SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG NAHDLATUL 'ULAMA KECAMATAN SEMIN GUNUNGKIDUL

Saturday 25 April 2015

Peringatan Harlah GP Ansor 81 Satkoryon Semin

Gunungkidul NU online, Satuan Koordinasi Rayon (Satkoryon) Barisan Ansor Serbaguna (BANSER) Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul DIY di hari Sabtu 25 april 2015 jam 20.00-03.30wib bertepatan dengan Harlah ANSOR ke 81 mengadakan kegiatan Pemantapan Gerak dengan agenda Penyematan Sabuk Perguruan Silat Pagar Nusa (GASMI) cabang Gunungkidul oleh Gus Amin pendekar Pagar Nusa dari Ponorogo.

Disampaikan oleh Sahabat Sayidin Ali selaku ketua PAC.GP.Ansor Kecamatan Semin, bahwa Banser sebagai barisan inti dari Ansor harus siap lahir dan batin untuk menghadapi keadaan dan situasi apapun, terlebih akhir-akhir ini ada gerakan-gerakan yang akan merongrong Kesatuan dan Persatuan NKRI, Banser harus siap mengamankan NKRI dengan cara membantu dan membangun kerjasama dengan TNI dan POLRI, oleh karena itu di Hari Lahir Ansor ini PAC.GP.Ansor Semin mengadakan kegiatan untuk menambah wawasan dan bekal mental spiritual.

Sementara itu Sahabat Budi Wahyono selaku Komandan Banser Kecamatan Semin mengatakan, anggota Banser Kecamatan Semin yang berjumlah 125 personil selama dua tahun akhir ini setiap malam ahad mengistiqomahkan kegiatan Pencak Silat Pagar Nusa dengan tujuan untuk menambah ketahanan fisik dan mental agar seluruh anggota Banser Kecamatan Semin semakin siap jika ada tugas yang diembankan kepadanya.(Marhaban Husni)

Read more ...

Friday 17 April 2015

Cara Merawat Bulu Kumis, Jenggot, dan bulu lain

Bulu adalah rambut pendek dan lembut yang tumbuh pada tubuh manusia selain di kepala, jika rambut itu tumbuh di atas kepala disembut dengan rambut. Demikianlah batasan yang diberikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kebetulan sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam wacana fiqih, yaitu bulu ketiak, bulu kemaluan, dan kumis.
Dalam haditsnya Rasulullah saw bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ:  الِاسْتِحْدَادُ و الْخِتَانُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ »

Lima perkara merupakan fitrah (sesuci) yaitu, memotong bulu kemaluan, berkhitan,  memotong kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku”

Dari hadits ini para ahli fiqih memberikan hukum sunnah kepada kegiatan yang memiliki orientasi kebersihan dan kerapian, yaitu memotong bulu yang tumbuh di sekitar daerah kemaluan dan mencabut bulu yang tumbuh di ketiak lengan tangan.

Bahkan khusus untuk kumis Rasulullah saw pernah menghimbau untuk memotongnya dengan tegas disabdakan   من لم يأخذ من شاربه فليس منا Barang siapa yang tidak memotong kumisnya, bukanlah golongan kami. Demikian bunyi hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Arqam.

Demikian fiqih sangat mementingkan perihal berbagai macam bulu yang tumbuh di dalam tubuh, karena berbagai bulu tersebut seringkali menyebabkan ketidak nyamanan, kejengkelan dan juga kegelisahan yang dapat mengganggu pribadi maupun orang lain.

Selain itu permasalahan bulu ini juga menyangkut kerapian penampilan. Sesungguhnya Islam sangat menghargai penampilan yang rapi. Sebagaimana dinyatakan Rasulullah saw dalam hadits tentang pemotongan kumis.

Demikianlah hal ini harusnya menjadi pertimbangan utama bagi mereka yang memanjangkan jenggot, walaupun Rasulullah saw sendiri pernah bersabda:

خالفوا المشركين وفروا اللحي واخفوا الشوارب

Artinya “bedakanlah dirimu dari kaum musyrikin, lebatkanlah jenggot dan panjangkanlah kumis”

Sesungguhnya hadits ini menganjurkan orang muslim untuk melebatkan jenggot dan memanjangkan kumis sebagai pembeda dari orang musyrik. Akan tetapi standar lebat dan panjang jangan sampai mengorbankan kerapian. Sebagaimana anjuran Rasulullah dalam hadits di atas. Karena jika jenggot itu lebat tak tertaur dan kumis itu panjang tak tertata itulah teori asal beda tanpa tahu alasan dan maknanya, na’udzubillah mindzalik. (Ulil H)

Read more ...

Bagi Hasil Yang Cacat Pada Bank Syariah

Bank Syariah sebagai salah satu usaha keuangan di Indonesia telah hadir semenjak awal tahun 1990an. Bank Syariah datang dengan menawarkan sistem bagi hasil yang bebas riba. Dengan sistem bagi hasil ini diharapkan terjalin kerjasama yang lebih seimbang antara nasabah dan pihak bank selaku pengelola.
Hal ini telah ditetapkan dalam Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mengatur tentang legalitas Perbankkan Syariah. Ciri utama Perbankan Syariah adalah berdasarkan bagi hasil antara pemilik harta sebagai shahib al-mal atau nasabah dan pihak bank sebagai pengelola atau mudharib. Dengan kesepakatan nisbah (prosentase bagi hasil) sesuai kesepakatan para pihak. Dalam kesepakatannya, biasanya antara 70 % banding 30 %, 65 % banding 35 %, atau 60 % banding 40 %.

Akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian, pembagian bagi hasil itu selalu stabil dan anehnya selalu berada di bawah prosentasi bunga bank konvensional. Hal ini selanjutnya menimbulkan pertanyaan bagi sebagian orang. Bagaimanakah sebenarnya proses pembagian hasil itu terjadi? Padahal dengan jelas syariah mengharuskan keterbukaan dalam sistem pembagian hasil antara nasabah (shahibul mal) dan pengelola (mudharib). Sebagaimana diterangkan dalam Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid 

 

وَأَجْمَعَ عُلَمَاءُ الْأَمْصَارِ عَلَى أَنَّهُ لَا يَجُوزُ لِلْعَامِلِ أَنْ يَأْخُذَ نَصِيبَهُ حِصَّتَهُ مِنْ الرِّبْحِ إلَّا بِحَضْرَةِ رَبِّ الْمَالِ وَأَنَّ حُضُورَ رَبِّ الْمَالِ شَرْطٌ فِي قِسْمَةِ الْمَالِ وَأَخْذِ الْعَامِلِ حِصَّتَهُ وَأَنَّهُ لَيْسَ يَكْفِي فِي ذلِكَ أَنْ يُقْسِمَهُ بِحُضُورِ بَيِّنَةٍ وَلَا غَيْرِهَا

