SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG NAHDLATUL 'ULAMA KECAMATAN SEMIN GUNUNGKIDUL

Wednesday 28 October 2015

Sumpah Pemuda dan Muktamar NU 1928

Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada 28 Oktober 1928 hingga kini masih terngiang kuat di telinga masyarakat Indonesia. Sejarah Sumpah Pemuda selalu menarik dibaca. Setiap membacanya menghadirkan gambaran anak muda yang energik yang patriotik.
Generasi muda di era kini perlu mensyukuri kenikmatan Tuhan yang berbentuk kehidupan merdeka nan damai. Hanya dengan kondisi seperti ini terbuka kesempatan untuk merealisasikan cita-cita Sumpah Pemuda.
Deklarasi Sumpah Pemuda tentu tidak berdiri sendiri. Waktu dan momentum Sumpah Pemuda berkaitan erat dengan dinamika anak bangsa sebelumnya. Spirit Sumpah Pemuda terbangun dari sejarah bangsa besar yang sedang berproses mewujudkan cita-cita besar: Merdeka! Maka deklarasi Sumpah Pemuda boleh saja apa adanya dan dikreasi oleh anak-anak muda sederhana. Namun faktanya Sumpah Pemuda telah menjadi penggalan sejarah hebat yang mampu memberi jejak emas anak muda dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
Sumpah Pemuda termasuk bagian dari proses gerakan kebangsaan itu. Inilah warna perjuangan baru anak muda Nusantara menuju kemerdekaan: perang kebudayaan! Anak muda bersatu yang berupaya memelihara dan memupuk kekuatan rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air.
Agenda besar Sumpah Pemuda tentu kemerdekaan tanah air dari penjajah. Isu yang diusung pun sangat substansial: satu bangsa, bahasa dan Tanah Air. Perang kebudayaan yang tersimbolkan dalam Sumpah Pemuda ini berimbas sosial politik sangat besar sepanjang sejarah Indonesia.
Penggalan sejarah Sumpah Pemuda sudah banyak yang menulis dan hingga kini belum kering sumber sejarah itu. Sumpah Pemuda memang penting dan sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Karena itu tergelitik juga untuk bertanya, di manakah posisi dan peran Nahdlatul Ulama dalam konteks Sumpah Pemuda?
Pada kesempatan ini saya ingin menulis secuil catatan tentang para kiai Nahdlatul Ulama menjelang deklarasi Sumpah Pemuda. Sebagaimana telah banyak ditulis para sejarawan bahwa Nahdlatul Ulama dideklarasikan sebagai muara dari tiga gerakan aktivis pesantren, yaitu gerakan pencerahan (tashwirul afkar), gerakan nasionalisme (nahdlatul wathan) dan gerakan kemandirian ekonomi (nahdlatut tujjar). Kehadiran NU pada 1926 itu tak lebih dari tahapan dari proses gerakan kebangsaan yang makin menguat memasuki abad 20.
Pada saat momentum Sumpah Pemuda, NU masih memasuki umur tahun ke-3. NU belum populer sebagai organisasi berbasis massa apalagi hidup di era penjajah. Namun meski masih bayi, tokoh-tokoh NU era itu bukanlah orang asing di dunia pergerakan. Karena itu NU pun mampu bergerak cepat.
Pelaku sejarah, almarhum Ruslan Abdul Gani mencatat NU tumbuh cepat dan nyaris merata. Sehingga terasakan dalam kelahiran NU terdapat jiwa self help. Ruslan menambahkan, deklarasi NU itu wujudnya adalah gerakan sistematis muslim desa yang termasuk mata rantai kebangkitan rakyat secara nasional.
Pada kesempatan ini saya merujuk pada dokumen institusi NU saja. Setahun sebelum deklarasi Sumpah Pemuda, tepatnya pada tanggal 9 Oktober 1927, para kiai NU dalam forum tertinggi NU memutuskan menabuh genderang perang kebudayaan. Para kiai NU menyasar pada pelarangan budaya Belanda yang tersimbolkan dalam ornamen mode pakaian.
Ahmad Syalabi (sejarawan Mesir) mencatat bahwa keputusan NU tahun 1927 tersebut bentuk perlawanan budaya para kiai terhadap penjajah. Perang kebudayaan yang digelorakan para kiai NU itu dalam implementasinya berwujud boikot dan delegitimasi atas budaya yang bersumber dari penjajah. Perang kebudayaan tersebut secara ekstrem juga berwujud legitimasi para kiai NU untuk berperang melawan penjajah. Keputusan NU tahun 1927 tentang perang kebudayaan secara langsung memang melahirkan hukum kewajiban muslim Nusantara untuk berperang mengangkat senjata. Sebab untuk kali pertama, NU menggolongkan penjajah saat itu sebagai kaum kafir yang harus diperangi dan ditundukkan.
Keputusan NU tahun 1927 untuk perang kebudayaan cepat tersosialisasi ke tengah masyarakat. Muslim Nusantara meresponnya dengan patuh dan dipraktikkan. Segala macam asesoris, ornamen, simbol yang berbau penjajah mendapatkan penolakan keras dari masyarakat desa. Selama satu tahun NU melakukan perang kebudayaan dengan berbagai konsekuensi turunannya. Babak selanjutnya terjadi pada tanggal 9 September 1928 saat NU menggelar Muktamar sebulan sebelum deklarasi Sumpah Pemuda.
Saat Muktamar NU 1928 tersebut para kiai memutuskan untuk melanjutkan perang kebudayaan menghadapi penjajah. Para kiai pun menambah agenda baru konfrontasi dengan Belanda dengan memasukkan isu ekonomi dan politik. Pada isu ekonomi para kiai melakukan delegitimasi mata uang penjajah. Sedangkan isu politik digulirkan dengan mempertanyakan keabsahan kekuasaan penjajah di bidang keagamaan. Maka menjelang Sumpah Pemuda, perlawanan para kiai NU maju dua langkah: pertama, menyisir dari kelemahan mata uang penjajah. Kedua, menyisir dari kelemahan kekuasaan penjajah di bidang keagamaan.
Satu bulan paska Muktamar NU ke-3, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda dideklarasikan. Tema besar Sumpah Pemuda cepat direspons masyarakat mengingat Sumpah Pemuda adalah bagian dari babak perjuangan anak bangsa, termasuk Nahdlatul Ulama. Inilah yang dimaksud Ruslan Abdul Ghani bahwa NU adalah bagian dari gerakan sistematik kebangkitan nasional.
Catatan ini memang tidak populer di tengah masyarakat Indonesia. Saifuddin Zuhri, Menteri Agama RI era Bung Karno, mengatakan NU memang tidak populer dan baru dikenal empat puluh tahun setelah kelahirannya. Saifuddin menambahkan popularitas NU baru muncul saat menjadi organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Sumpah Pemuda memang selayaknya selalu kita jadikan spirit membangun negeri. KH Mustofa Bisri dalam catatannya di hari Sumpah Pemuda tahun ini mengajak pemuda Indonesia untuk bangga dengan Indonesia. Sama seperti para kiai tahun 1927, Gus Mus (begitu biasanya beliau dipanggil) juga mengingatkan bahwa tidak sepatutnya menganggap semua hal yang berasal dari luar bangsa kita itu lebih baik. Wallahu A’lam
Read more ...

Tuesday 27 October 2015

Program Unggulan & kontak Lazisnu Gunungkidul

Nu’Preneur
Program pemberdayaan ekonomi mikro melalui pemberian modal usaha bergulir agar tercipta kemandirian usaha. Program Nu’Preneur dijabarkan dalam program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PPM).

