SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI MAJELIS WAKIL CABANG NAHDLATUL 'ULAMA KECAMATAN SEMIN GUNUNGKIDUL

Wednesday 10 January 2018

Indahnya Ber-Islam Ala Nahdlatul ‘Ulama’ (NU)

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH adalah nilai lebih NU yang membedakan dengan organisasi lainnya di Indonesia dan di dunia . NU lahir di Indonesia untuk mempertahankan nilai-nilai ASWAJA dengan sistem berMADZHAB. Sebenarnya tidak mudah mendefinisikan ASWAJA , apalagi memberikan ciri-ciri pemikiran dan implementasinya pada sikap, sebab memberi definisi yang konferehensif tentang isi ASWAJA (JAMI’) dan menolak keseluruhan yang tidak termasuk didalamnya (MANI’) sangat sulit sekali. Jika menyerap definisi ASWAJA dari hadits adalah “MA ANA ‘ALAIHI WA ASHHABIY“, maka untuk memahami hadits tersebut sangat sulit untuk mengidentifikasi jam’iyah yang didalam dan di luar ASWAJA . Sulitnya terletak pada masing-masing organisasi yang menyatakan berfaham ASWAJA sesuai dengan cara interpretasi yang berbeda tentang hadits tersebut.

Sangat penting merebut definisi ASWAJA karena diantara 73 firqoh dalam islam yang punya legalisasi selamat di akhirat hanya ASWAJA. NU mencoba memberi definisi dan ciri khas ASWAJA yang dirasa benar tanpa menyalahkan apalagi mencemooh pemahaman ASWAJA yang lainnya.

Abu Al Hasan Al Asy’ari 260 H/873 M – 324 H/935 M bukan pembuat atau pencetak ASWAJA,tapi yang mengkodifikasi dan yang merumuskannya sesuai dengan pertimbangan teks naqli dan konteks rasionalitas aqli. ASWAJA yang dikodifikasi Al Asy’ari dibangun atas dasar teks-teks (NASH) Agama yang sekaligus didialogkan dengan nalar rasio (konteks). Menurutnya, tidak akan pernah mengkafirkan pada siapapun selagi masih meyakini dan mengucapkan tiada Tuhan selain ALLAH.
Pada saat bersamaan, NU tidak akan membenarkan kelompok Rasionalis yang memutuskan hubungan orang yang hidup dengan yang telah wafat seperti kelompok wahabi, kelompok yang mencaci para shahabat Nabi SAW seperti kelompok syiah, dan kelompok liberalisme yang semua hal boleh sehingga tidak ada batasan dan tidak ada kriteria dalam beragama.
Ciri khas ASWAJA ala NU adalah washatiyah (tengah-tengah) yang tercermin dalam sikap tasamuh (toleran),tawazun (seimbang) dan ‘i’tidal (tegak lurus). Melalui ciri-ciri tersebut . nampak dalam sikap Nahdliyyin yang akomodatif dan terbuka yang pada saat bersamaan juga tegak lurus dan tegas. NU bisa menerima perbedaan pandangan , keyakinan dan faham tetapi pada saat bersamaan tetap tegak lurus.

Ciri NU adalah bermadzhab dalam pemahaman keagamaan, berijtihad hanya menjadi hak orang yang telah memenuhi syarat yang telah tertuang dalam ushul fiqh . Bermadzhab menjadi penting karena bisa mengurai pemahaman dan penafsiran ajaran agama secara berantai melalui guru-guru sampai bersambung pada Rasulullah SAW, tidak cukup bagi warga NU hanya berguru pada buku-buku apalagi hanya melalui pencarian artikel di internet tentang suatu ilmu karena hal itu tidak dapat menyimpulkan ilmu dan kurang nilai barakahnya.

Bahaya belajar tanpa guru berakibat pada penyimpulan makna teks agama sesuai dengan keterbatasan daya fikir dan kemungkinan terjerumus pada imajinasi bayangan syaitan. Guru, selain menuntun cara belajar efektif , cepat dimengerti dan terarah juga akan memberi nilai barakah (ziyadatul khair) melalui doa-doanya.

Ciri berguru dalam belajar ilmu dan bermadzhab untuk mengamalkan agama yang populer dengan ungkapan (ALMUHAFADHATU ‘ALAL QODIMIS SHALIH WAL AKHDZU BIL JADIDIL ASHLAH) yaitu mempertahankan tafsir dan cara beragama seperti generasi terdahulu yang masih sesuai dengan kondisi dan mengupayakan penafsiran agama yang lebih sesuai dengan konteks dan tuntutan zaman.

Corak keberagaman warga NU kreatif, sesuatu yang baru dalam beragama tidak semua dilarang atau sesat. Sebab, NU membedakan antara kreatifitas baik yang berkenaan dengan syi’ar agama (bid’ah hasanah) dengan kreatifitas yang merusak agama yang berkenaan dengan esensi agama (bid’ah sayyiah).

Dalam tradisi keagamaan warga NU banyak cara untuk menyampaikan dan melaksanakan ajaran islam seperti perayaan maulid Nabi SAW, Istighasah dan perayaan keagamaan lainnya. Cara bernegarapun NU mengedepankan mashlahah dan persatuan demi terjaminnya kebebasan umat beragama.Islam tidak harus menjadi lebel negara, yang terpenting nilai dan dakwah islam bisa dijalankan dengan baik, pun agama lain bisa hidup berdampingan dalam satu bingkai NKRI.

Ber-islam menurut NU adalah yang wajar-wajar saja. Mendekatkan diri kepada ALLAH SWT secara wajar sesuai dengan tuntunanNYA. Demikian pula dalam beriteraksi dengan masyarakat yang wajar mengikuti pola dan budaya masyarakat setempat. Teks agama dipahami sebagai petunjuk untuk mengukur kebenaran sedangkan konteks masyarakat adalah area untuk membumikan teks ajaran islam dalam kehidupan yang nyata secara kaffah (menyeluruh).


Sumber : https://plus.google.com/108527695752105731026/posts/HZ6gc1ovGBe

No comments:

Post a Comment

Designed By