diperlukan bagi setiap insan, menurut kandungan zat dan mineral yang diperlukan untuk memelihara kesehatan.

Ketiga, kesehatan umum. Dalam hal ini Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, "Setiap penyakit itu ada obatnya, maka bila obat itu menyentuh penyakit, ia akan menjadi sembuh dengan izin Allah". Dalam Islam berlaku karantina demi kesehatan umum. Rasulullah bersabda pula dengan riwayat ashhab al-sunan, "Manakala di satu daerah wabah berjangkit, janganlah kalian masuk di dalamnya. Dan apabila berjangkit wabah di satu daerah di mana kalian sedang ada di situ, janganlah kalian keluar dari situ".

Bahkan pencegahan penularan penyakit seperti itu juga berlaku bagi hewan selain manusia, sebagaimana sabda Rasulullah riwayat Bukhori dan Muslim, "Jaanganlah mendekat pemilik onta yang sakit pada pemilik onta yang sehat, agar penyakit itu tidak terjangkiti". Yang keempat, olah raga (riyadlah). Hal ini tercermin dalam tingkah laku shalat, puasa dan laranganmenggunakan tenaga fisik melampaui batas maksimal.

Islam juga mengenal konsep yang ditentang kesehatan. Di dalamnya tercakup pengertian sihhah (kesehatan), ialah keadaan jasmani yang memungkinkan seluruh faal tubuh manusia berjalan dengan baik dan normal. Di atas pengertian sihhah itu ada pengertian 'afiyah, ialah keadaan yang lebih utama dan luas dari sihhah, yang dampaknya menjangkau kebahagiaan manusia, di dunia dan akhirat kelak. Rasulullah dalam hal itu bersabda dengan riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim, "Tidaklah berbahaya kekayaan bagi orang yang bertaqwa. Dan kesehatan bagi orang yang bertaqwa adalah lebih baik daripada kekayaan". Dalam hadits lain riwayat An-Nasa'i beliau juga mengatakan, "Mohonllah ampunan dan 'afiyah kepada Allah, karena tak seorangpun diberi sesuatu olehNya yang lebih baik setelah keyakinan (keimanan), kecuali mu'afah ('afiyah)."

***

BAGAIMANA Islam mengatur hubungan seksual yang sehat sebagai pencegahan dini terhadap penularan AIDS? Sebab-sebab penularan AIDS antara lain melalui hubungan seks. Islam mengklasifikasi hubungan seks dalam berbagai cara:

Antara suami istri (yang secara legal sesuai dengan ketentuan lembaga pernikahan yang lazim).
Antara lelaki lain perempuan, bukan suami-istri yang dilakukan secara syubhat. Misalnya seorang lelaki dalam keadaan tertentu menyetubuhi wanita yang diduga isterinya, ternyata bukan.
Antara lelaki dan wanita di luar pernikahan, yang lazim disebut "kumpul kebo" mau pun perzinaan atau prostitusi bebas.
Antara sesama lelaki yang sering disebut homoseks, dengan cara memasukkan kelamin lelaki ke dalam dubur sejenisnya, yang disebut liwath mau pun memasukkannya antara dua pangkal paha sejenisnya, yang disebut mufakhodzah.
Ada juga yang dilakukan antara sesama wanita lesbian, yang disebut musahaqoh.
Bahkan hubungan seks untuk mencari nafsu kelezatan sering juga dilakukan tanpa hubungan dengan orang lain, tetapi dengan tangan sendiri atau alat lain (onani) yang disebut istimna'.
Ada juga hubungan seks yang dilakukan seseorang dengan hewan, yang disebut ityanul bahimah.
Hubungan seks yang dilakukan dengan cara (a) dan (b) dalam Islam kiranya telah jelas dari sisi hukumnya. Bahkan untuk yang pertama para pelakunya mendapat pahala. Akan tetapi bila dilakukan lewat dubur, meskipun dengan isterinya sendiri, ada beberapa pendapat ulama yang berselisih. Imam Syafi'i dan Abu Hanifah mengharamkan berdasarkan sebuah hadits, "Maka janganlah kalian menyetubuhi istrimu lewat duburnya". Imam Malik berpendapat boleh, sama halnya pada qubulnya. Sedangkan dengan cara (c) akan dibahas tersendiri pada bab berikutnya.

Adapun hubungan seks antara sesama lelaki dengan cara liwath mau pun mufakhodzah, para ulama sepakat hukumnya haram, bahkan dianggap suatu perilaku yang sangat jijik, keji dan melebihi hewan. Hanya saja dalam menentukan sanksinya ada tiga pendapat. Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal memberikan sanksi dibunuh, bagi pelaku mau pun lawannya. Dasar hukumnya adalah hadits riwayat Imam Khomsah kecuali Nasa'i, "Bila kalian menemukan seseorang mengerjakan pekerjaan kaum Luth (yaitu liwath), maka bunuhlah yang pelaku dan pelakunya".

Golongan Syafi'iyah berpendapat, hukumannya sama dengan zina, berdasar hadits, "Apabila ada lelaki menyetubuhi sesama lelaki, maka keduanya adalah berbuat zina". Pendapat golongan Hanifah, bahwa hal itu tidak sama dengan zina. Sanksinya cukup dengan ta'zir.

Hubungan seks antara sesama wanita yang disebut muzahaqah atau dengan hewan, para ulama sepakat pula keharamannya dan sepakat mengenai sanksinya, cukup dengan ta'zir. Sedangkan onani (istimna'), Imam Syafi'i berpendapat bahwa hukumnya haram. Imam Al-Ala' bin Ziyad berpendapat, hal itu boleh. Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan, hal itu lebih baik daripada zina.

Pada dasarnya, para ulama yang berpendapat haram melakukan hubungan seks antara sesama lelaki atau sesama perempuan atau yang tidak lazim dan tidak wajar, bertolak dari firman Allah surat Al-Mu'minun, "Dan orang-Orang yang memelihara farjinya kecuali untuk isterinya atau budaknya, maka mereka tiada tercela. Barangsiapa melakukan di luar hal tersebut, maka mereka itulah orang-orang yang berdosa dan melampaui batas".

Kebutuhan biologis manusia berupa kepuasan seksual, bagi Islam bukan sekedar watak manusiawi yang tanpa makna. Sebagai makhluk individu maupun sosial, manusia diciptakan Allah dilengkapi oleh dua kekuatan mendasar, yaitu kekuatan berfikir (quwwah nadhariyah) dan kekuatan fisik (quwwah 'amaliyah). Allah juga memberikan berbagai taklifat (tanggung jawab), agar manusia mampu meningkatkan kualitas dan kesempurnan hidupnya. Dalam hal ini, manusia bukan saja menghadapi tuntutan rasio berupa ilmu, atau tuntutan fisik berupa pemenuhan sandang, papan dan pangan. Ada juga tuntutan kesehatan jasmani dan rohani.

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat menghindari pergaulan sesama. Ia punya kebebasan bergaul dan memasuki berbagai komunitas yang beragam latar belakangnya. Namun kebebasan itu tidak selamanya absolut. Tentu ada batas-batas tertentu yang secara normatif disetujui oleh masyarakat mau pun ajaran agama yang ia yakini kebenarannya. Tanpa batasan itu, ia akan kehilangan kesempurnaan dan kemuliannnya, karena ia akan terjebak pada kebejatan moral yang tidak mustahil merusak jasmani.

Kebebasan yang dilakukan secara absolut, sering diterapkan orang pada kebebasan bergaul antara lelaki dan wanita. Memang pada komunitas tertentu, hal itu masih bernilai positif. Akan tetapi bila sudah meningkat pada kebebasan hubungan seksual, sadar atau tidak hal itu mengakibatkan perilaku yang abnormal, dari pandangan sosial mau pun agama. Akibat lebih jauh adalah timbulnya kerusakan moral dan kehormatan yang tidak jarang mengakibatkan kerusakan jasmani. Berjangkitnya penyakit kelamin seperti AIDS, lahir dari kebabasan seksual, tanpa kontrol terhadap kebersihan lawan seks.

***

Prostitusi atau perzinaan menurut pengertian masyarakat luas adalah persenggamaan antara pria dan wanita tanpa terikat oleh piagam pernikahan yang sah. Perbuatan ini dipandang rendah dari sudut moral dan akhlak, dosa menurut agama, tercela dan jijik menurut penilaian masyakat di Indonesia. Akan tetapi belakangan, prostitusi semakin dianggap sebagai hal yang wajar dan biasa. Bahkan ironisnya ada yang beranggapan, prostitusi adalah salah satu profesi, lahan bisnis untuk tujuan ekonomi.

Pengertian zina menurut Islam, seperti dijabarkan dalam fiqih, ada tiga pendapat:

Menurut Syafi'iyah, zina adalah perbuatan lelaki memasukkan penisnya ke dalam liang vagina wanita lain (bukan isterinya atau budaknya) tanpa syubhat.
Menurut Malikiyah, zina adalah perbuatan lelaki menyenggamai wanita lain pada vagina atau duburnya tanpa syubhat.
Menurut Hanafiyah, ia adalah persenggamaan antara lelaki dan wanita lain di vaginanya, bukan budaknya dan tanpa syubhat.
Pandangan Islam tentang zina dan prostitusi sudah dimaklumi, bukan saja oleh kalangan Islam sendiri, tapi juga oleh masyarakat luas yang berlainan agama. Di samping hukumnya haram dan termasuk dosa besar, Islam memandang perbuatan itu sebagai tindakan tercela dan punya sanksi berat.

Islam tidak membedakan, apakah tindakan zina dilakukan atas dasar suka sama suka, paksaan, oleh bujangan, suami atau isteri. Tidak beda pula, apakah ada tuntutan ke pengadilan atau tidak, semuanya dipandang sebagai perbuatan zina.

Begitu besarnya bahaya zina bagi pelakunya sendiri mau pun masyarakat, A1-Qur'an menguraikan beberapa hukum dan larangan yang berkaitan dengan zina, antara lain:

Larangan melakukannya.
Larangan mendekatinya.
Larangan menikahi wanita pezina kecuali bagi lelaki pezina atau musyrik.
Diberlakukannya li’an.
Mendapat kemarahan Allah.
Mendapat laknat Allah.
Melakukan dosa besar.
Dilipatgandakan azabnya.
Mendapat had 100 kali.
Diasingkan 1 (satu) tahun.
Dianggap fakhisyah (perbuatan jijik).
Dan lain-lain.
***

Upaya pelarangan zina dan kebebasan seksual lainnya, dengan alasan penyakit jasmani mau pun rohani, sebelum ditemukannya penyakit AIDS, sudah cukup lama dilakukan. Pendekatan yang sering diupayakan masih bersifat simtomatif atau hanya mengendorkan sementara saja. Pendekatan kausatif dengan menelusuri latar belakang pelakunya, belum banyak dilakukan. Padahal pendekatan terakhir itu, dengan menepis sebab-sebab yang mengakibatkan timbulnya perbuatan zina dan kebebasan seks, merupakan kunci utama untuk mengatasi hal itu.

Islam melalui konsep fiqih mau pun petunjuk ayat Al-Qur'an dan Hadits telah memberikan petunjuk mengenai langkah-langkah menghindari tindakan amoral itu lebih dini.