Nu’Skill
Program pembekalan keterampilan untuk anak-anak yatim dan dhuafa yang putus sekolah yang masih usia produktif sehingga mereka memiliki bekal untuk bekerja. Program ini dijabarkan melalui pembukaan Pusat Pemberdayaan Ummat (PPU)

Nu’Smart
Program layanan mustahik untuk biaya pendidikan dan beasiswa kepada para siswa, santri dan mahasiswa yang tidak mampu. Program ini dijabarkan melalui program beasiswa pendidikan anak pemulung, beasiswa santri dhuafa, beasiswa guru terpencil, beasiswa guru TPQ/PAUD/MI, dan lain-lain.

Nu’Care
Program tanggap darurat untuk bencana, layanan mustahik untuk bantuan kemanusiaan, bantuan hidup, bantuan kesehatan, ibnu sabil dan bantuan aksi kemanusiaan lainnya. 


Donasi

REKENING BRI CABANG WONOSARI
NOMOR: 0153-01-010632-53-9
a.n. LAZIS NU GUNUNGKIDUL

REKENING BPD CABANG WONOSARI
NOMOR: 002.211.012504
a.n. LAZIS NU GUNUNGKIDUL
 

Kontak Kami

Kantor PCNU Gunungkidul, Jln. Tentara Pelajar Tegalmulyo Kepek Wonosari Telp. 085228075687

www.lazisnugunungkidul.blogspot.com



SMS Center & Layanan Jemput Zakat
085228075687

 
Read more ...

Apa Beda Zakat, Infak, Shadaqah dan Wakaf Uang

Infak adalah menggunakan atau membelanjakan harta-benda untuk pelbagai kebaikan, seperti untuk pergi haji, umrah, menafkahi keluarga, menunaikan zakat, dan lain sebagainya. Oleh karena itu orang yang menghambur-hamburkan atau yang menyia-nyiakan harta bendanya tidak bisa disebut munfiq (orang yang berinfak). Pengertian Infak ini sebagaimana dikemukakan Imam Fakhruddin ar-Razi:
وَاعْلَمْ أَنَّ الْإِنْفَاقَ هُوَ صَرْفُ الْمَالِ إِلَى وُجُوهِ الْمَصَالِحِ ، فَلِذَلِكَ لَا يُقَالُ فِي الْمُضَيِّعِ إِنَّهُ
"Ketahuilah bahwa Infak adalah membelanjakan harta-benda untuk hal-hal yang mengandung kemaslahatan. Oleh karena itu orang yang menyia-nyiakan harta bendanya tidak bisa disebut sebagai munfiq (orang yang berInfak). (Fakhruddin ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, Bairut-Daru Ihya` at-Turats al-‘Arabi, tt, juz, 5, h. 293).
Salanjutnya shadaqah, menurut ar-Raghib al-Ishfani adalah harta benda yang dikeluarkan orang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
مَا يُخْرِجُهُ الإْنْسَانُ مِنْ مَالِهِ عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ كَالزَّكَاةِ ، لَكِنِ الصَّدَقَةُ فِي الأْصْل تُقَال لِلْمُتَطَوَّعِ بِهِ ، وَالزَّكَاةُ لِلْوَاجِبِ
"Shadaqah adalah harta-benda yang dikeluarkan orang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Namun pada dasarnya shadaqah itu digunakan untuk sesuatu yang disunnahkan, sedang zakat untuk sesuatu yang diwajibkan". (Abdurrauf am-Manawi, at-Tauqif fi Muhimmat at-Taarif, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1410 H, h. 453)
Sedangkan zakat merupakan salah satu rukun Islam dan wajib ditunaikan jika sudah memenuhi ketentuan-ketentuannya. Para ulama mendefiniskan zakat sebagai berikut:
اسْمٌ لِقَدْرٍ مَخْصُوصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوصٍ يَجِبُ صَرْفُهُ لِأَصْنَافٍ مَخْصُوصَةٍ
"Zakat adalah sebuah nama untuk menyebutkan kadar harta tertentu yang didistribusikan kepada kelompok tertentu pula dengan pelbagai syarat-syaratnya". (Muhammad al-Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Marifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 1, h. 368)
Dari penjelasan di atas setidaknya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Bahwa Infak itu lebih umum karena mencakup juga shadaqah dan zakat. Sedangkan shadaqah adalah apa yang diberikan oleh seseorang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dan tercakup di dalamnya adalah zakat.
Bedanya, zakat itu merupakan shadaqah wajib yang diambil dari harta yang tertentu seperti emas, perak (atau harta simpanan), dan binatang ternak. Disamping itu zakat diberikan kepada kalangan tertentu yang jumlahnya delapan (al-ashnaf ats-tsamaniyah), dan pada waktu tertentu juga.
 
Dengan kata lain, shadaqah itu ada dua. Yang pertama adalah shadaqah wajib yang disebut zakat. Kedua adalah shadaqah tathawwu` atau shadaqah sunnah. Shadaqah tathawwu` tidak harus diberikan ke delapan golongan yang wajib menerima zakat. Namun kata shadaqah kemudian lebih digunakan untuk shadaqah tathawwu` untuk membedakan dengan istilah zakat.
Hal lain yang juga membedakan shadaqah tathawwu` adalah shadaqah tathawwu` lebih utama diberikan secara diam-diam, sedangkan zakat lebih utama diberikan secara terbuka, agar bisa menjadi taulan bagi yang lainnya.
نَقَلَ الطَّبَرِيُّ وَغَيْرُهُ الإْجْمَاعَ عَلَى أَنَّ الإْخْفَاءَ فِي صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ أَفْضَلُ ، وَالإْعْلاَنَ فِي صَدَقَةِ الْفَرْضِ
"Imam ath-Thabari dan ulama lainnya telah menukil ijma bahwa diam-diam dalam memberikan shadaqah tathawwu` itu lebih utama, dan memperlihatkan dalam memberikan shadaqah wajib (zakat) itu lebih utama". (Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyah Kuwait, al-Mausuah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Bairut-Dar as-Salasil, cet ke-2, 1404 H, juz, 2, h. 287).
Demikian penjelasan singkat ini semoga bisa bermanfaat. Jadi kesimpulan sekaligus saran kami begini: Belanjakan harta benda Anda untuk hal-hal yang membawa kemaslahatan (Infak), tunaikan kewajiban zakat jika sudah terpenuhi semua ketentuannya, dan jika ada rezeki lebih bersedekahlah dengan cara diam-diam agar terhindar dari riya. (Mahbub Maafi Ramdlan)
Read more ...

Jenis-jenis Sedekah Menurut Rasulullah SAW

Sedekah termasuk amalan yang bersifat sosial (al-muta’ddiyah). Artinya, manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh orang yang mengerjakannya, namun juga dirasakan oleh banyak orang lain.  Selama ini sedekah dipahami sebatas pemberian sejumlah uang kepada orang miskin atau mereka yang tidak mampu. Sehingga, seakan-akan sedekah hanya “dimonopoli” oleh orang kaya atau kalangan tertentu yang mumpuni secara finansial semata.

Padahal sedekah bisa dilakukan oleh siapapun termasuk orang yang tak berpunya sekalipun. Sebab sedekah tidak selalu berati pemberian materi. Sedekah juga bisa bermakna pemberian yang bersifat non-materi. Semisal, membantu orang lain, menyingkirkan duri di jalan, berbicara dengan bahasa yang santun dan sopan, dan lain-lain. Pemahaman ini merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah berikut.

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anggota badan manusia diwajibkan bersedekah setiap harinya selama matahari masih terbit; kamu mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah; kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang bawaannya ke atas kendaraannya adalah sedekah; setiap langkah kakimu menuju tempat sholat juga dihitung sedekah; dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah.” HR Bukhari dan Muslim.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sedekah di sini adalah sedekah yang dianjurkan, bukan sedekah wajib. Ibnu Bathal dalam Syarah Shahih al-Bukhari menambahkan bahwa manusia dianjurkan untuk senantiasa menggunakan anggota tubuhnya untuk kebaikan. Hal ini sebagai bentuk rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah Subhahanu wa Ta’ala.