الْقَولُ فِي أَحْكَامِ الطَّوَارِئِ وَاخْتَلَفُوا إِذَا أَخَذَ الْمُقَارِضُ حِصَّتَهُ مِنْ غَيرِ حُضُورِ رَبِّ الْمَالِ ثُمَّ ضَاعَ الْمَالُ أَوْ بَعْضَهُ

Dan para ulama seantero kota sepakat, sungguh ‘amil tidak boleh mengambil laba yang menjadi bagiannya melainkan dihadiri oleh pemilik modal dan kehadiran pemilik modal merupakan syarat pembagian harta dan pengambilan bagian laba oleh ‘amil. Sungguh dalam hal tersebut tidak dicukupkan dengan mendatangkan saksi maupun selainnya.

Pendapat yang dimenangkan pada beberapa hukum kasus susulan. Para ulama berbeda pendapat saat ‘amil mengambil laba yang menjadi bagiannya tanpa kehadiran pemilik modal, kemudian harta atau sebagiannya tersebut hilang.

Demikianlah seharusnya Bank Syariah segera membenahi sistem yang ada, agar tidak terjadi cacat syariah yang mencederai norma syariah itu sendiri. Sebagaimana diputuskan dalam Bahtsul Masail Diniyah Waqiiyah Muktamar NU 2010 (ulil)

Read more ...

Hukum Membaca Surah Al Kahfi dan Hikmahnya

Imam Syafi’i telah meriwayatkan hadits yang menganjurkan kepada kita semua untuk memperbanyak bershalawat kepada baginda Rasulullah saw. Di samping itu beliau juga suka membaca surat al-Kahfi pada hari malam Jumat dan siangnya karena memang terdapat anjurannya.    

(قَالَ الشَّافِعِيُّ) أَخْبَرَنَا إبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنُ مَعْمَرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْثِرُوا الصَّلَاةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ( قال الشَّافِعِيُّ ) وَبَلَغَنَا أَنَّ مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ وُقِيَ فِتْنَةَ الدَّجَّالِ. ( قال الشَّافِعِيُّ ) وَأُحِبُّ كَثْرَةَ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كُلِّ حَالٍ وَأَنَا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَتِهَا أَشَدُّ اسْتِحْبَابًا وَأُحِبُّ قِرَاءَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَهَا لِمَا جَاءَ فِيهَا

“Imam Syafi’i berkata, telah mengkhabarkan kepadaku Ibrahim bin Muhammad, ia berkata telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Abdurrahman bin Ma’mar bahwa Nabi saw bersabda, ‘Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku pada hari Jumat’. Beliau juga berkata, dan telah sampai kepadaku riwayat yang mengatakan bahwa barang siapa yang membaca surat al-Kahf maka ia dilindungi dari fitnahnya Dajjal. Selanjutnya beliau mengatakan, bahwa saya menyukai banyak-banyak membaca shalawat kepada Nabi saw dalam setiap keadaan, sedang pada hari Jumat saya lebih menyukainya (dengan memperbanyak lagi membaca shalawat), begitu juga saya suka membaca surat al-Kahf pada malam Jumat dan siangnya karena adanya riwayat dalam hal ini” (Muhammad Idris asy-Syafi’i, al-Umm, Bairut-Dar al-Ma’rifah, 1393 H, juz, 1, h. 207)

Berangkat dari penjelasan ini, maka memang benar bahwa hukum membaca surat al-Kahf pada hari Jumat itu adalah sunnah. Sebab, terdapat riwayat yang mengatakan bahwa barang siapa yang membaca surat al-Kahf maka akan dilindungi dari fitnahnya Dajjal.

Lantas, apa hikmah yang dapat kita ambil, atau hubunganya membaca surat al-Kahfi dengan hari Jum'at? Membaca surat al-Kahfi bisa melindungi kita dari fitnah Dajjal sebagaimana riwayat yang dikemukan oleh imam Syafi’i di atas.

Di samping itu hari Jumat merupakan hari yang luar biasa karena ada beberapa peristiwa penting terjadi pada hari Jumat, seperti diciptakannya nabi Adam as. Begitu juga peristiwa di masukkannya beliau dan dikeluarkannya dari surga itu terjadi pada hari Jumat. Dan yang paling menggetaran adalah kelak hari kiamat jatuh pada hari Jumat sebagaimana riwayat yang terdapat dalam kitab Shahih Muslim.

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ

“Sebaik-baiknya hari di mana sang surya menyinarinya adalah hari Jumat. Pada hari Jumat nabi Adam as diciptakan, dimasukkan ke dalam surga, dan dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak terjadi kecuali pada hari Jumat” (H.R. Muslim)

Dari sini saja kita sudah bisa memahami hubungan antara membaca surat a-Kahfi dengan hari Jumat, atau hikmahnya. Singkatnya adalah kiamat jatuh pada hari Jumat, demikian sebagaimana bunyi riwayatnya. Karenanya, hari Jumat diidentikan  dengan hari kiamat. Sebab, hari Jumat itu sendiri mengandung pengertian berkumpulnya makhluk seperti kiamat di mana seluruh makhluk dikumpulkan. Sedang dalam surat al-Kahfi terdapat gambaran mengenai menakutkannya hari kiamat (ahwal al-qiyamah). Misalnya pada ayat berikut ini;

 وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا

 “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau melihat bumi rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka” (Q.S. Al-Kahfi: 47)

وَالْحِكْمَةُ مِنْ قِرَاءَتِهَا أَنَّ السَّاعَةَ تَقُومُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، كَمَا ثَبَتَ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ، وَالْجُمُعَةُ مُشَبَّهَةٌ بِهَا لِمَا فِيهَا مِنِ اجْتِمَاعِ الْخَلْقِ، وَفِي الْكَهْفِ ذِكْرُ أَهْوَالِ الْقِيَامَةِ

“Hikmah membaca surat al-Kahfi adalah bahwa hari kiamat jatuh pada hari Jumat sebagaimana riwayat yang terdalam dalam kitab Shahih Muslim. Dan hari Jumat itu diserupakan dengan hari kiamat karena di dalamnya terdapat perkumpulan makhluk, sedang di dalam surat al-Kahf digambar mengenai pelbagai keadaan kiamat yang sangat menyeramkan”. (Lihat Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-12, juz, 4, h. 461)

Read more ...