Dalam hal pergaulan pria dan wanita, ajaran Islam membedakan antara status mahrom dan bukan mahrom. Bagi pria dengan wanita bukan mahrom, tidak diperkenankan memandangi, apalagi menyentuh dan meraba, tanpa tutup atau sarung tangan. Kholwah menyendiri berduaan, antara dua jenis kelamin bukan mahrom juga dilarang.

Aurat wanita di hadapan lelaki bukan mahrom diatur begitu rupa, meliputi seluruh tubuhnya. Kecuali dalam keadaan tertentu, mereka diperkenankan melihat atau meraba. Dalam bepergian pun, wanita harus didampingi mahram (suami, misalnya) atau minimal empat orang wanita yang dipercaya, bila dikhawatirkan ada fitnah.

Bagi wanita, tidak boleh taharruj (berpakaian dan berperilaku merangsang). Bahkan lelaki-perempuan sesama mahram sejak umur menjelang dewasa, sudah dianjurkan agar tdak tidur di satu tempat. Ketentuan-ketentuan ini, menunjukkan betapa jeli ajaran Islam berupaya menghindarkan sejauh dan sedini mungkin, perbuatan zina, demi pertimbangan moral mau pun kesehatan. Dalam masa penularan AIDS yang makin mengkhawatirkan, ajaran-ajaran itu patut dipertimbangkan.

 

*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS). Judul asli "AIDS dan Prostitusi dari Dimensi Agama Islam".

Read more ...

Wednesday 13 May 2015

Perjuangan Para Kiai untuk Jalan Hidup Berbangsa dan Bernegara

Yogyakarta, NU Online
M Lutfi Hamid selaku Pemimpin Umum Majalah Bangkit, Selasa (12/5) mengatakan, edisi Mei 2015, Majalah Bangkit mengupas KH Ali Maksum untuk menggugah “mata sejarah”, Agar generasi bangsa ini kembali cerdas dalam menelusuri jalan hidup berbangsa dan bernegara di masa depan melalui perjuangan para kiai. 

Untuk menyambut Muktamar ke-33 NU di Jombang, edisi Rais Aam PBNU sudah diulas dalam dua edisi terakhir. Ada Kiai Wahab Chasbullah dan Kiai Bisri Syansuri. Ini semata-semata agar bangsa ini tidak “pikun” dengan sejarah perjuangan kiai. “Karena buku sejarah di sekolah hanya sedikit sekali yang mengulas jejak perjuangan kiai dalam membangun negara ini,” ujarnya.

KH Ali Maksum, biasa dipanggil Pak Ali, meneruskan jalan perjuangan KH Bisri Syansuri. Pak Ali menjadi Rais Aam PBNU selama empat tahun, 1981-1984. Pak Ali tampil menjadi “penengah”. Karena saat itu sedang terjadi riak-riak krisis di tubuh NU. Bangsa ini juga sedang berada di bawah hegemoni orde baru. 

Untung saja, Lutfi melanjutkan, Pak Ali sudah siap dengan segala risiko. Dengan segudang ilmu dan pengalaman, Pak Ali tampil sangat brilian. Beliau dapat memosisikan diri berada “di tengah”. Pak Ali juga melakukan gerak modernisasi di tubuh kaum santri. Sehingga lahir anak-anak muda progresif yang tampil memukau dalam mengawal negara. 

“Semua dedikasinya hanya dialamatkan kepada Allah dan kemaslahatan umat saja, tanpa minta pamrih dan imbalan apapun,” kenang Lutfi. 

Lutfi melanjutkan, sikap Pak Ali yang tawadu’ terlihat saat dipilih menjadi Rais Aam PBNU tahun 1981. Dia sama sekali tak berkenan, bahkan ketika harus menerima, beliau sampai menangis di hadapan para kiai. Sudah begitu, Pak Ali hanya mau menjabat satu kali periode. Inilah jiwa pahlawan sejati. (Suhendra/Fathoni)

Read more ...

Persatuan Ulama Singapura Berharap NU Berdiri di Negeri Singa

Jakarta, NU Online
Kehadiran organisasi Nahdlatul Ulama di sejumlah negara kembali diinisiasi oleh ulama lokal setempat. Setelah ulama Al-Jazair mendirikan Nahdlatul Ulama Al-Jazair pada 2014 lalu, kemudian disusul oleh ulama Sudan dan Mesir, kini  tokoh Islam Singapura berharap organisasi NU bisa didirikan di negeri Singa itu.

Rencana pendirian NU Singapura itu disampaikan Pengurus Singapore Islamic Scholars and Religious Teachers Association atau Persatuan Guru Agama dan Ulama Singapura (Pergas) Ust. Firdaus Masruhen di sela kunjungannya ke Kantor PBNU, Jl Kramat Raya 164 Jakarta, Senin (11/5/2015).

Firdaus yang dalam kunjungannya didampingi Pengurus Daarul Arqam Malaysia, Ahmadi mengungkapkan pentingnya kehadiran Jam'iyah NU untuk membantu dakwah Islam di Singapura, juga untuk mengeliminir stigma negatif Islam, serta membantu pengembangan pendidikan madrasah di Singapura.

"Selama ini ustadz Singapur bergerak personal dan sering dicurigai atau bahkan mendapat teror dalam berdakwah. Membuat sekolah Islam selalu dipersulit. Madrasah resmi hanya ada enam, Al-Ma'arif, Assaqaf, Al-Junaid, Al-Arabiyah, Al-Irsyad dan Awak Tanjung. Pelajar Madrasah (sore hari) hanya 13.000, padahal total 174.500 anak muda muslim usia sekolah. Masih banyak yang tidak mendapat pendidikan islam. Saat ini juga banyak anak-anak melayu islam broken home," papar Firdaus.

Sulitnya pengembangan dakwah Islam di Singapura, menurut Firdaus, selain disebabkan arus modernisasi yang bergerak ke arah individualisme, juga adanya stigma bahwa Islam dan istilah arab, punya kaitan erat dengan terorisme dan ekstrimisme.

"Nama perusahaan dengan kata Arab saja bermasalah di Singapura. Ustadz-ustadz Singapura juga kurang dibantu dan dibela oleh pemerintah maupun Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS). NU perlu hadir untuk melakukan pembelaan," jelasnya.  

Ia menjelaskan, selain MUIS, ada organisasi Pergas serta dewan waris dan wakaf yang dibentuk pemerintah setempat untuk mengoordinasikan dakwah dan membatasi ruang-ruang pendidikan keislaman.

"Umat Islam Singapura rata-rata miskin, ustadz-ustadz menanti organisasi semacam NU yang bergerak. Karena organisasi-organisasi Islam yang ada di Singapura selalu dicurigai pemerintah. Kalau NU selama ini dinilai positif baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Dari sisi kemanusiaan, toleransi dan sangat diterima," paparnya.

Kesamaan Ideologis

Perlunya pembentukan NU yang mengayomi masyarakat Singapura, menurut Firdaus, juga dilihat dari kecocokan ideologis dan kultural masyarakat muslim Singapura. "Secara ideologis ulama-ulama dan masyarakat Singapura ini satu akar dengan NU. Jam'iyah NU sudah dikenal di Singapura, kita ini Nusantara, jangan dipecah dibatasi oleh negara. Sebaiknya organisasi besar semacam NU ini dikembangkan seluruh dunia. Kalau berjamaah, bersatu hati insya allah bantuan Allah akan turun," imbuhnya.

Ia berharap, kehadiran NU Singapura dapat menjembatani kerjasama antara umat di Indonesia dan Singapura. Diantaranya dengan beasiswa pertukaran pelajar.
"Pemerintah Singapura selama ini juga melihat NU secara positif. Bila perlu dana pemerintah atau dana  baitulmaal dan zakat diarahkan buat beasiswa pendidikan islam. Kirim anak-anak muslim Singapura ke pesantren NU di Indonesia, para pelajar alumni pesantren NU bisa kuliah di Singapura sambil membantu dakwah untuk anak-anak muslim di Singapura," harapnya.

Sementara Pengurus Darul Arqam Malaysia, Ahmadi, mendukung rencana tersebut, mengingat masyarakat serumpun muslim melayu di Malaysia, Singapura dan Brunei, menurutnya masih satu akar dengan NU.  

"Pembentukan  NU Singapura, dengan melibatkan ulama-ulama ustadz Singapura
bisa membantu mengurangi tekanan pemerintah terhadap Islam melayu. Karena kalau bergandeng dengan NU diharapkan bisa melahirkan silaturahim antar bangsa juga mengukuhkan sifat islam yang toleran dan rahmatan lil alamin," imbuhnya seraya menjelaskan bahwa organisasi Daarul Arqam yang dibubarkan di Malaysia juga merupakan imbas dari penguasaan majelis ulama Malaysia oleh kelompok Islam yang intoleran.

Ketua PBNU K.H Masduki Baidowi menyambut baik keinginan pendirian NU Singapura tersebut. Namun Masduki menekankan bahwa kehadiran NU di berbagai negara harus didasarkan pada prinsip kebangsaan, cinta tanah air dan kultur masyarakat serta kearifan lokal negara setempat.

"Jadi NU hadir bukan untuk mendirikan negara Islam atau memaksakan formalisasi syariat islam. Tapi memperkokoh rasa kebangsaan dan toleransi serta kerukunan umat di setiap wilayah atau negara," ujarnya.

Ia juga mengungkapkan, sejumlah pihak telah mendorong agar kehadiran organisasi NU di sejumlah negara, dan PCI NU yang dikelola para mahasiswa dan pekerja migran indonesia di berbagai negara bisa memperluas jejaring nahdliyin.

"Saya kira bagus, pertama kita sedang memperlebar gerakan NU, kita juga ingin memperbaiki kapasitas kader. Selama ini sudah ada NU Al-Jazair, Sudan dan Mesir yang dibentuk ulama setempat. Ke depan kalau di Singapura, Australia dibentuk NU sangat bagus. PCI NU yang sudah ada di hampir seratus negara juga kita dorong bergerak untuk membangun jejaring pendidikan dan ekonomi," tandasnya. (Malik Mughni/Mahbib)

Read more ...

Pegang Erat Ajaran Aswaja NU Di Manapun Berada

NU Online
Untuk para siswa dan santri, usai lulus dari madrasah, bekal ajaran Aswaja NU yang telah diterima harus dipegang erat. Sebab jika tidak akan mudah direnggut oleh aliran lain.

Pesan itu disampaikan KH Ahmad Nadhif Abdul Mudjib, Wakil Ketua LBMNU Jawa Tengah saat menyampaikan mauidhoh hasanah dalam Muwaddaah Bersama Yayasan Walisongo Pecangaan Jepara berlangsung di halaman MA Walisongo Pecangaan, Senin (11/5). 

Dijelaskannya, meski saat di madrasah sudah didasari dengan Aswaja yang kuat belum tentu usai lulus masih mempertahankannya. Apalagi jika bersinggungan dengan aliran lain. 

Bisa saja si santri mempertanyakan dalil tahlil, tarawih 20 rokaat, manaqib dan tradisi-tradisi NU yang lain. Yang awalnya melakoni tradisi-tradisi tersebut setelah ketemu dengan mereka pikirannya menjadi goyah dan mengharam-haramkan kegiatan yang sudah lama dilakukan. 