Penulis kitab ‘Umdatul Qari Badruddin al-Ayni berpendapat bahwa segala amal kebaikan yang dilakukan atas dasar keikhlasan, ganjaran pahalanya sama dengan pahala sedekah. Sebab itu, seluruh bagian dari anggota tubuh kita yang digunakan untuk kebaikan, dinilai oleh Allah SWT sebagai sedekah berdasarkan hadis yang disebutkan di atas.

Bahkan dalam kitab Adab al-Mufrad, al-Bukhari meriwayatkan, apabila seorang tidak mampu untuk melakukan perbuatan yang disebutkan di atas, minimal ia menahan dirinya untuk tidak menganggu orang lain. Karena secara tidak langsung, ia sudah memberi (sedekah) kenyamanan dan menjaga kesalamatan orang banyak.

Selama kita mampu melakukan banyak hal, peluang untuk bersedekah masih terbuka luas. Sedekah tidak hanya berupa uang, tetapi juga memanfaatkan anggota tubuh kita untuk orang banyak.

Para ulama mengatakan, amalan-amalan yang disebutkan dalam hadis di atas hanya sekedar contoh, bukan membatasi. Penafsiran hadis ini masih bisa diperluas cakupannya.

Singkatnya, segala bentuk amalan yang dilakukan anggota tubuh kita, akan dinilai sebagai sedekah oleh Allah SWT bila dilakukan dengan penuh keikhlasan termasuk sembahyang Dhuha.Wallahu a’lam(Sumber: NU Online, Hengki Ferdiansyah)
Read more ...

Monday 6 July 2015

Malam Lailatul Qadar menurut keterangan Kitab Syarh al-Shadr bi Zikr Lail al-Qadr fadhail wa ‘Alamah Lailah al-Qadr, karya Waliuddin al-Iraqi al-Syafi’i.