Wednesday 15 April 2015

Agar Hati-Hati Saat Memilih Koperasi

Pringsewu, NU Online
Hati-hati memilih koperasi. itulah pesan yang disampaikan Ustadz Munawwir, Ketua Lembaga Bahtsul Masa'il PWNU Provinsi Lampung ketika memberikan materi Jihad Pagi (Ngaji Ahad Pagi) di Gedung NU Pringsewu, 12/04/15. 

Jihad pagi kali ini mengangkat tema Koperasi ditinjau dari perspektif ilmu fiqh ini merupakan pencerahan bagi seluruh masyarakat Kabupaten Pringsewu untuk berhati-hati terhadap fenomena munculnya berbagai macam koperasi akhir-akhir ini.

"Ketika memilih koperasi seharusnya diperhatikan dulu proses yang dilakukan oleh koperasi tersebut apakah sudah menggunakan aturan-aturan agama atau ilmu fiqh yang tepat atau belum," tegasnya. Menurutnya dalam bekerjasama atau dalam ilmu fiqh dikenal dengan istilah syirkah semisal koperasi dan sejenisnya, ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Jika tidak memenuhi maka kerjasama tersebut sudah melanggar hukum agama dan keberkahan hasil usaha akan diangkat oleh Allah SWT.

Munawir mencontohkan bahwa dalam bekerjasama, modal yang akan digunakan untuk usaha, harus terkumpul dahulu sebelum akad perjanjian. Sedangkan dalam prakteknya sering ditemukan di beberapa koperasi bahwa modal dikumpulkan sesudah akad dengan persetujuan anggota. Menurutnya hal ini tidak sesuai dengan ilmu fiqh khususnya madzhab Imam Syafii yang dijelaskan dalam Kitab Syarh Raudlu Tholib.

Munawwir menambahkan juga bahwa seluruh anggota koperasi harus tahu penggunaan modal yang diberikan atau dikerjasamakan. Hal ini bertujuan supaya tidak terjadi prasangka buruk dan kebohongan diantara anggota. 

"Sering terjadi sekarang ini anggota tidak tahu penggunaan modal mereka. Mereka berlomba untuk memperbesar modal karena diiming-imingi hasil besar pula yang kadang diluar kewajaran," ujarnya.

Oleh karena itu di akhir penyampaian materinya, Munawwir yang juga Sekretaris MUI Kabupaten Pringsewu ini mengingatkan kepada masyarakat untuk bijak dalam menginvestasikan dananya dengan mempertimbangkan manfaat serta mudharatnya sehingga keuntungan dan keberkahan hasil dari investasi tersebut akan dapat dirasakan semuanya. (Muhammad Faizin/Mukafi Niam)

Read more ...

NU Dan Kemandirian Pertanian

Muhammad Mulya Tarmiz* Ekonomi pedesaan terutama di bidang pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak dalam negara berkembang seperti Indonesia. Badan Pusat Stastik (2013) menyebutkan bahwa 45% penduduk di Indonesia bekerja di sektor pertanian lalu diikuti 23.5% di sektor Industri dan sisanya bekerja di sektor perdagangan dan jasa.

Pembangunan pertanian di pedesaan tidak lepas dari kelembagaan yang berperan sebagai penyokong dari hulu hingga hilir agribisnis pertanian. Kelembagaan pedesaan ini terdiri dari aparat pemerintah desa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat (Ormas), paguyuban, dan sebagainya.

Kelembagaan ini berperan besar dalam menentukan kemajuan ekonomi di pedesaan yang didominasi oleh pertanian, seperti penyediaan modal produksi, pengadaan bibit unggul, pembangunan irigasi dan pemasaran produk pertanian. Karena hal tersebut maka dibutuhkan kelembagaan yang berperan dalam menyokong faktor produksi pertanian tersebut.

Kelembagaan dalam menyokong hal tersebut haruslah memiliki kedekatan psikologis dengan para masyarakat desa, hal ini dikarenakan faktor pendidikan yang umumnya masih rendah di pedesaan sehingga mereka hanya percaya dengan para pemuka desa seperti para kyai atau Ulama, sehingga tepat bila Nahdlatul Ulama yang beranggotakan para alim Ulama menjadi sebuah lembaga yang menaungi seluruh faktor penyokong pertanian.

NU dan pembangunan pertanian
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi masyarakat yang didirikan oleh KH. Hasyim Asyari pada tahun 1926 dan salah satu tujuan berdirinya NU yaitu menyejahterakan para petani desa.

Hal ini sesuai dengan salah satu khittah dalam statue NU fatsal 3 yaitu “Mendirikan badan-badan oentoek memadjoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan, jang tiada dilarang oleh sjara” sehingga jelas bahwa pasal 3 tersebut merupakan tugas NU dalam memajukan pertanian di pedesaan.

Dengan demikian, NU serta perangkatnya akan berperan aktif dalam pembangunan pertanian di pedesaan dengan para ulama, santri dan para masyarakat desa secara bergotong royong dari penyediaan modal hingga pemasaran produk pertanian yang dihasilkan.

Berdirinya Nahdlatul Ulama tidak lepas dari berdirinya tiga tiang penyangga awal, yaitu Nahdlatul Wathan (Kebangkitan bangsa), Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Ekonomi kecil), dan Taswirul Afkar atau yang dikenal dengan Nahdlatul Fikr (Kebangkitan Pemikiran). Dengan demikian NU bukan hanya berdiri sebagai organisasi keagamaan dalam arti sempit, namun memperhatikan pula kesejahteraan ekonomi para jam’iyahnya.

Nahdlatut Tujjar didirikan oleh 45 orang Saudagar santri serta dua orang Kyai berpengaruh yaitu KH. Wahab Chasbullah dan KH. Hasyim Asyari diatas permasalahan sosial ekonomi yang terjadi pada tahun 1918.Nahdlatut Tujjar memiliki visi misi untuk mengangkat kualitas kehidupan masyarakat dalam perekonomian, serta memerangi kolonialisme yang telah melahirkan aneka bentuk eksploitasi dan penindasan di sisi lainnya.

Berdirinya Nahdlatut Tujjar telah mengenal struktur organisasi modern yaitu KH. Hasyim Asyari dipilih sebagai kepala perusahaan, KH. Wahab Chasbullah dipilih menjadi direktur perusahaan, H. bisri sebagai sekretaris perusahaan, dan Syafi’i sebagai marketing sekaligus pengendali perusahaan.