Atas dinamika ini ia mengharapkan jika menemui hal ini bisa berkomunikasi dengan dirinya maupun guru setempat. “Akun saya terbuka lebar untuk anda yang ingin konsultasi,” tuturnya sembari menyebut akunnya Ahmad Nadhif Abdul Mudjib. 

Sebagai generasi NU tandas ketua umum BPP Madrasah Miftahul Huda Tayu-Pati ini harus berpegang teguh pada Aswaja NU di manapun berada. Sebab dirinya menilai kelompok-kelompok yang tidak sejalan NU baginya ada dua prinsip yang tidak sesuai.

Pertama, Tidak semua yang dilakukan Nabi wajib diikuti. Bahkan kiai muda ini menyebutnya haram melaksanakannya. Misalnya nikah lebih dari empat kali dan wajibnya tahajud. “Kanjeng Nabi menunaikan tahajud sebagai shalat wajib. Jika ini dilakukan sekarang, maka mengqadha tahajud hukumnya wajib,” jelasnya. 

Kedua, tidak semua sesuatu yang tidak pernah dilakukan Nabi haram. “Jika manaqiban haram, androidan juga haram. Apalagi naik bus,” sebutnya. 

“Meski NU dianggap organisasi kampungan dan sarungan, tetapi organisasi ini pernah ada yang menjadi presiden. Sebab itu, menjadi generasi muda NU jangan inferorior, rendah hati boleh, tapi jangan merasa rendah diri,” terangnya. 

Apalagi, tambahnya, dalam lintasan sejarah jami’yyah yang didirikan KH Hasyim Asy’ari ini berperan besar dalam merumuskan dan menjaga NKRI hingga saat ini. Karena itu, sebagai santri harus menggapai masa depan setinggi langit serta meneruskan perjuangan para leluhur. 

Dalam kesempatan ini Yayasan Walisongo mewisuda 49 siswa MTs, 99 SMP, 60 MA, 35 SMA  dan 106 siswa SMK. (Syaiful Mustaqim/Fathoni) 

Read more ...

Tuesday 12 May 2015

Fatwa NU Wajibkan Masyarakat Tolak Eksploitasi Alam Indonesia

Jakarta, NU Online
Forum bahtsul masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan fatwa wajib bagi masyarakat untuk melakukan gerakan amar ma’ruf dan nahi munkar atas aktivitas eksploitasi sumber daya alam Indonesia. Para kiai mengajak masyarakat berjihad menolak perusakan alam akibat eksploitasi baik oleh perusahaan negara maupun korporasi swasta.

Fatwa ini diputuskan para kiai dalam sidang bahtsul masail PBNU di pesantren Al-Manar Azhari, Limo, Depok, Sabtu-Ahad (9-10/5).

Fatwa NU ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya sikap masyarakat yang melihat perusakan alam akibat penambangan. Para kiai setelah membahas dari pelbagai sisi menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh bersikap diam. Warga diharuskan secara syar’i melakukan gerakan advokasi atas hak kelestarian alam.

“Sikap yang dilakukan oleh masyarakat adalah wajib amar ma’ruf nahi munkar sesuai kemampuannya,” kata Rais Syuriyah PBNU KH A Ishomuddin membacakan putusan sidang komisi bahtsul masail diniyah waqi’iyah.

Menurut para kiai, eksploitasi oleh BUMN maupun korporasi lebih mempertimbangkan aspek profit tanpa melihat kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Mereka prihatin melihat banyak kubangan raksasa di bekas penambangan yang diterlantarkan begitu saja akibat aktivitas eksploitasi yang mengejar keuntungan.

Belum lagi kasus lumpur yang mengusir secara paksa warga sejumlah kecamatan di Sidoarjo untuk keluar dari tempat kelahiran dan kediaman mereka. Sementara manusia sendiri tidak bisa memperbaiki alam yang sudah rusak.

Pelaku eksploitasi tidak lagi memikirkan kerusakan alam, rusaknya tatanan musim, pancaroba berkepanjangan, pencemaran air dan udara, musnahnya segala biota, flora, dan fauna yang hidup nyaman di alam Indonesia.

Para kiai tidak bisa menerima cara berpikir pelaku eksploitasi yang menganggap kerusakan alam itu sebagai konsekuensi yang wajar-wajar saja dari sebuah pertumbuhan ekonomi.

Legal ataupun tidak legal, masyarakat wajib melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Pasalnya, aktivitas legal yang dijalankan oleh BUMN ataupun korporasi bukan berarti tidak memiliki dampak kerusakan alam. (Alhafiz K)

Read more ...

Sunday 10 May 2015

Kiai Hasyim: Ingin Negara Selamat, NU Harus Dirawat

Jombang, NU Online
Rais Syuriah PBNU, KH Hasyim Muszadi mengusulkan agar negara memberikan anggaran untuk organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti NU. Pasalnya NU merupakan penjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) paling tangguh. Karena kalau NU-nya ruwet maka negaranya juga pasti ruwet.

"Kalau ingin Negara selamat ini, NU harus dirawat, seharusnya negara memberikan anggaran untuk NU. Bukan malah partai politik saja yang diributkan anggarannya," ujar KH Hasyim Muzadi saat hadir di Jombang pada silaturrahim Dirut  Perhutani dengan ulama pesantren, Jumat (8/5). 

KH Hasyim yang juga Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini menambahkan, bahwa NU merupakan organisasi penjaga NKRI yang paling tangguh. Dikatakannya, kalau NU-nya ruwet maka Negara dipastikan ruwet. "Karena apapun yang terjadi di NU, pasti akan mempengaruhi konstelasi politik secara nasional," jelas mantan Ketua PBNU ini menambahkan.

Mestinya, tambah Hasyim, bukan hanya partai politik yang diberi anggaran, akan tetapi civil society juga harus diberi anggaran.

Dikatakannya, organisasi Islam yang ada di Indonesia sejak awal adalah NU dan Muhammadiyah, sedangkan yang lain itu belakangan datang. "Dan kemungkinan yang baru-baru itu ditunggangi kepentingan luar. Nah ini repotnya kan," katanya.

Menanggapi usulan ini, KH Sholahudin Wahid adik kandung Gus Dur mendukung usulan yang diontarkan KH Hasyim Muzadi yang juga Anggota Watimpres ini. Menurutnya ormas NU dan Muhamadiyah layak mendapat anggaran dari Negara. 

"NU dan Muhamadiyah ikut mendirikan Negara, maka sangat wajar jika pemerintah memberikan anggaran bagi ormas terbesar di Indonesia ini," tutur Gus Sholah.

Disinggung apakah tidak khawatir akan terseret korupsi jika NU menerima anggaran dari pemerintah.  Mantan anggota Komnas HAM ini mengatakan, hal itu bisa diantisipasi dengan adanya pengawasan. "Tidak lah, kalau digunakan dengan benar dan tentunya diawasi dan harus transparan, saya yakin tidak," jelas Pengasuh Pesantren Tebuireng yang dikabarkan kembali mencalonkan sebagai Ketua Umum PBNU pada Muktamar ke-33 NU Agustus mendatang ini. (Muslim Abdurrahman/Fathoni)

Read more ...

Saturday 9 May 2015

Bolehkah Membawa HP Berisi Aplikasi Al-Qur’an ke Toilet?

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Pak ustadz. Ada satu hal yang mengganjal di hati saya, apa hukum menyimpan aplikasi al-Qur’an di hp mengingat hp adalah barang yang selalu saya bawa kemana-mana bahkan ke kamar kecil. Apakah saya berdosa...Terima kasih atas jawabannya.
 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

(Trisa, Sidoarjo)

 

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Penanya yang budiman, Al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT  yang merupakan mu’jizat bagi Nabi Muhammad SAW, ditulis dalam mushhaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Begitu defenisi Al-Qur’an  menurut Dr. Subhi Sholih.

Sebagai kitab suci, terdapat beberapa aturan untuk menyimpan dan memegangnya. Di antaranya, diri kita harus dalam keadaan suci dari hadats jika hendak memegang Al-Qur’an. Kemudian, Al-Qur’an  harus diletakkan di tempat yang layak sebagai bentuk pemuliaan terhadapnya. Oleh karena itu Ulama melarang membawa Al-Qur’an  dibawa ke dalam toilet. Ibn Hajar Al-Haitami dalam kitab Mughnil Muhtaj hal. 155 mengutip pendapat Imam Al-Adzra’i ;

قَالَ الْأَذْرَعِيُّ: وَالْمُتَّجِهُ تَحْرِيمُ إدْخَالِ الْمُصْحَفِ وَنَحْوِهِ الْخَلَاءَ مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ إجْلَالًا لَهُ وَتَكْرِيمًا

Artinya : Imam Al-Adzra’i berkata : pendapat yang tepat adalah haram membawa Mushhaf dan semisalnya ke dalam toilet tanpa dhorurot. Ini dilakukan sebagai wujud pengagungan dan pemuliaan terhadap Mushhaf.

Di sini perlu diperjelas tentang Mushhaf yang dimaksud dalam kutipan di atas. Imam Nawawi Banten mengatakan tentang batasan Mushhaf ; Yang dimaksud dengan Mushhaf adalah setiap benda yang di sana terdapat sebagian tulisan dari Al-Qur’an yang digunakan untuk dirosah (belajar) seperti kertas, kain, plastik, papan, tiang, tembok dan sebagainya.(lihat Nihayatuz Zain hal. 32).

Masalahnya kemudian, sekarang banyak Software Al-Qur’an  yang terdapat dalam PC, laptop dan Handphone/Smartphone yang bisa kita baca dan juga bisa kita gunakan untuk belajar. Apakah Software tersebut dihukumi seperti Mushhaf dan bagaimana hukum membawanya ke dalam toilet? Dalam hal ini, ulama kontemporer menjawab pertanyaan tersebut sebagaimana yang terdapat dalam fatwa-fatwa kontemporer yang dikompilasikan dalam kitab Mauqi’ul Islam, Sual wa jawab hal. 53 ;

ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻮﺍﻻﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﻭﺿﻊ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺃﻭ ﺗﺴﺠﻴﻼ، ﻻ ﺗﺄﺧﺬ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻤﺼﺤﻒ، ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻟﻤﺴﻬﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻃﻬﺎﺭﺓ، ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﺨﻼﺀ ﺑﻬﺎ، ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻮﺍﻝ ﻟﻴﺲ ﻛﻜﺘﺎﺑﺘﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺼﺎﺣﻒ، ﻓﻬﻲ ﺫﺑﺬﺑﺎﺕ ﺗﻌﺮﺽ ﺛﻢ ﺗﺰﻭﻝ ﻭﻟﻴﺴﺖ ﺣﺮﻭﻓﺎ ﺛﺎﺑﺘﺔ، ﻭﺍﻟﺠﻮﺍﻝ ﻣﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻏﻴﺮﻩ

Artinya: Handphone atau Smartphone yang di dalamnya terdapat Al-Qur’an  baik yang tampak sebagai tulisan atau berupa audio tidak dihukumi sebagai mushhaf. Oleh karena itu boleh memegangnya dalam keadaan hadats dan juga boleh membawanya ke dalam toilet. Ini disebabkan tulisan Al-Qur’an  yang tampak di HP/Smartphone tidak seperti tulisan dalam Mushhaf, tulisan tersebut adalah getaran listrik atau pancaran sinar yang bisa nampak dan bisa hilang serta bukan merupakan huruf yang tetap. Lebih dari itu, dalam HP/Smartphone terdapat banyak program atau data selain Al-Qur’an.