A.      Perbedaan pendapat sebab penamaan malam lailatul qadar
1.      Dinamakan dengan malam lailatul qadar, karena Allah Ta’ala mentaqdirkan rezeki, ajal dan kejadian alam semuanya pada malam tersebut. Maksudnya nyata taqdir tersebut kepada malaikat pada malam lailatul qadar, karena taqdir Allah, sifatnya qadim. Diriwayat pendapat ini dari Ibnu Abbas, Qatadah dan selainnya. Al-Nawawi menisbahkannya kepada pendapat ulama.
2.      Karena malam lailatul qadar malam yang mempunyai qadar (mulia)
3.    Karena pada malam ini, manusia yang menghidupkannya mengusahakan qadar yang mulia yang tidak ada sebelumnya dan berusaha menambah kemuliaan di sisi Allah
4. Karena beramal pada malam ini mendapat pahala yang besar (qadar), karena itu, Allah mengkhususkan umat ini dengan malam lailatul qadar
B.       Sebab dikhususkan umat Muhammad dengan malam lailatul qadar
Para ulama berbeda pendapat mengenai ini :
1.      Riwayat Malik bin Anas dalam al-Muwatha’ :
إنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أَعْمَارَ أُمَّتِهِ أَنْ لَا يَبْلُغُوا مِنْ الْعَمَلِ مِثْلَ الَّذِي بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِيْ طُولِ الْعُمْرِ فَأَعْطَاهُ اللَّهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah SAW diperlihatkan umur-umur manusia sebelum beliau atau sesuatu yang Allah kehendaki dari hal tersebut. Beliau menganggap bahwa umur umatnya pendek tidak mencapai amalan yang telah dicapai oleh selain umat beliau yang berumur panjang. Maka, kepada beliau, Allah memberikan lailatul qadr yang lebih baik daripada seribu bulan.
2.     Diriwayat oleh Turmidzi dalam Jami’nya dari Yusuf bin Sa’ad, beliau berkata, “Seorang lelaki berdiri kepada Al-Hasan bin Ali setelah (Al-Hasan) membaiat Muawiyah. (Orang tersebut) berkata, ‘Engkau telah mencoreng wajah kaum mukminin (atau dia berkata, ‘Wahai orang yang mencoreng wajah kaum mukminin’),’ maka (Al-Hasan) berkata,
لاَ تُؤَنِّبْنِيْ رَحِمَكَ اللَّهُ فَإِنَّ النَّبِىَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أُرِىَ بَنِى أُمَيَّةَ عَلَى مِنْبَرِهِ فَسَاءَهُ ذَلِكَ فَنَزَلَتْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ يَا مُحَمَّدُ يَعْنِى نَهْرًا فِي الْجَنَّةِ وَنَزَلَتْ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ يَمْلِكُهَا بَعْدَكَ بَنُو أُمَيَّةَ يَا مُحَمَّدُ
Artinya : Janganlah engkau mencela saya - semoga Allah merahmatimu -sSesungguhnya Bani Umayyah diperlihatkan kepada beliau, sedang beliau berada di atas mimbar, maka hal tersebut tidak menyenangkan beliau. Kemudian, turunlah “innâ a’thainâkal kautsar”. Wahai Muhammad, yakni sebuah sungai di surga. Turun pula “innâ anzalnâhu fî lailatil qadr. Wa mâ adrâka mâ lailatul qadr. Lailatul qadri khairun min alfi syahr”. Wahai Muhammad, hal tersebut dimiliki oleh Bani Umayyah setelahmu.’.
Berkata Abu Qasiim bin Fadhal, salah seorang perawinya, kami telah menghitungnya yaitu seribu bulan tidak kurang dan tidak lebih. Aku katakan : Ya, mulai tahun jama’ah (tahun Hasan membai’at Mu’awiyah) sampai terbunuhnya Marwan al-Ja’dy raja terakhir Bani Umayah adalah qadar ini, yaitu seribu bulan, yakni delapan puluh tiga sepertiga tahun.
Turmidzi mengatakan, hadits ini gharib.
C.      Turun Malaikat dan Ruh
Dalam surat al-Qadr disebutkan turun Malaikat dan ruh pada malam lailatul qadar memberkan salam kesejahteraan (al-tahyah) atas orang-orang yang beriman. Terjadi perbedaan pendapat apa yang dimaksud dengan ruh di sini, pendapat pertama : Jibril a.s., kedua : sekelompok malaikat, ketiga : sekelompok makhluq langit yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan malaikat.
D.      Malam lailatul qadar kekal sepanjang masa
Telah terjadi ijmak ulama bahwa malam lailatul qadar itu ada sepanjang masa. Malam tersebut tidak akan hilang, tetapi cuma tidak tertentu waktunya. Abu Hanifah mengatakan pendapat yang mengatakan malam lailatul qadar hilang merupakan pendapat yang tertolak.
E.       Terjadi khilaf ulama dalam menentukan malam lailatul qadar
Terjadi perbedaan pendapat ulama dalam menentukan malam lailatul qadar dalam dua puluh empat pendapat, yaitu :
1.   Wujud pada satu malam tertentu dan itu dapat terjadi dalam sepanjang tahun. Ini merupakan pendapat yang masyhur dari Abu Hanifah. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Ibnu Mas’ud, berbunyi :
من يقم الحول يصيبها
Artinya : Barangsiapa yang mendirikan malam sepanjang tahun, maka dia akan mendapatkan malam lailatul qadar
Namun dalam Shahih Muslim dari Zar ibn al-Jaisy, mengatakan :
 “Aku bertanya kepada Ubay bin Ka’ab sesungguhnya saudaramu Ibnu Mas’ud mengatakan :
من يقم الحول يصيب ليلة القدر
    Maka Ubay mengatakan : “Ibnu Mas’ud memaksudkan supaya manusia tidak lalai, padahal  beliau mengetahui bahwa malam lailatul qadar terjadi pada bulan Ramadhan, sepuluh yang akhir dan malam kedua puluh tujuh.”
Pemahaman Ubay bin Ka’ab ini didukung oleh riwayat Abu ‘Aqrab dalam Musnad Ahmad, beliau mengatakan :
“Suatu pagi pada bulan Ramadhan, aku pergi menemui Ibnu Mas’ud di atas rumahnya dalam keadaan duduk, aku mendengar suaranya mengatakan, “Maha Benar Allah dan telah menyampaikannya oleh rasul-Nya”. Maka aku katakan : “Aku telah mendengar engkau mengatakan : “Maha Benar Allah dan telah menyampaikannya oleh rasul-Nya”, lalu Ibnu Mas’ud mengatakan , sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Lailatul qadar adalah malam tujuh yang akhir yang terbit matahari pada paginya yang bersih tanpa sinarnya (yang terik), aku melihat dan mendapatinya.”
            Riwayat yang serupa dengan ini juga diriwayat oleh al-Bazar dalam Musnadnya.
2.      Pendapat Ibnu Umar dan satu jama’ah sahabat : terjadi malam lailatul qadar sepanjang bulan Ramadhan. Dalam sunan Abu Daud dari Ibnu Umar mengatakan :
“Ditanyai Rasulullah SAW mengenai malam lailatul qadar, pada waktu itu, aku  mendengarnya Rasulullah bersabda : “Lailatul qadar terjadi pada semua bulan Ramadhan.”
            Hadits ini boleh jadi bermakna berulang-ulang pada setiap tahun pada bulan Ramadhan.
3.      Malam lailatul qadar terjadi pada malam pertama bulan Ramadhan. Ini merupakan pendapat Abu Raziin al-‘Aqiily, salah seorang sahabat Nabi SAW.
4.    Terjadi pada sepuluh pertengahan dan sepuluh akhir bulan Ramadhan. Dalil yang digunakan adalah perkataan Jibril kepada Nabi SAW manakala beliau beri’tikaf pada sepuluh pertengahan : “Sesungguhnya yang engkau cari ada dihadapanmu.”
5.        Terjadi pada sepuluh yang akhir saja, karena hadits Nabi SAW :
“Carilah pada sepuluh yang akhir.”
6.        Khusus terjadi pada malam ganjil dari sepuluh yang akhir. Hadits yang mendukungnya adalah sabda Nabi SAW “Carilah pada sepuluh yang akhir.pada ganjil.” Hadits yang serupa dengan ini ada dalam Musnad Ahmad dan Mu’jam al-Thabrani.
7.        Khusus pada malam genap sepuluh yang akhir. Ini didasarkan kepada perkataan Abu Sa’id al-Khudri :
“Ditanyai kepada Abu Sa’id al-Khudry apa yang dimaksud dengan malam ke sembilan, ketujuh dan kelima?" beliau menjawab, "Jika malam kedua puluh satu telah lewat, maka yang berikutnya adalah malam ke dua puluh dua, dan itulah yang dimaksud dengan malam ke sembilan. Dan apabila malam ke dua puluh tiga telah berlalu, maka berikutnya adalah malam ke tujuh, dan jika malam ke dua puluh lima telah berlalu, maka berikutnya adalah malam ke lima."
8.    Terjadi pada malam ketujuh belas. Pendapat ini diriwayat dari Zaid bin Arqam dan juga dari Ibnu Mas’ud serta Hasan Basri.
9.        Terjadi pada malam kesembilan belas
10.    Dicari pada malam ketujuh belas, dua puluh satu atau malam kedua puluh tiga. Dihikayah pendapat ini dari Ali dan Ibnu Mas’ud juga.
11.    Terjadi pada malam kedua puluh satu, berdasarkan riwayat shahih dari Abu Sa’id al-Khudry, Rasulullah SAW bersabda :
وَإِنِّى رِيتُهَا لَيْلَةَ وِتْرٍ وَأَنِّى أَسْجُدُ صَبِيحَتَهَا فِى طِينٍ وَمَاءٍ ». فَأَصْبَحَ مِنْ لَيْلَةِ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَقَدْ قَامَ إِلَى الصُّبْحِ فَمَطَرَتِ السَّمَاءُ فَوَكَفَ الْمَسْجِدُ فَأَبْصَرْتُ الطِّينَ وَالْمَاءَ فَخَرَجَ حِينَ فَرَغَ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ وَجَبِينُهُ وَرَوْثَةُ أَنْفِهِ فِيهِمَا الطِّينُ وَالْمَاءُ وَإِذَا هِىَ لَيْلَةُ إِحْدَى وَعِشْرِينَ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ.
Artinya : Aku pernah melihat lailatul qadar pada malam ganjil, yang pada pagi harinya aku bersujud pada tanah yang basah, - memang pagi-pagi malam kedua puluh satu beliau shalat Shubuh, sedangkan hari hujan sehingga masjid tergenang air, aku melihat tanah dan air – Setelah selesai shalat Shubuh, Rasulullah SAW keluar, sedangkan dikening dan hidungnya ada tanah yang basah. Malam itu adalah malam kedua puluh satu dari sepuluh yang akhir.
12. Terjadi pada malam kedua puluh tiga, yakni pendapat sekelompok banyak para sahabat dan selain mereka. Dalilnya hadits shahih Muslim riwayat Abdullah bin Unais, Rasulullah SAW bersabda :
أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ أُنْسِيتُهَا وَاذا في صبيْحَتهَا أَسْجُدُ فِى مَاءٍ وَطِينٍ ». قَالَ فَمُطِرْنَا لَيْلَةَ ثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ
Artinya : Aku diperlihatkan malam lailatul qadar, kemudian aku lupa dan pada waktu Shubuh, aku bersujud atas tanah yang basah. Abdullah bin Unais berkata : “Pada malam kedua puluh tiga itu terjadi hujan”.
13.   Terjadi pada malam kedua puluh empat. Pendapat ini diriwayat dari Bilal, Ibnu Abbas, al-Hasan dan Qatadah.
14.    Terjadi pada kedua puluh tiga atau kedua puluh tujuh. Pendapat ini dihikayah dari Ibnu Abbas.
15.    Terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Ini merupakan pendapat sekelompok yang banyak dari sahabat Nabi dan selain mereka. Ubay bin Ka’ab r.a. bersumpah tidak mengecualikan sesungguhnya malam lailatul qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh sebagaimana yang telah tsabit dalam al-Shahih.
16.    Terjadi pada akhir bulan.
17.    Terjadi pada malam kedua puluh dua atau kedua puluh tiga
18.    Terjadi pada malam kedua puluh satu, kedua puluh tiga, kedua puluh lima, kedua puluh tujuh atau malam terakhir.
19.    Terjadi pada malam kedua puluh satu, kedua puluh tiga atau kedua puluh lima
20.    Terjadi pada malam kedua puluh tiga atau kedua puluh lima.
21.    Terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh sembilan
22.    Terjadi pada malam ganjil sepuluh yang akhir, malam ketujuh belas atau kesembilan belas.
Perbedaan pendapat di atas didasarkan kepada bahwa malam lailatul qadar itu wujud pada malam tertentu sebagaimana mazhab Syafi’i. Menurut pendapat yang shahih dalam mazhab Syafi’i, malam lailatul qadar khusus pada sepuluh yang akhir dan malam ganjil lebih diharapkan daripada malam genap dan malam kedua puluh satu dan dua puluh tiga lebih diharapkan muncul dibandingkan malam lainnya. Pendapat ini merupakan pendapat yang bagus dianggap sebagai pendapat yang kedua puluh tiga (ke-23). Sebelumnya ada pendapat yang mengatakan bahwa malam lailatul qadar sudah hilang, maka pendapat yang terakhir ini merupakan pendapat yang kedua puluh empat (ke-24)
F.       Apakah malam lailatul qadar berpindah dari satu malam kepada malam lainnya.
Satu jama’ah para ulama berpendapat bahwa malam lailatul qadar berpindah-pindah, sehingga malam lailatul qadar dalam suatu tahun berbeda dengan malam lailatul qadar tahun yang lain dan seterusnya. Ini merupakan pendapat Malik, Sufyan al-Tsury, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsur dan lainnya. Ibnu Abd al-Bar menisbahkan pendapat ini kepada Syafi’i. Pendapat ini juga diikuti oleh al-Muzani dan Ibnu Khuzaimah dan pilihan al-Nawawi dan lainnya karena mengkompromikan di antara hadits-hadits yang datang mengenai malam lailatul qadar. Zhahir hadits-hadits tersebut saling pertentangan yang tidak mungkin dikompromikan kecuali dengan jalan tersebut (malam lailatul qadar berpindah-pindah).
Ibnu Hazm al-Zhahiri berpendapat bahwa malam lailatul qadar berkisar pada malam kedua puluh satu dan malam ganjil sesudahnya apabila bulan genap tiga puluh hari dan malam kedua puluh dan malam genap sesudahnya apabila bulan kurang dari tiga puluh.
G.      Tanda-tanda malam lailatul qadar
Dalam Musnad Ahmad dengan isnad yang baik dari ‘Ubadah bin al-Shamid r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : 
إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيْهَا قَمَراً سَاطِعاً سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ, لاَ بَرْدَ فِيْهَا 
وَلاَ حَرَّ, َلاَ محِلُّ لِكَوْكَبٍ يُرْمَى بِهِا حَتَّى يصْبِحَ, وَإِنَّ من أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيْحَتَهَا
 تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً, لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ, وَلاَ يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ
 مَعَهَا يَوْمَئِذٍ  
Artinya : Sesungguhnya tanda-tanda Lailatul Qadr adalah malam cerah, terang, 
seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas.                
Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. 
Dan sesungguhnya, setengah dari tanda Lailatul Qadr adalah, matahari di pagi harinya               
terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula 
dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu       
 Qadhi Ibnu ‘Iyadh mengatakan dua pendapat kenapa pada pagi lailatul qadar, matahari 
terbit tidak ada terik panasnya, yaitu : pertama, itu sebagai tanda malam lailatul qadar yang 
dijadikan Allah SAW, kedua, hal itu terjadi karena banyak hilir mudik, turun kebumi dan naik 
malaikat yang dapat menutup panas matahari dengan sayapnya dan tubuhnya yang lembut.  