Selain itu, konsep investasi usaha juga mengemuka dalam bentuk sederhana, yang di era sekarang dikenal dengan profit share. Pembagian keuntungan 50% menjadi kesepakatan bersama, tetapi masih boleh dikembalikan untuk memperkuat modal. Dengan begitu, Nahdlatut Tujjar didirikan bukan hanya untuk membangun basis perekonomian para ulama, melainkan menjaga tradisi perdagangan yang sudah ada sejak sebelum datangnya kolonial dan turut menciptakan pasar sendiri di daerah Surabaya, Kediri, dan Jombang. Lebih dari itu, Nahdlatut Tujjar juga memiliki cita-cita ideal untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan, kemaksiatan, dan kebodohan.

Strategi pembangunan ekonomi pertanian
Setelah beberapa lama akibat kompleksnya permasalahan sosial dan keagamaan pada maa perjuangan kemerdekaan maka Nahdlatut Tujjar tidak memiliki peranan penting sebagaimana awal berdirinya. Sehingga pada tahun 1937 KetuaTanfidhiyah NU KH. Mahfoedz Shidiq mendirikan koperasi Syirkah mu’awwanah untuk memperkuat modal para petani di pedesaan. Kehadiran koperasi ini berupaya membuka jaringan perdagangan antar pesantren yang banyak menghasilkan produk-produk pertanian dan usaha-usaha kecil lainnya.

Pada saat itu pesantren memproduksi barang-barang sederhana seperti pakaian, rokok, sajadah, dan lain-lain diperkenankan memasarkan barangnya dengan nama “Nahdlatul Ulama”, dengan menggunakan lambang resmi NU. Sebagai imbalannya mereka harus mamberikan persentase keuntungannnya kepada organisasi, dan semua label harus dicetak di percetakan milik NU sendiri. Kiai didorong madirikan toko sendiri, dengan logo NU, untuk menjual barang-barang yang diperlukan di pesantren; departamen ini akan membantu mereka mengembangkan keterampilan bisnis mereka, dan para usahawan didorong menjual barang-barang mereka ke toko-toko ini dengan persyaratan yang lebih mudah. Dalam perkembangannya di era reformasi, syirkah mu’awwanah ini berkembang menjadi Baitul Maal wa ta’mil Syirkah Mu’awwanah Nahdlatul Ulama (BMT SM NU) yang bergerka di banyak sektor selain pertanian.

Kekuatan perekonomian NU sebenarnya terletak pada potensi pengembangan kemandirian pesantren yang terintegrasi menjadi suatu wadah dalam NU. Pesantren yang secara kultural maupun struktural berada dibawah NU jumlahnya sangat banyak dan tersebar diseluruh penjuru Indonesia hingga ke pelosok-pelosok. Kemandirian pesantren sejak berabad-abad yang lalu menunjukkan bahwa pesantren telah memiliki basis ekonominya secara mandiri.

Namun perlu diakui juga bahwa kemampuan ekonomi pesantren masih bersifat tradisional, kecil dan mayoritas pada sektor pertanian tradisional. Pesantren tidak hanya mendidik ilmu-ilmu agama kepada para santrinya, namun juga memberikan skill-skill untuk mengembangkan ekonomi, khususnya dalam bertani, berternak dan berdagang melalui koperasi pesantren. Sehingga selepas dari pesantren, para santri dapat hidup mandiri dengan bertani, berternak, atau menjadi pedagang kecil.

Seiring dengan perkembangan zaman, sudah saatnya pesantren mengembangkan kemandiriannya dengan memperluas basis ekonominya melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi produksi. Intensifikasi produksi dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi modern dan hasil-hasil penelitian dalam pengembangan unit-unit produksinya yang kebanyakan masih tradisional.

Ekstensifikasi dilakukan dengan membuka diri pada peluang-peluang produksi lain yang sangat dibutuhkan oleh para santri dan masyarakat. Sehingga pesantren dapat menjadi basis pengembangan ekonomi umat.

Hal yang harus dilakukan oleh pesantren dalam mewujudkan hal tersebut yaitu, pertama, pesantren harus membuka diri terhadap perkembangan teknologi dan hasil-hasil penelitian dalam pengembangan ekonomi.

Kedua, pesantren mesti menyediakan sumber daya yang memadai melalui pelatihan-pelatihan bagi santri dalam berbagai bidang garapan ekonomi di pesantren maupun di luar peasantren, sehingga karya para santri memiliki daya saing yang tinggi di pasar luas.

Ketiga, membangun jaringan ekonomi antar pesantren, santri sebagai alumni pesantren, masyarakat dan pemilik modal. Jaringan ekonomi antar pesantren selain memberikan keuntungan secara ekonomi, juga mampu meningkatkan hubungan kerjasama diantara pesantren. Banyaknya jumlah pesantren dengan ribuan santri tentu banyak kebutuhan yang harus dipenuhi yang tidak mungkin dapat disediakan sendiri oleh pesantren tersebut.

Oleh karenanya jaringan ekonomi pesantren akan dapat menyediakan informasi produksi dan kebutuhan diantara pesantren sehingga pasar dan distribusi produksi ekonomi dari pesantren akan semakin luas. Dengan demikian pesantren akan semakin kuat dan mandiri, yang pasti juga akan dirasakan oleh para santri maupun alumni. Tingkat ketaatan dan keeratan ikatan emosional antara pesantren dengan alumni dapat memberikan keuntungan untuk semakin memperluas jalur distribusi dan pengembangan pasar, sehingga alumni dapat menjadi penghubung antara pesantren dengan masyarakat.

Yang terakhir, kerja sama dengan pemilik modal menjadi bagian penting dalam pengembangan ini, karena selama ini ekonomi santri hanya dibangun dengan keterbatasan modal.

*Muhammad Mulya Tarmiz, Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Institut Pertanian Bogor (IPB)  

Read more ...

Tuesday 14 April 2015

Gaya Ustadz Idrus Ramli Menyentil Wahabi dan Syiah

Nama kiai muda yang satu ini belakangan cukup populer. Rekaman video perdebatannya dengan para pemuka Wahabi di Indonesia tersebar melalui media youtube dan bisa diakses dari mana saja. Sedianya dia diminta bantuan oleh kelompok Wahabi untuk ikut menyerang Syiah. Tapi Wahabi diserangnya juga.
Ustadz Idrus Ramli kali ini diundang secara khusus untuk menyampaikan ceramah dalam Halaqah Nasional Aswaja di Asrama Haji Kota Batam, Selasa (14/4). Halaqah diadakan di sela Rapat Kerja Nasional Rakernas V Lakpesdam NU.