Penanya yang dirahmati Allah, dari penjelasan di atas bisa dilihat bahwa membawa HP yang di dalamnya terdapat software Al-Qur’an hukumnya BOLEH. Akan tetapi kita harus menghormati Al-Qur’an  sebisa mungkin dengan tidak membuka software Al-Qur’an  ketika di dalam toilet.

Demikian jawaban dari kami, mudah-mudahan jawaban ini memberi manfaat bagi kita semua. Semoga kita senantiasa diberi taufiq dan hidayah oleh Allah SWT. untuk selalu membaca Al-Qur’an  dan semoga Allah SWT menjadikan Al-Qur’an  sebagai petunjuk, rahmat dan cahaya bagi kita. Aamiin…

والله الموفق إلى أقوم الطريق

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ihya’ Ulumuddin

Read more ...

Shalat Jum’at di Daerah Terpencil

Assalamu’alaikum warahmatullah wa barakatuh. Ustadz yang dirahmati Allah. Seseorang yang berprofesi sebagai PNS di tempat terpencil dan mayoritas non muslim, bagaimanakah hukum shalat Jumatnya karena untuk mencapai masjid terdekat butuh waktu 12 jam. Apakah boleh diganti dengan shalat dhuhur? Muhammad (Irfan Efendi)
---

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh

Saudara Muhammad Irfan Efendi yang dirahmati Allah. 

Shalat Jum’at merupakan keharusan yang wajib dilaksanakan bagi ahlinya. Dalam sebuah hadis yang dirwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasai dinyatakan bahwa barang siapa yang meninggalkan shalat jum’at tanpa udzur selama tiga kali berturut-turut ia telah ditutup pintu hatinya oleh Allah swt untuk melaksanakan kebaikan.

من ترك ثَلَاث جمع تهاونا طبع الله على قلبه

Sauadara penanya yang kami hormati.

Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan ahli Jum’at adalah  mereka yang telah memenuhi kriteria syarat wajib Jum’at yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, pria,  dalam kondisi sehat, dan berdomisili tetap (istithan) di daerah yang telah sah mendirikan shalat Jum’at.  Dalam pandangan fiqih klasik, radius daerahnya adalah masih mendengar seruan adzan atau panggilan untuk shalat Jum’at (+/ 1,5 sampai dengan 2,5 KM). Bagi mereka yang telah memenuhi kriteria syarat wajib Jum’at ini  dihukumi fardhu ain untuk melaksanakannya.

Selanjutnya menanggapi pertanyaan saudara mengenai shalat Jum’at orang yang jauh dari tempat didirikannya pelaksanaan shalat Jum’at tersebut, kami berpandangan bahwa PNS tersebut tidak wajib shalat Jum’at dan harus shalat dhuhur karena syarat-syarat yang belum terpenuhi. Dalam kitab Kifayat al-Ahyar disebutkan:

 احْتَرز بِهِ عَن غير المستوطن كالمسافر وَنَحْوه فَلَا جمعة عَلَيْهِم كالمقيم فِي مَوضِع لَا يسمع النداء من الْموضع الَّذِي تُقَام فِيهِ الْجُمُعَة

Artinya: “Dikecualikan dari kategori istithan, mereka yang tidak berdomisili tetap seperti musafir dan yang lain. Maka tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi mereka seperti pula orang yang berdomisili di daerah/kawasan yang tidak mendengar seruan adzan dari daerah yang  telah (sah) mendirikan Jum’at.”

Kasus semacam ini pula yang pernah dialami oleh Rasulullah saw saat diturunkan wahyu mengenai kewajiban Jum’at. Mengingat belum terpenuhinya syarat pendirian shalat jum’at, beliau belum dapat melaksanakannya, sementara kaum muslimin yang berada di Madinah telah melaksanakan kewajiban shalat Jum’at yang dipimpin oleh As’ad bin Zurarah sebagaimana diterangkan dalam kitab Fath al-Mu’in serta kitab-kitab yang lain.

Mudah-mudahan jawaban ini bermanfaaat. Amin .

(Maftukhan).

Read more ...

“Aku” dan “Aku-Medsos”: Kebudayaan Tubuh dan Tubuh Kebudayaan

Oleh MH Nurul Huda* Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) NU genap berusia 53 tahun yang jatuh tepat pada 29 Maret lalu. Berkat karunia Allah Yang Maha Pemurah semata kemudian kerja keras pengemban amanatnya, lembaga seni-budaya NU yang kita cintai ini masih bertahan dengan vitalitas tinggi yang memberinya daya juang. 

Bersamaan dengan itu rasa syukur patut dihaturkan, mengingatpenulis diberi kesempatanmengemukakan pandangan pribadinya di halaman media ini. 

Sebagaimana Lesbumi di usianya kini, kita semua sedang hidup dalam kondisi-kondisi baru yang turut serta mensituasikan eksistensi kita sendiri. Tumbuhnya ragam media sosial seperti situs-situs online, Facebook, Twitter, dan lain-lain tak dapat disangkal turut membentuk situasi baru ini dan sekaligus membentuk cara pandang terhadap kenyataan dan ekspresi kita terhadapnya. 

Lihatlah berkah media sosial (medsos) ini. Setiap orang dapat berbagi pengalaman, pendapat, pikiran dan perasaan. Namun di pihak lain juga ia dapat berbagi kehidupan paling pribadi dan bahkan paling privat-intim kepada orang lain dalam suatu jalinan kontak pertemanan. Sejauh melalui medsos, tidak begitu jelas bedanya apakah ia sedang berbagi gagasan ataukah menumpahkan beban hidup. Mengkritik ataukah menghina pihak lain. Mencerahkan ataukah menyesatkan. Masing-masing orang seperti hidup di hutan belantara sambil menutup mata, syukur-syukur bila di hutan itu ada manusianya bila hanya kawanan binatang pun tak masalah. Yang penting saya bebas, bebas bicara, tak perlulah peduli dampaknya. Saya men-twit, maka saya eksis.

Kita hidup di jaman baru. Teknologi komunikasi dan informasi yang paling mutakhir membantu dalam merentangkan eksistensi kita. Berkat teknologi, terjadi perentangan si “Aku” dan hasrat-hasratku. “Aku” di sini adalah pusat, poros. Aku, hasrat dan pikiranku sendiri yang eksis, dan aku semakin nyata eksis berkat bantuan teknologi media sosial. Bila dibuat sebuah formula, maka:
Aku + Media Sosial = Aku-Medsos

Lahirnya “aku-medsos” termasuk gejala paling revolusioner di generasi sekitar awal abad ini. Pengalaman manusia “aku-medsos” ini pasti berbeda dengan pengalaman orang tua atau kakek-neneknya pada masa lalu. Konflik keluarga para aku-medsos tiba-tiba muncul di media massa. Mereka berkomunikasi, marah, benci, atau mengumpat pasangan hidupnya lewat Facebook dan Twitter. 

Bagi anak-anak jaman dulu masih harus “naik delman” saat berlibur menemui kakek-neneknya di kota dan bersilaturahmi langsung dengan mereka. Kini mereka tak harus naik delman, cukup dengan menelpon atau berbicara lewat kamera ponsel bervideo atau via Facebook dan Twitter. Jika mereka mau belajar agama tidak langsung kepada ustadz atau kiai di pesantren, tapi cukup lewat mesin pencari Google. Mereka belajar dan menerima asupan informasi secara bebas dan yang dianggap paling menarik melalui mesin itu.

Dalam kenyataan ada dua bentuk “aku-medsos”, yakni: “AKU-medsos” dan “aku-MEDSOS”. Formula pertama (AKU-medsos) mewakili suatu citra atau karakter ke-aku-an yang pada taraf tertentu masih otentik. Aku hadir dan menyatakan diri secara otentik, asli, dalam kehidupan publik luas dan secara publik yang anonim. 

Adapun formula kedua adalah aku yang tak lagi otentik. Dalam kehidupan politik mutakhir misalnya, aku-MEDSOS disebut secara umum sebagai pencitraan belaka. Media sosial seperti Facebook dan Twitter menjadi instrumen yang justru lebih penting dari aku sendiri. Eksistensiku bahkan dikuasai atau ditentukan sepenuhnya oleh medsos. Yang mengkhawatirkan dari aku-MEDSOS adalah bahwa ia akan mengantarkan kepada suatu generasi yang hidup tanpa fondasi, tanpa prinsip, dan bahkan bisa jadi anti-fondasi atau anti-prinsip. Setiap informasi ditelan mentah-mentah, kadang ia kebingungan dan terkecoh di dalam belantara informasi itu. Aku-medsos berpotensi jatuh pada sikap hidup tanpa nilai, tanpa norma.

Aku-medsos dalam kedua bentuknya itu sama-sama punya kecenderungan khusus yang sifatnya umum entah disadari ataukah tidak, yakni sifatnya yang egoistik dan narsistik. Dalam situasi dan jaman baru, tak ada yang dapat menghindar dari sifat itu. Celakanya, keduanya cenderung menganggap orang lain sebagai objek belaka. Aku-medsos kehilangan hati dan empati, kehilangan sensitivitas dan bela-rasa, karena semuanya hanyalah objek dalam selewatan pandangan mata. Ia juga seperti gelembung, yang tercerabut dari kehidupan sehari-hari. 

Gejala “aku” yang egoistik dan individualistik dalam aku-medsos sebenarnya tidaklah baru-baru amat. Ia produk filsafat Barat modern sejak Rene Descartes dimana dualitas “jiwa-materi” diperlakukan secara absolut. Dualitas menjadi dualisme “jiwa-materi” atau dualisme “jiwa-tubuh”dimana materi/tubuh menjadi superior diatas segala-galanya. 

Materialisme lalu bertempur dengan spiritualitas. “Cogitoergosum”, kata Descartes. Saya berpikir maka saya ada. Dan sejak Descartes itu pula “intelek” (Ruh [Arab], Nous [Yunani], Intellectus [Latin] yang mampu mengenalkan dan menghubungkan manusia secara metafisik dengan Tuhan dan kesatuan alam ciptaan) direduksi menjadi sekadar “rasio”. 

Manusia adalah rasionya, yang lalu rasio teknologis ini menjajah dunia kehidupan. Gejala inilah yang disebut oleh filosof Rene Genoun dan SeyyedHoseinNasr, serta sejarahwan Arnold Toynbee dan OswaldSpengler sebagai awal tragedi filsafat Barat Modern. 

Lupa akan keberadaan hakikinya, manusia lalu menjadi demikian rakus, sembrono, dan tidak eling. Rasio atau ego-nya menjadi pusat segala-segalanya, dipujanya seperti Tuhan. Kita lupa bahwa eksploitasi manusia dan sumberdaya alam (kolonialisme dan imperialisme) adalah penyimpangan lama yang direproduksi secara terus menerus oleh manusia-manusia masa kini. Ia adalah produk filsafat Barat modern yang melepaskan jiwa dari materi, menceraikan ruh dari tubuh, dan memusnahkan intelek yang digantinya rasio. 