Read more ...

Banyak Kalangan Salah Paham atau Tak Mau Paham Islam Nusantara

Jakarta, NU Online
Wacana Islam Nusantara belakangan bergema di Indonesia setelah menjadi tema utama Muktamar ke-33 NU. Sayangnya, banyak kalangan yang salah paham atau memang tak mau paham. Mereka menganggap Islam Nusantara sebagai aliran baru atau mazhab baru bahkan ada yang menuduh sinkretis antara Islam dan agama Jawa.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan apa yang dikatakan orang-orang tersebut sama sekali tidak benar. “Ini bukan aliran baru, kita tetap Islam aswaja yang berpegang teguh pada mazhab Asy’ari dan Syafii,” katanya di gedung PBNU, Jum’at (3/7).

Ia menjelaskan, Islam Nusantara merupakan Islam yang menghargai budaya lokal. Secara umum, masyarakat Nusantara sudah memiliki budaya yang beragam, tradisi yang beragam sebelum kedatangan Islam.

“Islam datang tidak menghapus budaya, tidak memusuhi khazanah peradaban. Tidak menyingkirkan tradisi yang ada, asalkan jelas tidak bertentangan dengan Islam. Kalau ritual hubungan seks bebas atau minum arak, itu kita tidak menerima.”

“Selama tradisi tidak bertentangan dengan prinsip kita, maka Islam melebur dengan tradisi tersebut karena dakwah di Nusantara itu pendekatannya pendekatan budaya, bukan pendekatan senjata seperti di Timur Tengah,” tandasnya.

Dengan strategi dakwah kebudayaan seperti itu, pelan-pelan budaya yang ada di Nusantara sekarang sudah bernapaskan Islam. “Islam menjadi kuat karena menyatu dengan budaya, budaya menjadi Islami karena disitu ada nilai Islam.”

Ia mencontohkan transformasi tradisi non Islam yang kemudian diislamkan seperti pemberian sesajen kepada para dewa yang kemudian menjadi slametan. Slametan tujuh bulan kehamilan tadinya budaya Jawa, kemudian diislamkan dengan nilai Islam, salah satunya dengan membacakan surat Lukman pada peringatan tujuh bulan tersebut, supaya anaknya baik, taat pada orang tua sebagaimana Lukmanul Hakim dalam kisah Al-Qur’an.

“Jadi budaya yang sudah ada kita masuki dengan nilai Islam. Ini berangkat dari sinergi antara teologi dan budaya, maka NU memberi nama Islam Nusantara,” tegasnya. (Mukafi Niam)
Read more ...

Hikmah Lailatul Qadar

Oleh M. Ulinnuha Husnan
--Ada baiknya sejenak kita tundukkan hati dan pikiran untuk merenungkan keagungan lailatul qadar. Lailatul qadar adalah peristiwa luar biasa dan penuh misteri. Banyak kejadian mahadahsyat yang berlangsung di malam itu. Salah satunya yang paling fenomenal adalah proses penurunan Al-Quran kepada Nabi Muahammad Saw. Data-data teologis dan historis merekam kejadian itu (lihat misalnya QS. Al-Qadr [97]:1-5; QS. Ad-Dukhân [44]: 4-5), sehingga tak ada tempat bagi umat manusia untuk meragukan atau bahkan mendustakannya.
Kemahadahsyatan malam seribu bulan itu terlihat secara tekstual misalnya pada kata lailatul qadr yang diulang sampai tiga kali dalam surat Al-Qadr. Karena status dan kedudukannya yang begitu agung, tak berlebihan bila Rasul Saw kerap memerintahkan kepada diri, keluarga dan umatnya agar selalu memperbanyak amal saleh dan ibadah pada malam itu.
عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل العشر الأواخر شدَّ مئزره، وأحيا ليله، وأيقظ أهله. رواه البخاري مسلم
Dari Aisyah, ia berkata bahwa Nabi Saw ketika memasuki sepuluh malam terakhir [di bulan Ramadhan], beliau mengencangkan perutnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Apa yang dilakukan Rasul Saw ini menunjukkan betapa banyak hikmah dan rahasia di balik malam seribu bulan. Sehingga tidak saja dirinya yang diajak untuk menghidupkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, tapi juga keluarganya. Hanya saja daya tangkap atas rahasia dan hikmah itu tentu berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung dari tingkat kejernihan pikiran dan kesucian hati seseorang.