Setelah Wali Kota Batam menyampaikan sambutan dan berbicara banyak tentang tradisi Islam Melayu, tibalah saatnya Idrus Ramli menyampaikan ceramah. Setelah ceramah berlangsung beberapa menit dia berdiri. “Pak moderator saya minta izin berdiri, kalau duduk nanti pada ngantuk,” katanya.

Dengan gaya ceramahnya yang khas, Dewan Pakar Aswaja NU Center Jawa Timur ini kelihatan cukup memukau ratusan peserta dari PWNU Kepri, PCNU Batam, dan jamaah MWCNU se-Kota Batam. Sesekali ia menyelipkan humor dan jamaah pun tertawa.

Ia bercerita, dirinya sudah berkeliling Indonesia dan bahkan ke berbagai negara untuk menyampaikan penjelasan mengenai Islam Nusantara. Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah telah masuk ke Nusantara pada era sahabat Nabi, namun baru tersebar pada sekitar abad ke-14 terutama pada era Wali Songo. Perkembangan Islam begitu cepat bahkan kemudian menjadi agama mayoritas di Indonesia.

Apa kunci sukses penyebaran Islam di Indonesia? Tidak lain karena para penyebar Islam sangat menghargai tradisi Islam. Menurut Idrus Ramli, tradisi yang baik menjadi salah satu sumber hukum Islam. Beberapa ibadah umat Islam yang diajarkan Nabi juga merupakan peninggalan dari agama Yahudi dan orang-orang zaman jahiliyah.

Demikilanlah juga yang dijalankan oleh para penyebar Islam di Indonesia. Berbagai tradisi yang dijalankan oleh penduduk Nusantara seperti upacara kehamilan, kelahiran, dan kematian diislamisasi sedemikian rupa oleh para penyebar Islam di Indonesia.

“Tradisi yang sudah dijalankan itu diislamisasi. Dulu kalau ada orang meninggal, para tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka makan-makan, ada yang sambil minum-minum dan bermain judi. Kemudian oleh para ulama kita kumpul-kumpul ini diisi dengan berdzikir dan berdoa,” katanya.

Jika tradisi yang berlaku itu tidak bisa diislamisasi, maka yang dilakukan para ulama adalah meminimalkan mudaratnya. Ada tradisi buang kepala kerbau atau sapi untuk menghindari bencana gunung merapi. Menurut Ustadz Idrus, orang-orang dulu membuang gadis untuk menolak bencana. “Oleh ulama kita, upacara membuang gadis ini diganti dengan membuang kepala kerbau. Lagi pula di negara-negara tetangga kepala kerbau tidak dimakan, hanya di Indonesia saja semua dimakan, karena kita ini memang kreatif,” katanya disambut tawa hadrin.

Semua tradisi baik yang sudah diislamisasi itu juga mempunyai dasar legitimasi dari Al-Qur’an dan Hadits atau dari para Sahabat Nabi. “Jika ada yang tidak tahu dasarnya berarti ngaji dia belum sampai ke situ,” katanya.

Ia melanjutkan, belakangan ajaran para ulama ini diganggu oleh kehadiran kelompok Syiah dan Wahabi. Kelompok Syiah tidak suka dengan para sahabat Nabi yang disimbolkan dengan kebencian mereka kepada tiga sahabat utama Nabi yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman. Sementara kelompok Wahabi tidak suka tradisi, tidak suka istighotsah, tidak suka berdzikir seperti yang sudah dijalankan oleh umat Islam Nusantara. Dari sini lah para ulama mengembangkan syair khusus yang selain berisi dzikir juga berisi puji-pujian kepada para sahabat Nabi, termasuk Sayyidina Ali dan Fatimah binti Rasul.

 “Saya berkeliling dari Sabang sampai Merauke, dzikir dan puji-pujian seperti ini ada di masjid-masjid dan musholla,” katanya. Ia mengajak para jamaah berdzikir. Ia pun memulai dan semua pun larut dalam dzikir.

“Astaghfirullah robbal baroya. Astaghfirullah minal khothoya. Robbi zidni ilman nafi’a. Wawafiqni amalan sholiha. Ya Allahu ya Muhammad ya Aba Bakar ya Shiddiq, ya Umar Usmanu Ali, Siti Fatimah binti Rosuli.”

Syair ini sekaligus merupakan penegasan bahwa ulama Nusantara berhadapan dengan Wahabi dan Syiah sekaligus.

Ia melanjutkan cerita, beberapa kali ia diundang bicara oleh kelompok Wahabi. "Mereka tidak berani dialog sendiri dengan Syiah, kita yang disuruh ngomong," katanya. Ia diminta menjelaskan kesalahan-kesalahan Syiah dan ia pun melakukanya. Syiah tidak hanya salah dalam berakidah, tetapi juga beribadah. “Syiah itu shalatnya tiga waktu dan shalat Jum’at tidak wajib. Jika shalat tangan mereka begini (tegap dan tidak bersedekap),” katanya. Tapi ia tidak tahan juga menjelaskan kesalahan-kesalahan Wahabi.

“Maka kita jangan ragu mengatakah Wahabi, itu bukan ahlussunnah wal jamaah, kenapa? Karena meskipun mereka mengambil hadits Bukhori dan Muslim, hadits yang dipilih hanya yang sesuai dengan kepentingannya. Mereka hanya mengambil hadits ‘Kullu bid’atin dholalah’. Hadits yang diambil cuma satu, yang lain tidak. Saya katakan anda bukan ahli hadits, tapi ahli hadats (ahli membid’ahkan, red),” katanya.

“Setelah dialog itu saya ditanya oleh seorang wartawan dari Wahabi. Kenapa anda menyerang Wahabi juga? Bukannya musuh kita Syiah? Saya menjawab, oh saya tidak menyerang. Saya hanya merespon. Mengapa saya tidak menyerang? Karena merespon saja sudah cukup. Saya tegaskan kepada wartawan itu, saya tidak menyerang Wahabi, karena serangan belum dimulai,” katanya. Para hadirin pun tertawa dan sepertinya semua paham apa maksud Ustadz Idrus Ramli. (A. Khoirul Anam)

Read more ...

Antara "Aku" dan "Kita" ada Jembatan Cinta

Oleh Mh Nurul Huda* Kala belajar di Madrasah Tsanawiyah, sekitar 5 kilometer jarak yang penulis tempuh dulu dari tempat tinggal. Perjalanan itu melewati sebuah jembatan yang lumayan mengerikan. Berada di jalur kereta api peninggalan Belanda, yang hingga saat itu masih dimanfaatkan sebagai jalur pengangkut kayu jati gelondongan yang ditebas dari tengah hutan.