Lalu apa bedanya eksploitasi atas tubuh manusia dan eksploitasi atas tubuh alam?  Keduanya adalah produk superioritas rasio dan materialism sepenuhnya di atas jiwa, ruh dan spiritualitas. Ia adalah suatubentuk ego manusia dan narsisismenya yang atas nama kebebasan (freedom) memperlakukan manusia dan alam sebagai komoditi ekspor yang dijajakan secara massif lewat iklan perempuan molek di media massa. Manusia maupun alam yang sudah dikeringkan dari spiritualitasnya itu dibajak oleh kerakusan mereka yang paling kuat baik fisiknya, teknologinya maupun modalnya. Tanpa disadari ia merasuki darah daging sosial, politik, dan ekonomi kita.

Kalau situasi ini dihubungkan dengan suasana kebudayaan kita mutakhir, maka tubuh adalah pusat pemujaan yang ironisnya sekaligus dihinakan, yang melupakan “tubuh” kebudayaan itu sendiri sebagai suatu totalitas kehidupan (totality of being). [Wallahua’lambissawab]

MH Nurul Huda, Dosen STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyah Jakarta

Read more ...

Telapak Tangan Hadratus Syekh

Oleh Muyassarotul Hafidzoh

--Anak berusia 12 tahun itu merasa genggaman tangan ibunya sedikit menyakiti tangannya. Namun, ia hanya diam dan larut dalam lalu-lalang ratusan peziarah. Ia tahu, ibunya bukan berniat menyakiti tangannya, tetapi menjaganya supaya tetap bersamanya.
“kalian tidak apa-apa?” tanya ayah. Ibu dan anak itu menganggukkan kepala.

“Ini hari Jum’at, jadi banyak peziarah yang datang. Sebaiknya kita mencari tempat, oh di sana ada yang kosong,” kata ayah menunjuk sebuah sudut.  Ibu dan anak itu mengikuti langkah ayah dan duduk bersebelahan.

Lantunan ayat suci al-Qur’an, bacaan tauhid, tasbih, takbir, tahmid hingga sholawat terdengar bagaikan gemuruh ombak di lautan. Anak itu merasakan getaran cukup kuat, bahkan untuk kesekian kalinya dia berziarah, hanya hari ini dia merasa hatinya tertarik magnet yang entah dari mana asalnya. Mata kecilnya berputar putar melihat sekeliling, perlahan dia merasakan suara peziarah menghilang, bahkan mereka semua menghilang dari tatapannya. Bangunan megah dan kokoh pun lenyap, berubah menjadi tempat asing baginya.

Tangannya mulai gemetar, ketika sosok sepuh muncul dari arah makam, sosok itu mendekatinya bersamaan dengan menghilangnya makam-makam yang baru saja dia tatap.

“Ibu, ibu,… itu siapa? Ibu, Tsaqib takut.” Dia berusaha memanggil ibunya, tetapi dia tidak menemukan siapapun di sampingnya.

Anak itu mulai mengatur nafasnya, hatinya berbisik sholawat tak henti-henti. Berharap semua kembali normal. Kini, harapannya mulai surut, langkah sosok sepuh itu sudah lima puluh meter di depannya. Mata takut dan tegang mulai heran, bahkan dia mengurungkan kelopaknya untuk berkedip. Dia tahu betul siapa yang mendekatinya. Sosok yang selalu diceritaka ibu dan ayahnya.

“Mbah…..,” panggilnya lirih.  Sosok sepuh itu pun tersenyum, seolah merasa lega, anak itu mengenalinya.

“Ayo lhe, ikut mbah,” Anak itu meraih tangannya dan mengikuti langkahnya.

“Mbah Hasyim, sebenarnya ini di mana? Kenapa bangunan pesantren sudah tidak ada? Kita mau ke mana?” tanya anak itu.

Mereka berjalan ke arah timur sekitar 200 meter dari tempat semula. Anak itu membaca papan yang berada di depan bangunan tua, seperti pabrik tua. “Oh, bukankah ini Pabrik Gula Cukir? Mbah, apakah kita sekarang berada di tahun silam?” anak itu kembali bertanya, namun Mbah Hasyim tetap diam. Dia melihat para tentara Belanda berbincang-bincang dalam bahasa mereka yang tidak dipahaminya. Namun, sesekali mereka menyebut Tebuireng dan Hasyim Asy’ari.  Kemudian beberapa orang dengan tatapan yang menyeramkan mengambil beberapa batu besar, sebuah kayu dan beberapa pisau. Mereka berjalan ke arah barat. Anak itu mengikutinya, sambil dihantui rasa penasaran dengan apa yang akan preman-preman itu lakukan.

Sekitar jarak delapan meter dari bangunan yang terbuat dari anyaman bambu atau yang dikenal dengan tratak berukuran 6x8 meter, preman itu melemparkan batu. Disusul lemparan lainnya, kayu dan pisau. Sesekali suara santri dalam tratak tersebut berteriak.

“Mbah, apa yang mereka lakukan? Mbah, kenapa diam saja? Kasian kang santri nanti bisa terluka. Mbah.. lihat, preman-preman itu mulai mendekati pesantren, lihat Mbah, mereka menyerang para santri.” Teriaknya melihat kejadian yang mengerikan terjadi di depan matanya.

Mbah Hasyim memegang lembut tangan anak itu, dan sesuatu kembali terjadi. Apa yang ia lihat sedikit demi sedikit berubah, dan ada pula yang menghilang dari tatapannya.

Kini dia melihat sosok yang mirip sekali dengan Mbah Hasyim, namun jauh lebih muda dari sosok yang menggandeng tangannya. Sosok muda itu memberitahu kepada santri-santri bahwa Kiai Saleh Benda, Kiai Abdullah Panguragan, Kiai Sansuri Wanantara dan Kiai Abdul Jamil Buntet yang akan melatih pencak silat dan kanuragan kepada para santri, supaya jika ada bahaya yang mengancam mereka bisa membela dirinya.

Anak itu mengingat sebuah cerita yang disampaikan ibunya tentang Mbah Hasyim Asy’ari, tentang perjuangan membangun pesantren Tebuireng yang letaknya persis berhadap-hadapan dengan pabrik gula Cukir milik Belanda. Tanpa takut sedikitpun, Mbah Hasyim menyebarkan kebaikan dan mengajak masyarakat Desa Cukir, Diwek, Jombang untuk belajar ilmu agama dan akhlak. Bahkan dengan para preman yang tadi dia lihat, Mbah Hasyim sama sekali tidak memusuhi mereka. Karena mereka adalah rakyat pribumi yang bukan untuk dimusnahkan namun untuk diajak kepada kebaikan.

Kembali tangan Mbah Hasyim menggenggam tangan anak itu, dan kembali dia melihat perubahan dalam rekaman tatapan matanya. Anak itu mendengar kerumunan orang membicarakan Mbah Hasyim, mereka bilang Mbah Hasyim sudah menggerakkan massa untuk melakukan kerusuhan dan pembunuhan. Sebagian kecil mereka percaya, namun sebagian besar tidak percaya.

“Mbah, bukankah itu fitnah yang dibuat oleh Belanda, agar Mbah dan para santri ditangkap dan dimusnakan dari bumi ini, mereka takut mbah, para penjajah itu takut. Semangat Mbah dan para santri bisa menghancurkan mereka, seperti semangat Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa sepanjang 1825-1830. Kata ibuku, perang itu memaksa Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) ,merogoh dana perang hingga 20 juta gulden. Mereka takut, hal ini terulang Mbah…,” kata anak itu dengan penuh semangat, namun Mbah Hasyim tetap diam.

Halaman di depan tratak terlihat luas, angin mulai berhembus dan mendingin. Malam mulai menyelimuti pesantren ini. Anak itu sedikit menggigil karena takut. Perasaannya mulai memburuk, dia ingin segera kembali menemui ayah ibunya, kembali ke zaman di mana dia hidup. Di sisi lain, dia merasa teduh bersanding dalam genggaman Mbah Hasyim dan ingin melihat apa yang akan terjadi di malam ini.

Tiba-tiba, dari balik semak-semak muncul tiga orang bertopengkan kain, berjalan mengendap-endap. Para santri yang baru saja dilihatnya entah lenyap di mana. “Mbah.. Tsaqib takut, itu siapa Mbah? Mau ngapain mereka?”

Sesaat kemudian, santri memergoki tiga penyusup itu,  teriakannya membangunkan santri yang sedang terlelap. Hentakkan kaki ramai mengganggu heningnya malam ini. Kemudian telapak tangan Mbah Hasyim menutup kedua mata anak itu. Dia tak bergerak maupun mengelak. Dia tahu apa yang akan terjadi. Suara teriakan, hantaman pukulan dan tendangan beberapa kali terdengar, hingga terdengar kalimat “innalillahi wa inna ilaihi rajiun…”

Anak itu mencoba tetap tenang, dalam benaknya penuh dengan pertanyaan. Siapa yang meninggal, mungkinkah para santri atau para pencoleng tersebut. Ketika matanya kembali terbuka, malam sudah berubah menjadi siang yang terik. “Apalagi yang akan terjadi Mbah?” tanyanya yang dia sudah tahu, Mbah Hasyim tidak akan menjawabnya.

Seratus meter dari tempatnya berdiri, dia melihat debu-debu berhamburan. Langkah kaki para penjajah itu membuat pemandangannya kabur. Beberapa santripun sudah siap di depan  tratak, dengan menggunakan senjata seadanya. 

“Culik Hasyim Asy’ari dan bunuh dia…!!” teriakan penjajah itu membuat hatinya bergetar geram. Kepalanya mulai menoleh kepenjuru arah. Ketakutan anak itu lenyap bersama munculnya kekuatan dalam hatinya. Kaki kanannya yang siap untuk mengawali langkah, tiba-tiba terhenti oleh sentuhan tangan di bahunya.

Ia hanya bisa menyaksikan bentrokan antara pasukan Belanda dan para santri. Dia pun melihat bangunan tratak dihancurkan, kitab-kitab dihambur-hamburkan. Beberapa pasukan Belanda membawa kitab-kitab besar miliki Mbah Hasyim, dan sebagian kitab yang lain dimusnahkan. Api menyala di depan matanya yang kini beruraikan air. Anak itu mencoba lari menyelamatkan kitab-kitab yang terbakar bersama bangunan pesantren. Tangan Mbah Hasyim tidak sempat mencegahnya, dia pun berlari dan menarik salah satu kitab yang terbakar hingga membakar kulit tangan mungilnya. Saat itu pula tangan Mbah Hasyim meraihnya dan memeluk anak itu sembari mengucapkan sesuatu. “Jangan berhenti mencari ilmu, dan jangan berhenti menjaga Indonesia.”

Anak itu mencoba melepaskan pelukan Mbah Hasyim sambil berteriak, “Selamatkan kitab-kitab itu Mbah…. Hey.. hentikan!Jangan bakar kitab-kitab itu! Mbah Hasyim! Mbah Hasyim….!”