Hikmah Kekinian Lailatul Qadar
Dalam konteks kekinian, sejatinya banyak hikmah, pesan dan pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa lailatul qadar. Pertama, lailatul qadar mengajarkan kepada kita tentang pentingnya fungsi manajeman hidup yang -menurut Henri Fayol (1841–1925 M)- meliputi perencaan (planning), pengorganisasian (organizing), dan pengawasan (controlling) dan evaluasi (evaluating). Pesan ini terinspirasi dari pemahaman atas makna dasar term lailatul al-Qadr yang berarti malam penentuan/ketetapan (takdir). Menurut pemahaman ini, maka pada malam itulah Allah “merencanakan”, “mengorganisasikan”, “mengawasi” sekaligus “mengevaluasi” tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) serta hak seluruh umat manusia. Inilah kesan yang tersirat dari firman Allah; fîhâ yufraqu kullu amrin hakîm (di malam itu, dijelaskan [kepada malaikat] tiap-tiap perkara yang mengandung hikmah) (QS. Ad-Dukhan [44]: 4), dan kalimat min kulli amr (dari tiap-tiap perkara) dalam QS. Al-Qadr [97]: 4.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pesan pertama ini memberikan wejangan kepada para penguasa untuk mengatur bangsa ini secara serius dalam semua lini kehidupan; pendidikan, lapangan pekerjaan, kesehatan, keamanan dan kebudayaan. Fungsi manajemen juga harus dilakukan dengan baik dan maksimal, tidak sekadar formalitas dan dalam konteks menghabiskan anggaran. Jika pesan pertama ini dilakukan dengan baik, niscaya huru-hara dan carut marut kehidupan berbangsa dan bernegara tidak akan pernah terjadi di negeri ini.
Kedua, mengatur (memanage) hidup harus dilakukan secara periodik –minimal setahun sekali- dan berkesinambungan. Pesan ini tersirat dari ayat tanazzalul malâ’ikatu (QS. Al-Qadr [97]: 3). Menurut para mufasir, bentuk asli kata tanazzalu (turun temurun) adalah tatanazzalu, namun huruf tâ’ yang pertama dibuang untuk memudahkan bacaan. Jika demikian, maka tatanazzalu adalah fi’il mudhâri’ (present continuous tense), yang dalam kaedah bahasa Arab mengandung makna kekinian (al-hâdhir) dan kontinuitas (al-istimrâr). Dari pemahaman semacam ini, maka umat Islam dan seluruh lapisan bangsa, sejatinya diajak untuk terus serius dan komitmen mengatur kehidupan umat dan bangsa ini.
Ketiga, aturan, sistem dan manajemen yang ditetapkan harus berorientasi jangka panjang dan untuk kebaikan bersama. Ini adalah kesan dari ayat khairun min alfi syahrin (lebih baik dari seribu bulan) (QS. Al-Qadr [97]: 2). Jadi selama sistem yang digunakan masih berbasis pada kepentingan sesaat; kini-saat ini dan di sini, apalagi kepentingan kelompok dan orang perorang, maka sistem itu tidak akan membawa dampak signifikan bagi perbaikan kehidupan ini.
Keempat, peristiwa yang terjadi pada lailatul qadar –khususnya nuzulul Qur’an- mengajak kepada kita untuk me-nuzul-kan (menurunkan) Al-Qur’an ke dalam relung jiwa dan seluruh aspek kehidupan, baik pribadi maupun sosial kenegaraan. Kata anzalnâ di awal surat Al-Qadr -yang menggunakan diksi anzala, yang berbentuk fi’il mâdhî (past tense)- menunjukkan bahwa penurunan Al-Qur’an ke dalam diri manusia itu harus dilakukan secara totalitas dan sungguh-sungguh. Dengan demikian, Al-Quran tidak lagi sekadar dirapal secara kuantitatif, tapi jauh di atas itu adalah bagaimana Al-Quran dapat berfungsi secara kualitatif pada hidup dan kehidupan ini. Berfungsi secara kualitatif mengandaikan pembacaan dan pengkajian yang begitu mendalam, kontinyu, terprogram dan pengejawantahan secara maksimal dalam keseharian.
Sementara me-nuzul-kan Al-Quran dalam konteks sosial kenegaraan berarti menjadikannya sebagai basis utama dalam menentukan regulasi dan kebijakan. Regulasi yang berbasis pada Al-Quran berarti regulasi yang pro rakyat, pro kepentingan bangsa, pro kaum dhu’afa, fakir miskin dan kaum marginal. Kebijakan yang Qur’ani berarti kebijakan yang berorienstasi dan mengedepankan nilai-nilai dasar, karakter dan jati diri kebangsaan, bukan pro asing, apalagi tunduk dan patuh pada keinginan mereka.
Kelima, peristiwa lailatul qadar juga mengajak kita untuk menyebarkan perdamaian dan kedamaian (salâm). Perdamaian dan kedamaian itu harus terus disebarkahattâ mathla’il fajr (hingga terbit fajar) (QS. Al-Qadr [97]: 5) berarti hingga (perdamaian dan kedamaian) itu termanifestasi dalam seluruh semesta alam, bagi semua makhluk ciptaan Tuhan, tanpa melihat perberdaan latarbelakang dan status sosial. Kata fajr di akhir ayat itu juga mengisyaratkan kedamian, kesejukan, keindahan dan kesentosaan. Carut marut kehidupan di berbagai belahan bumi Islam, khususnya di Indonesia belakangan ini, adalah bentuk penodaan terhadap visi salâm (perdamaian dan kedaiaman) yang dititahkan Tuhan dalam Al-Quran.
n umat Islam dan seluruh lapisan bangsa ini, hingga benar-benar mewujud dalam kehidupan seru sekalian alam. Secara sufistik, term
Dengan demikian, lailatul qadar bukanlah sekadar peristiwa biasa yang layak diperingati secara seremonial, tapi jauh di atas itu, lailatul qadar adalah peristiwa adiluhung dimana masa depan hidup dan kehidupan manusia ditentukan. Maka tak ada pilihan lain bagi kita semua, khususnya umat Islam Indonesia, kecuali menyebarkan perdamaian dan kedamaian di negeri ini. Tentu harus diawali dengan pemahaman yang mendalam dan semangat mencari serta mengisi malam lailatul qadar dengan amal saleh dan ibadah-ibadah individual maupun sosial. Wallahu A’lam.

M. Ulinnuha Husnan, Asdir Program Pascasarjana STAINU Jakarta Kajian Islam Nusantara
Read more ...

Wednesday 24 June 2015

Bacaan Doa Tarawih & Witir

Doa setelah sholat tarawih:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًايُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ , اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ , اَللَّهُمَ اجْعَلْنَا بِاْلاِيْمَانِ كَامِلِيْنَ , وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْن . وَللِصَّلاَةِ حَافِظِيْنَ , وَللِزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ , وَلِمَاعِنْدَكَ طَالِبِيْنَ , وَلِعَفْوِكَ رَاجِيِّنَ , وَبِاْلهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ , وَعَنِ اللَّغْوِمُعْرِضِيْنَ , وَفىِ الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ , وَفىِ اْلاخِرَةِ رَاغِبِيْنَ , وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ , وَبِالنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ , وَعَلىَ اْلبَلاَءِ صَابِرِيْنَ , وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ , وَاِلىَ اْلحَوْضِ وَارِدِيْنَ , وَاِلىَ اْلجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ , وَمِنَ النَّارِنَاجِيْنَ , وَعَلَ سَرِيْرِاْلكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ , وَمِنْ حُوْرٍعِيْنِ مُتَزَوِّجِيْنَ , وَمِنْ سُنْدُ سٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَّذِيْبَاحٍ مُتَلَبِّسِيْنَ , وَمِنْ طَعَامِ اَلجَنَّةِ آ كِلِيْنَ وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًى شَارِبِيْنَ , بِاَكْواَبٍ وِّاَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْن , مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّ يْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ , وَحَسُنَ اُولَئِكَ رَفِيْقًا , ذَلِكَ اْلَفَضْلُ مِنَ الله وَكَفىَ بِاللهِ عَلِيْمًا، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا فِي هَذِهِ الَّيْلَةِ الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِينْ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الْأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِينْ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ، وَاْلحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْن


Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahi robbil 'alamin. Hamdan yuwafi ni'amahu wa yukafi mazidah. Allahumma sholli wa sallim 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala ali sayyidina Muhammad. Allahummaj'alna bil-imani kamilin, wa lilfaro-idhi mu-addin, wa lisholati hafidzin, wa lizzakati fa'ilin, wa lima 'indaka tholibin, wa li'afwika rojin, wa bilhuda mutamassikin, wa 'anillaghwi mu'ridhin, wa fiddunya zahidin, wa fil-akhiroti roghibin, wa bilqodho-i rodhin, wa binna'ma-i syakirin, wa 'alalbala-i shobirin, wa tahta liwa-i sayyidina Muhammadin shollallahu 'alaihi wa sallama yawmil qiyamati sa-irin, wa ilal hawdhi waridin, wa ilal jannati dakhilin, wa minannari najin, wa 'ala sariril karomati qo'idin, wa min hurin 'inin mutazawwijin, wa min sundusin wa istabroqin wa dzibajin mutalabbisin, wa min tho'amil jannati akilin, wa min labanin wa 'asalin mushoffan syaribin, bi akwabin wa abariqo wa ka-sin min ma'in, ma'alladzina an'amta 'alaihim minannabiyyin washidiqin wasyuhada washolihin, wa hasuna ula-ika rofiqo. Dzalikal fadhlu minallah wa kafa billahi 'alima. Allahummaj'alna fi hadzhihil laylatisy syahrisy syarifatil mubarokati minassu'ada-il maqbulin, wa la taj'alna minal asyqiya-il mardudin. Wa shollallahu 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa shohbihi ajma'in. Walhamdu lillahi robbil 'alamin.