Penulis perlu ekstra hati-hati benar melewati jembatan itu, karena tapak permukaan jalan yang dilalui hanya berupa tatal-tatal kayu yang ditata seadanya dan dipaku melintang di atas penyangga besi diantara dua sisi rel kereta. Sedikit saja lengah atau kurang keseimbangankhususnya di musim hujan, bukannya sampai ke tempat tujuan malahan sebaliknya si pejalan kaki dan pengendara bisa terpeleset jatuh ke dasar sungai dari ketinggian sekitar 20 meteran.

Kenyataan serupa, barangkali, tak hanya dialami oleh diri penulis sendiri, sehingga ia kurang lebih mewakili suatu pengalaman bersama. Karena itu kita lalu mengelus dada bila masih ada saja jembatan buruk yang terpaksa dilalui oleh anak-anak madrasah kita.

Sungguh-sungguh, jembatan bukanlah hal yang bisa disepelekan. Boleh saja jembatan dianggap sekadar penghubung dua wilayah/daratan yang terpisah oleh sungai, jurang atau selat antar dua pulau. Tapi, bagi para penggunanya, sarana itu amatlah terkait dengan banyak hal: yakni imajinasi tentang, dan kemudahan akses terhadap, pengetahuan, dunia, cita-cita, kehidupan dan kemungkinan-kemungkinan baru.

Sebagaimana jembatan-jembatan yang lain, ia hanya mungkin dibangunbila ada pikiran atau kesadaran bersama (misalnya pemerintah bersama masyarakat setempat) tentang harapan, fungsi dan tujuan perlunya jembatan itu. Lalu para insinyur mewujudkan harapan pikiran itu berdasarkan kondisi nyata (real) alam setempat.

Kita rasanya tidak lupa, Bung Karno menyebut kemerdekaan Republik sebagai “jembatan emas”. Dan Republik baru itu didasarkan pandangan Ketuhanan, Kemanusiaan dan Keadilan sebagai “jembatan filosofis” yang mempersatukan elemen-elemennya yang beragam. Lain lagi Tan Malaka, ia menggunakan “jembatan keledai” buat memudahkannya dalam mengingat.

Dan Kiai Achmad Siddiq telah membangun“jembatan sosiologis”bagi kehidupan jama’ah NU untuk mempererat tali hubungan sosial. Disebutnya trilogi hubungan, jembatan itu berupaukhuwah Islamiyah (hubungan persaudaraan antarumat Islam), ukhuwah basyariyah/insaniyah (hubungan persaudaraan antar umat manusia), dan ukhuwah wathaniyah (hubungan persaudaraan antarnegara dan bangsa).

Sekitar abad ke-3 H, kita sulit membayangkan suatuepisode peradaban Islam yang kosmopolit muncul, bila tak ada “jembatan” yang bernama: gerakan penerjemahan. Hunain bin Ishak yang beragama Kristen, Tsabit bin Qurrah yang Zoroaster dan lalu memeluk Islam, dan Ibnu Al-Muqaffa’ adalah para penerjemah ulung nan tangkasdengan horizon kebahasaan dan wawasan yang luas. Mereka mengalihbahasakan karya-karya besar berbahasa Yunani, Suryani, Pahlavi dan Sanskrit ke dalam bahasa Arab, sedemikian rupa sehingga menjembatani lahirnya bentuk-bentuk pengetahuan baru ke dalam perspektif Islam. Lahirlah Al-Farabi (Alpharabius), Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Rusyd (Averroes), selain sufi juga filosof-ilmuwan sejati, yang pengetahuan luasnya merambah aneka bidang: metafisika, logika, etika, kosmologi, matematika, geografi, kedokteran, astronomi dan lainnya. Selanjutnya para penterjemah-penafsir dan sekaligus filosof muslim ini pula yang menjembatani abad renaisans di Eropa dalam wajahnya yang berbeda.

Ini semua menyakinkan kita betapa pentingnya arti “jembatan” dalam kehidupan. Entah itu berupa jembatan penghubungantar lokasi terpisah, antar generasi, antar masyarakat, atau antara masa lalu, masa kini dan masa depan.

Jembatan itu mestilah juga kokoh, bukan jembatan goyang yang labil setiap saat. Paling tidak ia diyakini kokoh oleh para ahli dan dipercayai demikian oleh publik luas. Tak perlulah satu persatu orang mengecek dan mengukur kekokohan itu, setiap jam dan harinya, sepanjang ia diyakini menyediakan kepastian dan terbukti tahan banting. Begitulah kiranya yang dipahami oleh penulis kolom ini tentang keharusan adanya keyakinan dan kepercayaan bersama yang sifatnya fondasional.

Di antara dua dunia, jembatan menjadi penghubung. Katakanlah penghubung antara “yang nyata” dan “yang seharusnya”, antara yang real dan yang ideal, antara “aku” dan “kita”, antara ego dan solidaritas bersama. Oleh karena apa yang real bukanlah yang ideal dan apa yang ideal bukanlah yang real, maka keberadaan jembatan dibutuhkan. Dan oleh sebab yang real dan yang ideal itu tidak bisa diatribusikan kepada subjek masalahyang sama di dalam konteks yang sama pula, maka jembatan itu bentuknya bisa berbeda-beda.

Tapi,sebetulnya, ada kesamaan di antara jembatan-jembatan dalam kehidupan. Ia ada dan hadir, karena gerak sejarah kehidupan adalah sebuah tarikan kerinduan --sebuah kerinduan “aku” yang real kepada “kita” yang ideal.Gerak ini, bukanlah perang terhadap yang real itu sendiri, melainkan perjuangan kolektif melawan keterbatasan-keterbatasan dalam mewujudkan yang ideal.

Dengan kata lain, keterbatasan karena halangan pergerakan yang real menuju yang ideal, yang mencegah “aku” menyatukan diri dengan “kita” haruslah dijembatani. Dan kiranya tak ada jembatan yang kokoh dalam diri selain memori, kehendak, tanggung jawab dan cinta. Merekalah yang memanggil “aku” menuju “kita”, menarik yang real menuju yang ideal, mendorong yang potensial menuju aktual.

Walhasil, jarak yang memisahkan antara kedua belah pihak bukan diatasi oleh kebenciandan permusuhan yang bakal memakan tubuhnya sendiri melainkan oleh gerak terus menerus dalam dialektika cinta.Sebabdalamgeraksejarah“aku” dan “kita”, ada jembatan cinta.(Wallahua’lambisshowab].

MH Nurul Huda, Dosen STAI Al-Aqidah Al-Hasyimiyah Jakarta

Esai ini penulis persembahkan secara khusus untuk Kiai Husein Muhammad karena bagian tertentu dalam esai ini ditimba darinya.