“Nak…. Nak… Tsaqib… Tsaqib… bangun nak… ada apa? Kenapa kamu teriak-teriak.”

Anak itu membuka matanya, dan menemukan dirinya kembali. “Ibu, oh ibu… aku melihat Mbah Hasyim bu, aku melihat Belanda itu membakar Tebuireng bu, aku melihat kitab-kitab berharga dibawa mereka bahkan ikut terbakar,” Ibu merasa heran dengan Tsaqib, yang sejak dari pertama sampai di makam, dia malah tertidur lelap. Tapi, sekarang malah mengigau.

“Percayalah bu, lihat tangan Tsaqib terluka, lihat bu, tadi Tsaqib sempat mengambil satu kitab.” Ibu memperhatikan tangan kanannya, betapa terkejut ibu melihat luka bakar cukup serius mengenai ketiga jari anaknya. Ia mengingat apakah sebelum ke sini anaknya terluka? Ah tidak, dia sebelumnya baik-baik saja. Ibu memandang Ayah, yang sedari tadi ikut mendengarkan anaknya.

Beberapa peziarah pun memandangi tangan anak itu, sebagian dari mereka terkejut, banyak pula yang merasa takut.

“Nak, kamu lihat nama kitab yang kamu selamatkan?” tanya ayah.

“Iya, Tsaqib ingat yah, itu kitab Shohih Bukhori.” Ayah dan Ibu saling bertatapan.

“Nak, sungguh Ayah tidak mengerti dengan apa yang terjadi padamu. Tetapi kamu baru saja bermimpi, dan dalam mimpimu itu, kamu bertemu Mbah Hasyim. Memang pesantren ini pernah dimusnahkan oleh Belanda pada tahun 1913. Saat itu Mbah Hasyim mendapatkan fitnah yang kejam, dan….”

“Ya, aku tahu ayah, aku tahu betul itu. Bahkan aku melihat para pelancong yang dikirim Belanda, sebelum peristiwa itu,” kata anak itu memutus penjelasan dari ayahnya. Ayahnya heran, sudah sejauh inikah cerita yang dibacakan ibunya? Atau Tsaqib sudah membaca semua sejarah Tebuireng. Kapan? Ibu pun merasa heran, dia sama sekali belum sempat menceritakan tragedi pembakaran itu kepada anaknya.

Anak itu kembali melihat tangannya. Dan menatap makam yang berada di depannya. “Mbah, tenang aja Mbah. Aku akan mencari ilmu tanpa lelah untuk selalu menjaga Indonesia.”

Ibu dan Ayah kembali saling bertatapan setelah mendengar perkataan anaknya yang masih berusia 12 tahun itu.

 

Muyassarotul Hafidzoh, alumni Pondok Pesantren Krapyak Ali Maksum Yogyakarta dan Guru TPA Masjid Zahrotun Wonocatur.

Read more ...

Friday 8 May 2015

Menepis Anggapan Syirik Bacaan Shalawat

Oleh Zulfan Syahansyah 

--Apa betul Nabi SAW yang mempermudah perkara sulit? Apa benar Muhammad yang menghilangkan kesusahan? Apa betul Beliau yang memenuhi segala kebutuhan? Dan apa karena Nabi juga semua keinginan bisa tercapai?
Bukankah semua itu kuasa Allah SWT semata! Hanya Allah yang berkuasa atas apa yang tersebut di atas. Bukan Muhammad. Jadi, kenapa ada bacaan shalawat yang maknanya seperti itu?! Tidakkah itu mengandung unsur syirik?  Demikian kiranya unsur syirik yang mereka maksud dalam redaksi kalimat shalawat.

Sebagai umat nabi Muhammad, sepatutnya kita menjadikan beliau sebagai panutan serta suri tauladan dalam kehidupan ini. Nabi muhammad SAW sangat layak, bahkan mungkin wajib kita cintai. Hal ini setidaknya karena dua hal. Karena kecintaan nabi kepada kita umatnya yang bahkan masih terus beliau dengungkan hingga menjelang ajal. Maka wajar jika kita juga mencintai beliau. Kita sambut kecintaan beliau dengan kecintaan tulus pula. Orang bilang ini adalah cinta bersambut.

Sedangkan alasan lain kenapa kita wajib mencintai nabi adalah karena kecintaan kita kepada beliau merupakan kunci keberhasilan dalam menjalankan hidup, baik di Dunia maupun di Akhirat kelak. Karena dengan kecintaan kita kepada nabi –dengan makna cinta yang positif- secara tidak langsung kita akan bisa mengikuti ajaran atau risalah yang beliau emban. Ajaran atau risalah nabi yang merupakan wahyu ilahi inilah yang selanjutnya menjadi petunjuk bagi kita dalam meniti jalan yang luru, atau shirat al-mustaqim.

Untuk alasan ini, tidak sedikit ulama terdahulu meluapkan kecintaan mereka pada nabi, bahkan dengan desahan nafas mereka. Tidak jarang dalam kesendirian, mereka merasakan kehadiran nabi. Dalam kediaman mereka, tidak jarang bibir spontan melafatkan kalimat pujian akan nabi muhammad. Maka tidak heran dari ulama-ulam seperti ini, tercipta sebuah lantunan shalawat yang maknanya sangat mendalam. Kalimat-kalimat yang tercipta dari luapan kecintaan hati kepada baginda nabi Muhammad SAW. Kalimat-kalimat tersebut lantas kita sebut dengan shalawat. Ada shalawat al-Fatih, Nariyyah dan shalawat-shalawat lainnya.

Iya, shalawat seperti al-Fatih, Nariyyah dan sejenisnya ini lantas menjadi satu simbul bacaan bagi kaum muslim yang berusaha menunjukkan kecintaan mereka kepada nabi. Bacaan shalawat-shalawat tersebut bahkan menjadi semacam "amalan wajib" bagi sebagian aliran thariqah. Ada Qadiriyyah-Naksabandiyyah, ada Tijaniyyah, ada Sadziliyyah dan banyak lagi tariqah lainnya. Para pengikut tariqah tersebut begitu lancar dan fashih melafatkan bacaan shalawat yang menjadi amalan harian mereka.

Hanya saja, dan ini yang mungkin perlu difahami bersama, kalimat-kalimat shalawat tersebut tercipta melalui bahasa hati. Terangkum dengan luapan kecintaan pera ulama yang mengarangnya terhadap rasul. Jadi ia bukan kalimat pujian berbahasa Arab biasa. Untuk bisa memahaminya, perlu menghadirkan hati. Kalimat-kalimat tersebut tidak cukup hanya diterjemahkan dengan bahasa lisan, dengan pemaknaan kata perkatanya semata. Karena jika hal ini terjadi, yang terkesan justru kalimat-kalimat tersebut mengandung unsur syirik.

Karena memaknai kalimat shalawat dengan terjemahan leterleg inilah, para pengamal bacaan shalawat mendapat kritikan tajam dari kelompok muslim yang terang-terangan menolak bacaan-bacaan shalawat tadi. Alasannya itu tadi, para pengkritik ini tidak atau belum bisa memaknai kalimat shalawat dengan hati. Mereka menterjemahkan shalawat dari terjemahan sempit.

Sebagai contoh, berikut sebagian redaksi kalimat shalawat Nariyyah:

اللهم صل صلاة كاملة وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذي تنحل به العقد وتنفرج به القرب وتقضى به الحوائج وتنال به الرغائب

"Ya Allah, limpahkan shalawat dan salam atas nabi Muhammad yang karenanya (nabi Muhammad) terurai segala ikatan, semua kesusahan jadi hilang, segala kebutuhan bisa terpenuhi, semua keinginan bisa tercapai...."  

Perhatikan redaksi kalimat yang di-bold. Bagi pengkritik shalawat Nariyyah, makna bacaan tersebut dianggap mengandung unsur syirik. Apa betul nabi yang mempermudah perkara sulit? Apa benar Muhammad yang menghilangkan kesusahan? Apa betul Beliau yang memenuhi segala kebutuhan? Dan apa karena nabi juga semua keinginan bisa tercapai? Bukankah semua itu kuasa Allah semata! Hanya Allah yang berkuasa atas apa yang tersebut di atas. Bukan Muhammad. Jadi, kenapa bacaan shalawat seperti itu?! Demikian kiranya unsur syirik yang mereka maksud, setidaknya sebagaimana terkutip dalam akun facebook yang menamakan akunnya: PECINTA SUNNAH PEMBENCI BID'AH MENITI JEJAK SHALAFUS SHALIH.

Serupa dengan redaksi shalawat Nariyyah, dalam shalawat al-Fatih juga tidak luput dari kecaman kelompok ini. Apa betul Muhammad yang membuka segala hal yang terkunci (الفاتح لما أغلق)?, penutup dari apa yang telah lalu (الخاثم لما سبق)? Penolong kebenaran dengan kebenaran (ناصر الحق بالحق)? Dan apa Muhammad juga yang memberi hidayah/ petunjuk kejalan yang lurus (الهادي إلى صراطك المستقيم)? Bukankah semua itu juga kuasa Allah semata?!

Kalimat-kalimat tersebut, jika diterjemahkan secara kasat mata, sepintas memang nampak unsur syirik. Bahkan penulis pun pernah beranggapan demikian. Tapi setelah sekian lamanya berusaha memahami maknanya, sambil lalu tetap berkeyakinan bahwa tidak mungkin ulama-ulama yang karena kecintaan mereka kepada nabi akan menghasilkan ajaran syirik, penulis lantas menemukan jawaban realistis.

Mula-mula, mari kita cermati satu hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Bagi muslim Sunni (Ahlussunnah waljama'ah), tidak mungkin meragukan keabsahan hadis dari Abu Hurairah. redaksi hadis kurang lebih demikian:

قال رسول الله: إن الله تعالى قال: من عاد لي وليا فقد أذنته بالحرب، وما تقرب عبدي بشيئ أحب إليّ مما افترضته عليه، وما يزال عبدي يتقرب إليّ بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به، وبصره الذي يبصر به، ويده التى يبطش بها، ورجله التى يمشي بها، وإن سألنى لأعطينه، ولئن استعاذني لأعيذنه

"Rasul bersabda: Allah SWT berfirman: Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)Ku, maka Aku mengizinkannya untuk diperangi. Tidaklah hamba-Ku mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan tetap saja hamba-Ku (berusaha) lebih mendekati Aku dengan ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintainya. Dan jika sampai Aku telah mencintai hamba-Ku, maka Aku akan menjadi pendengarannya, yang bisa digunakan hambaku untuk mendengar; Aku menjadi penglihatannya untuk digunakannya melihat; menjadi tangannya untuk memegang; menjadi kakinya untuk berjalan; dan jika dia meminta, pasti akan Aku beri; dan ketika dia memohon perlindungan, pasti akan Aku lindungi"

Kesimpulan hadis di atas, seorang hamba yang sudah menjadi kekasih Allah, segala urusannya menjadi urusan Allah. Jika pengelihatan seseorang sudah menjadi pengelihatan Allah, adakah sesuatu yang tidak nampak baginya? Jika tangan seseorang telah dianggap "tangan Tuhan", adakah perkara yang tidakk bisa ditanganinya? Adakah keinginan kekasih Allah yang tidak bisa tercapai? Semuanya akan dibantu langsung oleh Allah. Demikian makna hadis di atas.