Artinya: Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang melaksanakan kewajiban- kewajiban terhadap-Mu, yang memelihara shalat, yang mengeluarkan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang pada petunjuk, yang berpaling dari kebatilan, yang zuhud di dunia, yang menyenangi akherat , yang ridha dengan ketentuan, yang bersyukur atas nikmat yang diberikan, yang sabar atas segala musibah, yang berada di bawah panji-panji junjungan kami, Nabi Muhammad, pada hari kiamat, sampai kepada telaga (yakni telaga Nabi Muhammad) yang masuk ke dalam surga, yang duduk di atas dipan kemuliaan, yang menikah de¬ngan para bidadari, yang mengenakan berbagai sutra ,yang makan makanan surga, yang minum susu dan madu yang murni dengan gelas, cangkir, dan cawan bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat dari para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang terbaik. Itulah keutamaan (anugerah) dari Allah, dan cukuplah bahwa Allah Maha Mengetahui. Ya Allah, jadikanlah kami pada malam yang mulia dan diberkahi ini tergolong orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan kami tergolong orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya atas penghulu kita Muhammad, keluarga beliau dan shahabat beliau semuanya, berkat rahmat-Mu, oh Tuhan, Yang Paling Penyayang di antara yang penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Doa setelah sholat witir:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسْ (×3) سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلآئِكَةِ وَالرُّوْحْ، سُبْحَانَ اللهْ وَالْحَمْدُ لِلهْ وَلآ اِلَهَ اِلَّا اللهْ وَاللهُ اَكْبَرْ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمْ

Subhanal malikil quddus (3x) subbuhun quddusun robbuna wa robbul mala-ikati warruh. Subhanallah walhamdu lillah wa la ilaha illallah wallahu akbar. Wa la hawla wa la quwwata illa billahil 'aliyyil adzim.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا دَائِمًا، وَنَسْأَلُكَ قَلْبًا خَاشِعًا، وَنَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَنَسْأَلُكَ يَقِيْنًا صَادِقًا، وَنَسْأَلُكَ عَمَلاً صَالِحًا، وَنَسْأَلُكَ دِيْنًا قَيِّمًا، وَنَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ، وَنَسْأَلُكَ تَمَامَ الْعَافِيَةِ، وَنَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعَافِيَةِ، وَنَسْأَلُكَ الْغِنَى عَنِ النَّاسِ.
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَتَخَشُّعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا، وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا اَللَّهُ، يَا اَللَّهُ، يَا اَللَّهُ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


(ALLAAHUMMA INNAA NAS-ALUKA IIMAANAN DAA-IMAN, WANAS-ALUKA QALBAN KHAASYI’AN, WANAS-ALUKA ‘ILMAN NAAFI’AN, WANAS-ALUKA YAQIINAN SHAADIQAN, WANAS-ALUKA ‘AMALAN SHAALIHAN, WANAS-ALUKA DIINAN QAYYIMAN, WANAS-ALUKA KHAIRAN KATSIIRA, WANAS-ALUKAL ‘AFWA WAL’AAFIYATA, WANAS-ALUKA TAMAAMAL ‘AAFIYATI, WANAS-ALUKASY SYUKRA ‘ALAL ‘AAFIYATI, WANAS-ALUKAL GHINAA-A ‘ANIN NAASI, ALLAAHUMMA RABBANAA TAQABBAL MINNAA SHALAATANAA WASHIYAAMANAA WAQIYAAMANAA WATAKHASYSYU ‘ANAA WATADLARRU ‘ANAA WATA ‘ABBUDANAA WATAMMIM TAQSHIIRANAA YAA ALLAHU YAA ALLAAHU YAA ALLAAHU YAA ARHAMAR RAAHIMIIN. WASHALLALLAAHU ‘ALAA KHAIRI KHALQIHII MUHAMMADIN WA’ALAA AALIHII WASHAHBIHII AJMA’IINA WALHAMDU LILLAAHI RABBIL ‘AALAMIIN).

Artinya :

  • “Ya Allah, ya Tuhan kami, kami memohon kepada-Mu (mohon diberi) iman yang langgeng, dan kami mohon kepada-Mu hati kami yang khusyu’, dan kami mohon kepada-Mu diberi ilmu yang bermanfaat, dan kami mohon ditetapkannya keyakinan yang benar, dan kami mohon (dapat melaksanakan) amal yang shalih dan mohon tetap dalam agama islam, dan kami mohon diberinya kebaikan yang melimpah-limpah, dan kami mohon memperoleh ampunan dan kesehatan, dan kami mohon kesehatan yang sempurna, dan kami mohon mensyukuri atas kesehatan kami, dan kami mohon kecukupan. Ya Allah ya Tuhan kami, terimalah shalat kami, puasa kami, rukuk kami, dan khusyu’ kami, dan pengabdian kami, dan sempurnakanlah apa yang kami lakukan selama shalat, ya Allah, ya Allah, ya Allah Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, semoga Allah memberi kesejahteraan atas sebaik-baik makhluk-Nya yaitu Nabi Muhammad, atas keluarga dan semua sahabatnya, dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”.
 
Read more ...

Sunday 24 May 2015

PAC IPNU IPPNU Kecamatan Semin Selenggarakan outbond


Gunungkidul NU Online
Guna memberikan penyegaran pengurus, Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU Kecamatan Semin menggelar kegiatan outbond di lokasi wisata air terjun ngluwur wonogiri Jawa tengah selama 1 hari penuh ahad 24 mei 2015.

Kegiatan yang diikuti 35 pengurus IPNU-IPPNU itu, menghadirkan dua Pengurus Cabang IPNU Kabupaten Gunungkidul untuk memberikan semangat pada rekan dan rekanita IPNU IPPNU Semin.

Berbagai materi game yang berhubungan dengan kerja sama kelompok, kebersamaan, memecah masalah dan  tanggung jawab sebagai pemimpin diperagakan peserta  dengan penuh kebersamaan dan kegembiraan. Apalagi di tengah puncak air terjun yang sangat indah ini,  menambah keasyikan tersendiri bagi peserta untuk bermain-main namun penuh makna.

Acara yang berakhir menjelang sore hari itu, lahir satu komitmen peserta untuk kembali aktif berorganisasi dengan satu semboyan yang sama yaiti Belajar,  Berjuang Bertaqwa.

Ketua PAC IPNU Semin Aziz Yulianto mengatakan acara ini dimaksudkan memberikan suasana baru bagi pengurus IPNU-IPPNU yang sedang mengalami kelesuhan berorganisasi. Terutama pada masalah kebersamaan, kesadaran tanggung jawab pada diri pengurus sekarang ini mulai melemah sehingga mempengaruhi kinerja organisasi.

“Makanya melalui kegiatan ini, diharapkan pengurus bisa fresh,  kebersaman maupun kesadaran akan  tumbuh  kembali. Dan Alhamdulillah, dalam acara ini telah muncul satu komitmen untuk semangat dan bertanggungjawab membesarkan IPNU-IPPNU.” ujar Aziz Yulianto usai acara.