Read more ...

Beasiswa Ke Jepang Bagi Lulusan Madrasah

Jakarta, NU Online
Ritsumeikan Asia Pacific University, Kyoto University, Tohoku University dan Nagoya University di Jepang menawarkan beasiswa bagi lulusan Madrasah Aliyah.
"Lulusan madrasah terbaik dapat melanjutkan ke perguruan tinggi di Jepang," kata Menteri Agama Lukman Hakim usai meninjau pelaksanaan Ujian Nasional di Madrasah Aliyah Negeri 2 Ciracas, Jakarta Timur, Senin. 

Kerja sama Kementerian Agama dan pemerintah Jepang memungkinkan lulusan terbaik sekolah menengah Islam melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi Jepang.

Kementerian Agama dan universitas penyedia beasiswa menanggung biaya pendidikan mereka di Negeri Sakura.

Direktur Pendidikan Madrasah M. Nur Kholis Setiawan mengatakan Kementerian Agama akan memberikan bantuan biaya hidup sementara universitas akan membebaskan biaya kuliah bagi penerima beasiswa. 

"Sejauh ini tidak terbatasi kuota, siapa yang lulus seleksi bisa kuliah di Jepang," kata Nur Kholis. 

Pendaftaran beasiswa lulusan madrasah ke Jepang dibuka 30 Maret sampai 15 April 2015. Para pendaftar bisa mengisi formulir pendaftaran daring melalui laman Kementerian Agama. (antara/mukafi niam)

Read more ...

Monday 13 April 2015

Faedah Ziarah Makam Nabi

Islam mengajurkan umatnya berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah. Kalau menziarahi makam orang tua dan makam orang saleh dianjurkan, maka makam Rasul SAW lebih layak lagi untuk diziarahi. Kecuali mengingat kematian, ziarah kubur di makam ulama dan para wali terlebih lagi makam Nabi Muhammad SAW, berdaya guna untuk meraih berkah.
Rasulullah Saw sendiri menganjurkan umatnya untuk menziarahi makamnya di banyak hadits. Anjuran ini perlu untuk diamalkan mengingat beliau Saw tentunya lebih mengerti betapa tingginya kedudukan ziarah ke makam rasul.

Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatho Dimyathi dalam I‘anatut Tholibin mengatakan,

قال بعضهم: ولزائر قبر النبي صلى الله عليه وسلم عشر كرامات. إحداهن يعطى أرفع المراتب. الثانية يبلغ أسنى المطالب. الثالثة قضاء المآرب. الرابعة بذل المواهب. الخامسة الأمن من المعاطب. السادسة التطهير من المعايب. السابعة تسهيل المصاعب. الثامنة كفاية النوائب. التاسعة حس العواقب. العاشرة رحمة رب المشارق والمغارب

Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang menziarahi makam Rasulullah SAW berhak menerima 10 kehormatan dari Allah SWT. Pertama, akan diberikan derajat tertinggi di sisi Allah. Kedua, akan disampaikan pada cita-cita tertinggi. Ketiga, akan dipenuhi kebutuhannya. Keempat, akan diberikan banyak anugerah-Nya. Kelima, akan diselamatkan dari bencana. Keenam, akan dilindungi dari aib. Ketujuh, akan dimudahkan dalam kesulitan. Kedelapan, akan diringankan bebanmya dalam musibah. Kesembilan, dapat merasakan apa yang akan terjadi. Kesepuluh, akan mendapat limpahan rahmat Allah SWT.

Orang yang mampu menempuh perjalanan ke Madinah, selayaknya tidak melewatkan kesempatan untuk menziarahi makam Rasulullah Saw. Sayang sekali kalau melewatkan kesempatan emas tersebut mengingat banyak sekali keutamaan yang Allah sediakan untuk mereka yang menziarahi makam Rasul Saw.

Di samping itu, ziarah ke makam Nabi Muhammad Saw sudah menjadi hak beliau SAW terhadap umatnya bahkan segenap makhluq Allah. Dalam mengungkapkan betapa besarnya hak Rasulullah, seseorang yang berjalan melalui kepalanya menuju makam Rasul SAW dari tempat terjauh sekalipun, tetap tidak bisa membayar hak Rasulullah Saw. Allahumma sholli wa sallim wa barik ala Sayyidina Muhammadin shollallahu alaihi wa sallam. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Read more ...

PEMAHAMAN AGAMA TEKSTUAL MENDORONG TUMBUHNYA ISIS

Jember, NU Online
Pemahanam terhadap ajaran agama secara tekstual merupakan salah satu penyebab tumbuhnya gerakan radikal seperti ISIS. Misalnya beberapa hadits dan ayat al-Qur'an yang terkait dengan perintah jihad dipahami secara tekstual akan menumbuhkan gerakan semacam itu.

Pemahaman seperti bertemu dengan orang yang pengetahuan agamanya dangkal, maka akan  langsung menerima tanpa "diolah" dulu. "Celakanya, ayat-ayat atau hadits semacam itu, terus didengungkan oleh agen kelompok radikal dan ditelan begitu saja oleh orang," ucap Wakil Ketua PCNU Jember, H. Misbahus Salam saat menjadi nara sumber dalam acara "Dilaog Membendung Radikalisme di Indonesia" di aula kantor NU Jember, Ahad (12/4).

H. Misbah menambahkan, biasanya yang menjadi target rekruitmen agen kelomppk radikal adalah orang yang dari sisi pendidikan tergolong kelas menengah  ke atas, namun pengatahuan agamanya masih tanggung.

Biasanya, lanjut dia, mereka yang bergabung itu langsung menjadi militan karena pengaruh doktrin itu sangat kuat. Salah satu yang didoktrinkan adalah kewajian berjihad di jalan Allah dan hadiah surga bagi mereka yang mati dalam berjihad.

"Kalau doktrin itu sudah begitu mantap, siapa yang bisa menolak. Karena mereka berpikir, toh hadiahnya surga," jelasnya.

Narasumber lain dari Mapolres Jember diwakili Satuan Intelkam Ali Setiyono. Menurutnya, sampai detik  ini, belum di Jember yang belum ada gerakan ISIS. Kendati demikian, Ali menegaskan bahwa gerakan radikal selain ISIS sudah bermunculan di Jember

Acara tersebut diselenggarakan Pimpinan Cabang Muslimat NU yang dihadirri oleh 100-an pengurus Ancab dan Ranting Muslimat NU Jember. (Aryudi A. Razaq/Abadullah Alawi)

Read more ...