Sampai disini, mungkin masih tersisa pertanyaan: Apa hubungan antara hadis ini dengan bacaan shalawat tadi? Di mana korelasi kalimat yang bernada syirik dalam shalawat tadi dengan jaminan Allah bagi hambanya yang telah menjadi kekasih (wali) Allah? Bukankah segala kesulitan jadi mudah, kesusahan jadi hilang, kebutuhan terpenuhi, terbuka segala sesuatu yang terkunci, semuanya bisa teratasi jika seorang hamba menjadi kekasih Allah.

Aha, pada titik inilah peran nabi Muhammad nampak. Peran beliau ini bukan bualan para ulama. Bukan ocehan para perawi hadis, tapi justru Allah sendiri yang menampakkan peran rasul untuk jalan menjadi kekasih Allah. Hal ini ditegaskan langsung dalam Al-Qur'an, di surah Ali Imran: 31:

قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحييكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم

"Katakan (hai Muhammad kepada manusia), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (nabi Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian, dan mengampunkan segala dosa-dosa kalian, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"

Sampai di sini jelas sudah, bahwa kunci menjadi kekasih Allah yang keistimewaannya telah dijelaskan di atas, adalah dengan cara mengikuti jejak rasul, dan mengamalkan sunnah-sunnahnya. Dan tidaklah mungkin kita bisa mengikuti jalan rasul jika kita tidak mencintai beliau. Artinya, kita bisa menjadi kekasih Allah setelah kita mampu menjadi kekasih rasul. Mustahil bisa langsung menjadi kekasih Allah tanpa menyandang kekasih rasul. Nabi Musa saja yang hanya ingin melihat Allah tidak kuasa, apa lagi kita! Bukankah sepasang kekasih saling bermesraan?! Lantas, jika melihat saja tidak bisa, bagaimana mau bermesraan?!

Maka, ungkapan-ungkapan "mesra" dalam shalawat tadi adalah wujud kemesraan hati para ulama terdahulu kepada rasul. Ujung-ujungnya, sebenarnya mereka juga "bermesraan" dengan Allah. Karenanya, hakekat yang "pembuka segala yang terkunci", "penghilang kesusahan", "pemudah segala hal yang sulit", semua itu hakekatnya kembali kepada Allah. Allah lah yang berkuasa melakukan segala urusan tadi. Tapi, dengan perantaraan kita mencintai Rasulullah. Wallahu A'lam bissawab...

Dengan alasan ini, masihkah kita akan menyalahkan mereka pencipta kalimat-kalimat mesra (shalawat) sebagai pembuat ajaran yang mengandung unsur syirik???

 

Zulfan Syahansyah,  aktifis pesantren dan pengamal bacaan shalawat, pengurus di Pondok Pesantren Al-Munawwariyyah Malang

Read more ...

Thursday 7 May 2015

Menguak Rahasia Muhammadiyah Selalu Nampak Beda dengan Nahdlatul Ulama (NU)

KH. Ahmad Dahlan dan Kh. Hasyim Asy’ari itu sekawan, sama-sama menunut ilmu agama di Arab Saudi. Sama-sama ahli hadits dan sama-sama ahli fikih. Saat hendak pulang ke tanah air, keduanya membuat kesepakatan menyebarkan Islam menurut skil dan lingkungan masing-masing. Kiai Ahmad bergerak di bidang dakwah dan pendidikan perkotaan, karena berasal dari Kuto Ngayogyokarto. Sementara Kiai Hasyim memilih pendidikan pesantren karena wong ndeso, Jombang. Keduanya adalah orang hebat, ikhlas dan mulia.

Keduanya memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dengan cara melandasi anak bangsa dengan pendidikan dan agama. Kiai Ahmad mendirikan organisasi Muhammadiyah dan Kiai Hasyim mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Saat beliau berdua masih hidup, tata ibadah yang diamalkan di masyarakat umumnya sama meski ada perbedaan yang sama sekali tidak mengganggu. Contoh kesamaan praktek ibadah kala itu antara lain:

1.    Shalat Tarawih sama-sama 20 rakaat. Kiai Ahmad Dahlan sendiri disebut-sebut sebagai imam shalat Tarawih 20 rakaat di Masjid Syuhada Yogya.
2.    Talqin mayit di kuburan, bahkan ziarah kubur dan kirim doa dalam Yasinan dan tahlilan.
3.    Baca doa Qunut Shubuh.
4.    Sama-sama gemar membaca shalawat (Diba’an).
5.    Dua kali khutbah dalam shalat Ied, Iedul Fithri dan Iedul Adha.
6.    Tiga kali takbir, “Allah Akbar”, dalam takbiran.
7.    Kalimat iqamah (qad qamat ash-shalat) diulang dua kali.
8.    Dan yang paling monumental adalah itsbat hilal, sama-sama pakai rukyah. Yang terakhir inilah yang menarik direnungkan, bukan dihakimi mana yang benar dan mana yang salah.

Semua amaliah tersebut di atas berjalan puluhan tahun dengan damai dan nikmat. Semuanya tertulis dalam kitab Fiqih Muhammadiyah yang terdiri dari 3 jilid, yang diterbitkan oleh: Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka Jogjakarta, tahun 1343-an H. Namun ketika Muhammadiyah membentuk Majlis Tarjih, di sinilah mulai ada penataan praktek ibadah yang rupanya “harus beda” dengan apa yang sudah mapan dan digariskan oleh pendahulunya. Otomatis berbeda pula dengan pola ibadahnya kaum Nahdhiyyin. Perkara dalail (dalil-dalil), nanti difikir bareng dan dicari-carikan.

Disinyalir, tampil beda itu lebih dipengaruhi politik ketimbang karena keshahihan hujjah atau afdhaliah ibadah. Untuk ini, ada sebuah tesis yang meneliti hadits-hadits yang dijadikan rujukan Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam menetapkan hukum atau pola ibadah yang dipilih.

Setelah uji takhrij berstandar mutawassith, kesimpulannya adalah: bahwa mayoritas hadits-hadits yang dipakai hujjah Majlis Tarjih adalah dha’if. Itu belum dinaikkan pakai uji takhrij berstandar mutasyaddid versi Ibn Ma’in. Hal mana, menurut mayoritas al-Muhadditsin, hadis dha’if tidak boleh dijadikan hujjah hukum, tapi ditoleransi sebagai dasar amaliah berfadhilah atau fadhail al-a’mal. Tahun 1995an, Penulis masih sempat membaca tesis itu di perpustakaan Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Soal dalil yang dicari-carikan kemudian tentu berefek pada perubahan praktek ibadah di masyarakat, kalau tidak disebut sebagai membingungkan. Contoh, ketika Majlis Tarjih memutuskan jumlah rakaat shalat Tarawih 8 plus 3 witir, bagaimana prakteknya?

Awal-awal instruksi itu, pakai komposisi: 4, 4, 3. Empat rakaat satu salam, empat rakaat satu salam. Ini untuk Tarawih. Dan tiga rakaat untuk Witir. Model Witir tiga sekaligus ini versi madzhab Hanafi. Sementara wong NU pakai dua-dua semua dan ditutup satu Witir. Ini versi asy-Syafi’i.

Tapi pada tahun 1987, praktek shalat Tarawih empat-empat itu diubah menjadi dua-dua. Hal tersebut atas seruan KH. Shidiq Abbas Jombang ketika halaqah di Masjid al-Falah Surabaya. Beliau tampilkan hadits dari Shahih Muslim yang meriwayatkan begitu. Karena, kualitas hadits Muslim lebih shahih ketimbang hadits empat-empat, maka semua peserta tunduk. Akibatnya, tahun itu ada selebaran keputusan Majlis Tarjih yang diedarkan ke semua masjid dan mushalla di lingkungan Muhammadiyah, bahwa praktik shalat Tarawih pakai komposisi dua-dua, hingga sek arang, meski sebagian masih ada yang tetap bertahan pada empat-empat. Inilah fakta sejarah.

Kini soal itsbat hilal pakai rukyah. Tolong, lapangkan dada sejenak, jangan emosi dan jangan dibantah kecuali ada bukti kuat. Semua ahli falak, apalagi dari Muhammadiyah pasti mengerti dan masih ingat bahwa Muhammadiyah dulu dalam penetapan hilal selalu pakai rukyah bahkan dengan derajat cukup tinggi. Hal itu berlangsung hingga era orde baru pimpinan Pak Harto. Karena orang-orang Muhammdiyah menguasai Departemen Agama, maka tetap bertahan pada rukyah derajat tinggi, tiga derajat ke atas dan sama sekali menolak hilal dua derajat. Dan inilah yang selalu dipakai pemerintah. Sementara ahli falak Nadhliyyin juga sama menggunakan rukyah tapi menerima dua derajat sebagai sudah bisa dirukyah. Dalil mereka sama, pakai hadits rukyah dan ikmal.

Oleh karena itu, tahun 90-an, tiga kali berturut-turut orang NU lebaran duluan karena hilal dua derajat nyata-nyata sudah bisa dirukyah, sementara Pemerintah-Muhammadiyah tidak menerima karena standar yang dipakai adalah hilal tinggi dan harus ikmal atau istikmal. Ada lima titik atau lebih tim rukyah gabungan menyatakan hilal terukyah, tapi tidak diterima oleh Departemen Agama, meski pengadilan setempat sudah menyumpah dan melaporkan ke Jakarta. Itulah perbedaan standar derajat hilal antara Muhammadiyah dan NU. Masing-masing bertahan pada pendiriannya.

Setelah pak Harto lengser dan Gus Dur menjadi presiden, orang-orang Muhammadiyah berpikir cerdas dan tidak mau dipermalukan di hadapan publiknya sendiri. Artinya, jika masih pakai standar hilal tinggi, sementara mereka tidak lagi menguasai pemeritahan, pastilah akan lebaran belakangan terus. Dan itu berarti lagi-lagi kalah start dan kalah cerdas. Maka segera mengubah mindset dan pola pikir soal itsbat hilal. Mereka tampil radikal dan meninggalkan cara rukyah berderajat tinggi. Tapi tak menerima hilal derajat, karena sama dengan NU.

Lalu membuat metode “wujud al-hilal”. Artinya, pokoknya hilal menurut ilmu hisab atau astronomi sudah muncul di atas ufuk, seberapapun derajatnya, nol koma sekalipun, sudah dianggap hilal penuh atau tanggal satu. Maka tak butuh rukyah-rukyahan seperti dulu, apalagi tim rukyah yang diback up pemerintah. Hadits yang dulu dielu-elukan, ayat al-Quran berisikan seruan “taat kepada Allah, RasulNya dan Ulil Amri” dibuang dan alergi didengar. Lalu dicari-carikan dalil baru sesuai dengan selera.

Populerkah metode “wujud al-hilal” dalam tradisi keilmuwan falak? Sama sekali tidak, baik ulama dulu maupun sekarang.