Hal sama juga disampaikan oleh ketua PAC IPPNU Semin Desi Risnawati Menurutnya, kegiatan out bond semacam ini perlu dikembangkan setiap saat. Selain mempunyai nilai rekreatif juga ada  nilai pendidikannya terutama yang berkaitan kebersamaan dan kesadaran dalam berkelompok.

Selain itu Pembina PAC IPNU IPPNU Kecamatan Semin Marhaban Husni S.Ag menuturkan “Organisasi bisa besar bila selalu terjalin kebersamaan dan kerja sama semua pengurus, Untuk membangun hal itu, bisa melalui beberapa cara dan salah satu yang sangat efektif adalah melalui kegiatan-kegiatan out bond seperti ini.” . (Khairul Rasyid)

Read more ...

Tuesday 19 May 2015

Di Malaysia, Ustadz Idrus Ramli Pesan Jangan Gampang Mengafirkan

Selangor, NU Online
Ustadz Idrus Ramli menyerukan kepada segenap Nahdliyyin dan umat Islam pada umumnya untuk tidak gampang mengafirkan orang lain. Menurutnya, agama tidak menolak tradisi sama sekali. Ia menerima kearifan lokal, selama kearifan tersebut memang tidak bertentangan dengan subtansi ajaran agama.

Ia juga memberi contoh sekaligus memuji peran Wali Songo dalam penyebaran agama Islam. Jika di daerah Asia Selatan atau daerah lainnya, Islamisasi terjadi salah satunya melalui peperangan, maka Islamisasi di tanah Nusantara melalui jalan damai.

Dewan Pakar Aswaja NU Center Jawa Timur ini menyampaikan hal tersebut dalam peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad yang diadakan Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Malaysia di Selangor, Malaysia, Jumat (15/5).

Dalam kesempatan itu, Idrus Ramli juga menyampaikan bahwa Isra dan M’iraj mesti dimaknai ke dalam beberapa hal. Di antaranya, perjalanannya yang begitu cepat melukiskan betapa perubahan pada manusia akhir zaman juga berlaku begitu cepat seperti teknologi, norma sosial, dan aspek-aspek kemodernan lainnya. Makanya, tuturnya, umat Islam terutama Nahdliyyin harus waspada dan mampu menjaga diri dari tantangan modernitas tersebut.

Kegiatan yang dihadiri sekitar 500 orang itu berlangsung meriah. Ketika penceramah datang langsung disambut dengan alunan rebana bertajuk thala’a al-badru ‘alaina. Ketua panitia, Saifuddin, menjelaskan, pihaknya dalam acara kali ini ingin memunculkan nuansa lebih akademis. Karenanya, acara inti yang pada acara-acara sebelumnya biasa diisi dengan ceramah monolog saja, kini disisipi sesi tanya jawab. Tahun sebelumnya, kegiatan yang sama juga dilaksanakan di kampung Payajaras. (Azis Ahmad/Mahbib)

Read more ...

Saturday 16 May 2015

Rasulullah, Raja, hingga Ulama Ternyata Juga Memakai Akik

Jakarta, NU Online
Kesukaan manusia terhadap batu mulia atau akik ternyata sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala, bahkan sebelum berkembangnya agama Islam. Hanya saja, fenomenanya mungkin tidak seperti demam akik yang sekarang melanda Indonesia.

KH Said Aqil Siroj menjelaskan, Rasulullah memakai akik Yaman. Karena itulah ada yang menganggap memakai akik sebagai hal yang mustahab, atau sunnah dalam tingkatan yang rendah. Kiai Said menjelaskan, sunnah bertingkat-tingkat, mulai dari sunnah muakkad, ghoiru muakkad sampai dengan mustahab.

“Rasulullah memang memakai cincin, bahkan beliau menyerukan mas kawin pakai cincin,” katanya. 

Selain Rasulullah para raja dalam sejarah Islam seperti Harun Al Rasyid, salah satu raja gemilang dalam Islam juga selalu memakai cincin. 

“Imam Syahrowardi, salah satu ulama berpengaruh dalam Islam juga memakai batu cincin,” paparnya.

Ia menambahkan, ada kitab yang secara khusus  membahas tentang cincin, yaitu Al Jawahir atau Book of Precious Stones karangan Imam al Biruni.  Al Biruni mengklasifikasikan setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan, serta beratnya.

“Saya belum membaca detail. Katanya kalau merah katanya berani. Kalau kuning pengasihan, kalau biru dan hijau itu dingin dan sejuk,” katanya.

Kiai Said mengungkapkan, mempercayai sebuah batu memiliki kekuatan lebih dibandingkan dengan batu biasa juga boleh karena proses pembentukan batu tersebut memang berbeda dengan batu biasa sehingga secara rasional pun, nilainya berbeda. Karena itulah, batu jenis tertentu dianggap sebagai batu mulia.

“Memandang batu sebagai bagian dari seni boleh, lebih dari itu juga boleh-boleh saja,” imbuhnya. 

Ia sendiri memiliki beberapa koleksi batu mulia, tetapi tidak banyak. “Saya memakai blue safir,” katanya sambil menunjukkan lingkaran batu indah yang ada di jarinya. Jenis lain yang dimiliki adalah zamrud. (mukafi niam)

Read more ...

Friday 15 May 2015

Menjawab Salam dari Televisi


Mengenai hal ini ada keterangan lanjutan yang berhubungan dengan musallam alaih yaitu pihak yang diberi salam. Apabila yang diberi salam adalah satu orang maka orang itu fardhu ain menjawabnya. Tetapi jika salam itu ditujukan orang banyak atau publik maka menjawabnya hukumnya fardhu kifayah.
Berucap salam bagi sesama muslim bukanlah sekedar basa-basi. Bukanpula sekedar pemanis pergaulan semisal sopan santun. Tetapi lebih dari itu, karena dalam salam terkandung hikmah dan do’a. Dalam hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Abdullah ibn Amr ra. Berliau pernah bersabda ketika menjawab pertanyaan seseorang mengenai macam amal yang terbaik, beliau menjawab:

تطعم الطعام وتقراء السلام على من عرفت ومن لم تعرف

Berikanlah makanan dan ucapkan salam kepada orang yang kau kenal dan orang yang tidak kau kenal (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadits lain beliau juga bersabda “wahai manusia, ucapkanlah salam, berilah makanan, sambunglah ikatan kekerabatan (silaturrahim) dan shalatlah ketika orang-orang sedang tidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat.

Dari keterangan di atas ulama bersepakat bahwa mengucap salam hukumnya adalah sunnah, tetapi menjawab salab hukumnya wajib. Meski demikian mengucap salam tetap lebih afdhal dibandingkan dengan menjawab salam. Meskipun komitmen hukumnya lebih tinggi menjawab salam sebagai  sebuah kewajiban.

Kasus seperti ini merupakan pengecualian (mustastsnayat) dari qaidah fiqhiyyah yang menyatakan bahwa perkara wajib lebih utama dari pada perkara sunnah. Pantas saja, mengingat jawaban salam ada karena ada orang yang mengucapkan.

Nah permasalahnnya kemudian bagaimanakah hukumnya menjawab salam yang dilontarkan dari dalam televisi, wajibkah di jawab? Mengenai hal ini ada keterangan lanjutan yang berhubungan dengan musallam alaih yaitu pihak yang diberi salam. Apabila yang diberi salam adalah satu orang maka orang itu fardhu ain menjawabnya. Tetapi jika salam itu ditujukan orang banyak atau publik maka menjawabnya hukumnya fardhu kifayah. Artinya sudah gugur kewajiban membalas salam apabila ada salah satu dari pemirsa yang menjawab. Tetapi jika tidak ada yang menjawab satupun semua pemirsa menanggung dosa.

Read more ...
Designed By