Friday 10 April 2015

MENGENAL LEBIH DEKAT HABIB SYECH BIN ABDUL QODIR ASSEGAF

Di tengah riuh persoalan yang melanda bangsa ini, seperti kasus korupsi, konflik, maupun bencana alam, Habib Syech hadir dan menjadi penyejuk bagi gemuruh hidup yang kian hari kian memanas, yang tanpa berhenti terus melanda negeri tercinta. Ia menjadi tempat berteduh, serta membawa lampu pencerah saat kegelapan menyelimuti perjalanan hidup manusia. Lalu, siapakah sebenarnya Habib Syech? Bagaimana latar belakangnya?

Nah, buku yang berjudul Hati Putih Habib Syech: Shalawat, Amalan, dan Inspirasi Hidupnya ini hadir untuk mendekatkan pembaca, khususnya Syekher Mania, sebutan untuk para pecinta Habib Syech, dengan Habib Syech. Habib Syech bin Abdul Qodir bin Abdurrahman Assegaf, begitu nama panjangnya, adalah seorang tokoh masyarakat, public figure, pemimpin, dan pembina di pelbagai organisasi.

Habib Syech memulai dakwah sejak tahun 1980. Meskipun awalnya Habib Syech hanya mengikuti kegiatan yang diadakan masyarakat, tetapi respek, perhatian, dan komitmen Habib Syech dalam memberikan layanan kepada masyarakat telah menyita banyak perhatian masyarakat. Lambat laun, minat masyarakat yang terus tumbuh dan berkembang dimanfaatkan untuk berdakwah. Pengajian yang digelar di rumah kian hari kian menarik minat masyarakat hingga saat ini tumbuh menjadi penyejuk bagi masyarakat (halaman 8-9).

Seiring berjalannya waktu, Habib Syech terus berkembang. Dari kampung ke kampung di Solo, akhirnya terus berpindah dari kota ke kota, dan bahkan saat ini seluruh masyarakat Indonesia bisa menikmati tembang-tembang shalawat yang dilantunkannya. Dengan tingkat kekhusyukan yang tinggi, niat yang tulus, dan suara yang merdu, shalawat yang dibawakan oleh Habib Syech mampu menyihir publik (halaman 21).

Habib Syech mempunyai semangat yang gigih untuk berdakwah. Seluruh aliran darah berkobar semangat untuk selalu memberi pelayanan terbaik bagi seluruh umat manusia dengan cara bershalawat dan berdakwah. Semangat yang tak mengenal lelah itu bisa terus bertahan dan bahkan bertambah lantaran ada mata air sumber kehidupan yang selalu mengalir deras dalam dirinya, yakni mencintai Rasulullah Saw. Cinta yang mendalam dan menggebu-gebu terhadap Rasulullah Saw. telah menjadikannya sosok yang tak mengenal lelah untuk terus mendekat kepada Rasulullah Saw. dengan cara bershawalat (halaman 36).

Habib Syech dikenal sebagai sosok yang tidak hanya pintar dalam berdakwah dan menyampaikan pesan moral yang luhur, tetapi juga mempraktikkan semua yang telah ia sampaikan sebagai laku hidup. Kalau ia menyampaikan tentang pentingnya sedekah, maka ia adalah sosok yang sangat dermawan. Jika ia menyampaikan pentingnya membantu dan mengasihi mereka yang lemah, maka ia juga mempraktikkan aksi sosial untuk masyarakat yang tidak mampu. Kedalaman ilmu dan keselarasan antara perkataan dan perbuatan, antara ilmu dan amal, mengantarkan ia sebagai sosok yang kharismatik, di samping juga karena silsilah keluarganya (halaman 11).

Buku yang ditulis oleh Ahmad Zainal Abidin ini, selain membahas tentang profil lengkap Habib Syech, juga membahas tentang cara hidup, pandangan-pandangannya tentang berbagai hal, sepak terjangnya dalam dunia dakwah, serta metode yang digunakannya dalam berdakwah. Lengkap dengan shalawat hasil karyanya sendiri maupun gubahan shalawat lama sehingga terkesan baru, enak didengar dan menyejukkan hati.

Read more ...

Pembentukan Pengurus PAC IPNU IPPNU Kecamatan Semin 2015-2017

Gunungkidul NU Online, Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kecamatan Semin mengadakan pembentukan pengurus baru, setelah pengurus yang lama purna tugas. Ahad pagi 5/4/2015.

Pembentukan dan reorganisasi yang digelar di Gedung Dakwah MWC NU Semin.

Adapun hasil dari acara Pembentukan pengurus tersebut adalah susunan struktur organisasi PAC IPNU IPPNU Kecamatan Semin dengan kesepakati dan kesetujuan semua pihak yang hadir dalam acara tersebut dangan syarat-syarat pembentukan anak cabang yang telah dipenuhi, adapun hasil struktur organisasinya adalah sebagai berikut:

IPNU
1.     Ketua                  : Aziz Yulianto
2.     Wakil Ketua        : Ahmad Nurdin
3.     Sekretaris 1         : AlanNur Said
4.     Sekretaris 2         : Yudha
5.     Bendahara 1        : Khairul Rasyid
6.     Bendahara 2        : Muhammad Asyik Maulana
Adapun hal-hal lainya yang berkaitan akan di musyawarahkan kembali dalam pertemuan atau acara selanjutnya dari PAC IPNU IPPNU Semin

IPPNU
1.     Ketua                  : Desi Risnawati
2.     Wakil Ketua        : Diyah Susanti
3.     Sekretaris 1         : Riska Anissa Rahman
4.     Sekretaris 2         : Diyah Fitriani
4.     Bendahara 1        : Vinda Vitasia
6.     Bendahara 2        : Putri
Adapun hal-hal lainya yang berkaitan akan di musyawarahkan kembali dalam pertemuan atau acara selanjutnya dari PAC IPNU IPPNU Semin.

Sistem pemilihan ketua atau pembentukan struktur organisasi dilaksanakan dengan cara musyawaroh bersama dan voting dengan menunjuk bakal calon, kemudian dari bakal calon tersebut di pilih dan di jadikan calon ketua, kemudian di pilih kembali menjadi ketua, adapun calon yang tidak terpilih kemudian di jadikan pengurus dan sisanya adalah anggota.

Dengan hasil di atas, maka sudah terbentuklah Pimpinan Anak Cabang IPNU IPPNU Kecamatan Semin yang di harapkan akan membawa banyak manfaat untuk Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) , untuk keluarga besar Nahdlatul Ulama, Masyarakat, Bangsa dan Negara.

Read more ...
Designed By