Di sini, Muhammdiyah membuat beda lagi dengan NU. Kalau dulu, Muhammadiyah hilal harus derajat tinggi untuk bisa dirukyah, hal mana pasti melahirkan beda keputusan dengan NU, kini membuang derajat-derajatan secara total dan tak perlu rukyah-rukyahan. Menukik lebih tajam, yang penting hilal sudah muncul berapapun derajatnya. Sementara NU tetap pada standar rukyah, meski derajat dua atau kurang sedikit. Tentu saja beda lagi dengan NU. Maka, selamanya takkan bisa disatukan, karena sengaja harus tampil beda. Dan itu sah-sah saja.

Dilihat dari fakta sejarah, pembaca bisa menilai sendiri sesungguhnya siapa yang sengaja membuat beda, sengaja tidak mau dipersatukan, siapa biang persoalan di kalangan umat?

Menyikapi lebaran dua versi, warga Muhammadiyah pasti bisa tenang karena sudah biasa diombang-ambingkan dengan perubahan pemikiran pimpinannya. Persoalannya, apakah sikap, ulah atau komentar mereka bisa menenangkan orang lain?

Perkara dalil nash atau logika, ilmu falak klasik atau neutik, rubu’ atau teropong modern sama-sama punya. Justeru, bila dalil-dalil itu dicari-cari belakangan dan dipaksakan, sungguh mudah sekali dipatahkan.

Hebatnya, semua ilmuwan Muhammadiyah yang akademis dan katanya kritis-kritis itu bungkam dan tunduk semua kepada keputusan Majlis Tarjih. Tidak ada yang mengkritik, padahal kelemahan akademik pasti ada. (Diedit ulang dari tulisan Ustadz Sulaiman Timun Mas).

Sumber :
http://www.muslimedianews.com/2014/06/menguak-rahasia-muhammadiyah-selalu.html?m=1

Read more ...

Fenomena Gerakan #AyoMondok dan Islam Nusantara

Muslimedianews.com ~ Entah kebetulan atau ada yang menggerakkan, berbagai kalangan dan lapisan masyarakat kini sedang gencar dengan wacana Islam Nusantara. Ormas Islam terbesar di dunia Nahdlatul Ulama memilih tema Islam Nusantara pada Muktamarnya yang ke-33 diawali dengan Halaqah Pra Muktamar di beberapa wilayah bagian Indonesia dalam rangka mensosialisasikan tema besar Islam Nusantara tersebut.

Selang beberapa waktu kemudian, muncul kampanye gerakan “Ayo Mondok, Pesantrenku Keren” dari sekumpulan aktifis dan pemerhati Islam Nusantara yang dimotori oleh Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) sebuah lembaga resmi NU yang menaungi Persatuan Pesantren di Indonesia dengan ikon dan desain grafis visualisasi yang cukup menarik dan kreatif.

Gerakan Ayo Mondok – Islam Nusantara kini berlanjut dengan telah dibuatnya akun twitter resmi di @ayomondok yang dikelola oleh aktifis Nahdliyyin di wilayah Jawa Timur. Menurut salah satu admin akun tersebut, rencananya akan ada launching resmi gerakan Ayo Mondok secara nasional dalam waktu dekat.

Sebelum wacana Islam Nusantara ramai dibincangkan seperti saat ini, sebetulnya Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumerdaya Manusia (Lakpesdam PBNU) telah lebih awal membuat kajian dan riset ilmiah melalui jurnal Taswirul Afkar dengan edisi khusus bertajuk Islam Nusantara pada tahun 2013 lalu.

Semoga maraknya kampanye Islam Nusantara dengan berbagai media dan variasinya bisa menambah pemahanan masyarakat umum atas pentingnya fungsi dan peran Islam Nusantara dalam rangka meneguhkan dan melanggengkan Islam Nusantara di wilayah NKRI.

Oleh : Ust. Mukhlisin

Read more ...

Smartphone Butuh Smart People

Oleh Ardyan Novanto Arnowo*

 

Begitu pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi akhir-akhir ini seolah memaksa manusia untuk terus mengikutinya agar tidak “merasa” ketinggalan jaman, hampir setiap detik selalu ada inovasi baru yang ditemukan.

Pada dasarnya setiap perkembangan dalam dunia teknologi itu bertujuan untuk kemanusiaan, meskipun pada prakteknya seiring dengan berjalannya waktu banyak juga teknologi yang justru memperbudak manusia.

Dalam hal ini saya coba mengulas secara sekilas salah satu bentuk teknologi informasi yang mengalami kemajuan sangat pesat, telepon genggam. Pada awalnya telepon genggam diciptakan untuk mempermudah komunikasi antar manusia dari mana saja dan dimana saja karena mobilitasnya yang bisa dibawa kemana-mana. Seiring dengan kemajuan teknologi, berkembang fungsi SMS (Short Message Service) sehingga pengguna telepon genggam bisa melakukan komunikasi melalui mengiriman teks. Tidak lama kemudian muncul teknologi MMS (Multimedia Message Service), pengguna telepon genggam/seluler tidak lagi hanya dapat melakukan pembicaraan dan berkirim pesan singkat teks, tetapi juga dapat mengirimkan pesan gambar dan suara, namun teknologi MMS ini tidak terlalu mendapat sambutan. Selain biaya yang mahal juga dirasakan tidak terlalu bermanfaat.

Sesuai dengan kodratnya, bahwa manusia adalah mahluk sosial yang berarti selalu ingin mendapat berita/informasi dan juga ingin menyampaikan berita/informasi. Maka perkembangan teknologi komunikasi bergerak tersebut juga mengalami perkembangan seolah mengikuti tuntutan kebutuhan manusia sebagai mahluk sosial, datanglah era mobile internet (internet dalam perangkat bergerak). Dari sinilah fungsi dasar telepon mulai bergeser dan kebanyakan pengguna tidak menyadarinya, cara manusia berkomunikasi tidak lagi hanya sebatas percakapan, pesan singkat maupun gambar seperti tersebut diatas, tetapi mulai merambah kepada sesuatu yang lain dimana teknologi baru tersebut dirasakan dapat menembus segala keterbatasan dari semua teknologi yang ada sebelumnya. Misalnya surat elektronik (email) dan online chat (percakapan online secara tertulis), kemampuan teknologi baru dalam mengakomodir segala keinginan manusia yang sangat tidak terbatas untuk mendapatkan maupun berbagi informasi dirasakan semakin penting.

Saat awal masa telepon genggam mulai dikenal dan digunakan di Indonesia, tidak banyak mengubah cara hidup manusia. Kustomisasi yang dilakukan oleh para pengguna untuk sekedar merasa nyaman dalam penggunaannya maupun ingin tampil beda tidaklah signifikan. Karena dasarnya selalu ada keinginan untuk berkompetisi dalam setiap diri manusia. Namun di era abad 21 ini dikenal istilah smartphone atau telepon pintar. Telepon seluler dapat dikategorikan sebagai smartphone/telepon pintar apabila dapat mengakomodir segala kebutuhan manusia tersebut akan informasi, mulai dari fungsi dasar berkomunikasi dengan suara, teks, gambar, hingga video. Belum lagi fungsi tambahan lain yang tidak dapat disebutkan karena sangat banyak (karena hasrat manusia tidak terbatas). Nah, di era smartphone inilah terjadi suatu keterbalikan. Dimana sebelumnya teknologi diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, tapi saat ini manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan/menggunakan teknologi terbaru tanpa mempertimbangkan konvergensinya, ironis tapi nyata.

Di kancah pertempuran smartphone, ada 4 sistem yang dominan menguasai pasar, Microsoft dengan Windows Mobile, Apple dengan iOS, Blackberry dengn Blackberry OS, dan google dengan Android. Diantara ke empat vendor tersebut hanya 2 yang paling dominan yaitu Android dan Blackberry, sedangkan Apple tidak terlalu dominan karena harganya yang terlalu mahal.

Di Indonesia sebagai negara berkembang, pengguna smartphone Blackberry jumlahnya luar biasa banyak, bahkan mengalahkan jumlah pengguna di negara maju (saya juga bingung Indonesia ini negara berkembang tapi berkembang kearah mana).

Telepon seluler Blackberry pada dasarnya diciptakan untuk pengguna yang lebih mengutamakan komunikasi berupa teks/tertulis, baik itu SMS, surat elektronik, maupun online chat. Dan segala teknologi yang ada tersebut memang dirancang sesuai kebutuhan masyarakat di negara tempat pengembangan Blackberry, Canada dan Amerika. Dimana negara maju dengan kehidupan yang sangat dinamis dan cepat, terutama kebutuhan untuk dapat menjalankan roda bisnis yang tidak boleh mati. Blackberry memiliki sistem online chat (percakapan berbasis teks melalui dunia maya) yang diciptakan oleh RIM (Research In Motion) secara ekslusif bernama Blackberry Messenger, hanya sesama pengguna Blackberry yang sudah bertukar pin saja yang dapat melakukan percakapan tersebut.

Sebenarnya hal ini cukup bermanfaat apabila digunakan misalnya oleh karyawan marketing yang memiliki intensitas komunikasi cukup tinggi demi meraih target yang ditetapkan oleh perusahaan. Namun di negara berkembang seperti Indonesia, fungsi tersebut menjadi sekedar pelengkap saja. Justru penggunaan aplikasi social media semacam twitter dan facebook lebih utama. Sistem yang digunakan oleh Blackberry adalah terpusat, setiap transmisi data email maupun blackberry messenger harus melalui server milik RIM yang ada di Canada, dan pengguna harus mengeluarkan biaya tetap setiap bulan untuk berlangganan paket data agar tetap dapat terkoneksi melalui internet.

Android, sistem operasi berbasis Linux dan berlisensi bebas ini mulai mencuat sejak pertengahan tahun 2011. Berbeda dengan Blackberry OS yang hanya dapat digunakan pada perangkat telepon seluler merk Blackberry saja. Android dapat digunakan pada berbagai merk telepon seluler, dan setiap orang di izinkan untuk membuat aplikasi apapun yang dapat berjalan di sistem operasi Android tersebut. Android seakan melihat segala teknologi yang diberikan oleh Blackberry sebagai sebuah tantangan, maka dari itu segala kemampuan yang dimiliki oelh Blackberry nyaris terdapat pula di Android, kecuali Blackberry Messenger. Banyak sekali keunggulan sistem Android dibandingkan dengan Blackberry, misalnya Flash Player, PDF Reader, ketersediaan aplikasi melalui Android Market yang jumlahnya lebih banyak ketimbang Blackberry Appworld. Dan di sisi harga juga Android lebih terjangkau. Namun bila dilihat dari sudut pandang lain, Blackberry memiliki sesuatu yang lebih bagi penggunanya, meskipun hanya fitur Blackberry Mesenger saja yang menjadi kelebihan dibandingkan Android maupun iOS dan Windows Mobile.

Para pengguna telepon pintar atau smartphone kini semakin memiliki banyak pilihan, masing-masing smartphone memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun akan lebih bijak apabila penggunaan smartphone memilih sesuai dengan konvergensinya. Teknologi diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia, bukan untuk memperbudak manusia agar terikat oleh suatu teknologi dengan merk tertentu. Maju terus teknologi informasi dan telekomunikasi Indonesia, maju terus open source Indonesia. Ilmu pengetahuan adalah milik Tuhan, bukan milik vendor tertentu.

Don’t let your smartphone smarter than you are :)

* Manajer Teknologi Informasi NU Online

Read more ...
Designed By